PETILASAN EDUKASI DI BALIK TIRAI BAMBU (Part IV) Oleh: Zulkarna
Berita Warga

......Di sana kami menyaksikan menajemen sekolah, sarana dan prasarana, kurikulum, serta proses pembelajaran dilaksanakan. Kami mendapat kesempatan berkunjung ke bengkel, tempat praktik siswa vokasi dan latihan memanah.
Kunjungan tersebut membawa banyak pelajaran, seperti reformasi kurikulum dan metode pembelajaran. Di bidang kurikulum, pemilihan materi pembelajaran bersifat aplikatif dan sesuai dengan kebutuhan siswa dalam kehidupan sehari- hari dan dunia kerja. Sekolah benar-benar ditujukan untuk hidup bukan untuk sekadar memintarkan otak. Pembelajaran dilaksanakan secara aktif. Anak-anak ditekankan untuk belajar mandiri, belajar berkelompok, dan belajar dengan mengajar. Siswa diberikan kesempatan mengajarkan hasil diskusi kelompok baik secara visual maupun dengan lisan.
Sekolah dikondisikan menjadi sumber belajar. Setiap sekolah mempunyai pojok baca. Dinding-dinding sekolah dipenuhi slogan-slogan motivasi dengan ungkapan-ungkapan filosofis. Hal tersebut menjadi sugesti motivasi kuat bagi setiap orang yang membacanya, terutama bagi peserta didik. Pendidikan vokasi di China berkembang dengan pesat.
Disela-sela perkuliahan, kami menyempatkan jalan-jalan di sekitar kampus dan tempat wisata, seperti Danau Yan Long. Kami melihat alam yang tertata indah, rapi, dan bersih. Masyarakat di sini bergerak cepat dan pekerja keras, baik laki maupun perempuan. Hal ini dapat dipetik sebagai pelajaran yang berharga. Untuk menghadapi era yang penuh dengan tantangan dan persaingan, kita harus benar-benar mampu berfikir cermat dan kreatif. Kita juga harus bekerja cepat dan tepat. Jika tidak, maka kita akan menjadi pecundang.
Dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, China bertekad untuk menjadi nomor satu di dunia pada segala bidang. Tekad tersebut terealisasi. China mengirimkan rakyatnya keluar negeri untuk meniru apa yang menjadi keunggulan negara lain dan dipatenkan di negaranya. Meskipun demikian, rakyat China sangat menghargai budaya. Mereka berprinsip mengikuti perkembangan zaman, namun tidak boleh melupakan budaya nenek moyang. Hal ini terbukti dari kuil Konfusius dan the kong family mansion yang masih terawat dengan baik dan dijadikan cagar wisata budaya.
Seorang profesor lulusan luar negeri tidak mau mengunakan bahasa asing ketika memberikan kuliah. Mereka ingin bangsa lain yang belajar bahasa mereka, bukan mereka yang belajar bahasa asing. Bahasa Inggris diajarkan di sekolah, namun hanya dijadikan sebagai bahasa asing (foreign language) bukan sebagai bahasa kedua (second language). Ini menunjukan bahwa rakyat China memiliki rasa patriotisme dan cinta tanah air yang tinggi.
Sudah tiga minggu saya bersama rombongan pelatihan menjalani napak tilas di balik Tirai Bambu. "Semoga setiap petilasan yang saya lalui dengan penuh romantika menjadi perjalanan yang sangat berharga!"
Pengalaman yang saya peroleh akan saya adopsi, adaptasi, dan implementasi di Indonesia. Tekad dan semangat harus terus dikobarkan dalam rangka memajukan pendidikan Indonesia pada umumnya dan di sekolah tempat kerja pada khususnya, agar Indonesia setara dengan bangsa- bangsa lain."Semoga!"
The End
(TAMAT)
Matur Tampi Asih.
Kunjungan tersebut membawa banyak pelajaran, seperti reformasi kurikulum dan metode pembelajaran. Di bidang kurikulum, pemilihan materi pembelajaran bersifat aplikatif dan sesuai dengan kebutuhan siswa dalam kehidupan sehari- hari dan dunia kerja. Sekolah benar-benar ditujukan untuk hidup bukan untuk sekadar memintarkan otak. Pembelajaran dilaksanakan secara aktif. Anak-anak ditekankan untuk belajar mandiri, belajar berkelompok, dan belajar dengan mengajar. Siswa diberikan kesempatan mengajarkan hasil diskusi kelompok baik secara visual maupun dengan lisan.
Sekolah dikondisikan menjadi sumber belajar. Setiap sekolah mempunyai pojok baca. Dinding-dinding sekolah dipenuhi slogan-slogan motivasi dengan ungkapan-ungkapan filosofis. Hal tersebut menjadi sugesti motivasi kuat bagi setiap orang yang membacanya, terutama bagi peserta didik. Pendidikan vokasi di China berkembang dengan pesat.
Disela-sela perkuliahan, kami menyempatkan jalan-jalan di sekitar kampus dan tempat wisata, seperti Danau Yan Long. Kami melihat alam yang tertata indah, rapi, dan bersih. Masyarakat di sini bergerak cepat dan pekerja keras, baik laki maupun perempuan. Hal ini dapat dipetik sebagai pelajaran yang berharga. Untuk menghadapi era yang penuh dengan tantangan dan persaingan, kita harus benar-benar mampu berfikir cermat dan kreatif. Kita juga harus bekerja cepat dan tepat. Jika tidak, maka kita akan menjadi pecundang.
Dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, China bertekad untuk menjadi nomor satu di dunia pada segala bidang. Tekad tersebut terealisasi. China mengirimkan rakyatnya keluar negeri untuk meniru apa yang menjadi keunggulan negara lain dan dipatenkan di negaranya. Meskipun demikian, rakyat China sangat menghargai budaya. Mereka berprinsip mengikuti perkembangan zaman, namun tidak boleh melupakan budaya nenek moyang. Hal ini terbukti dari kuil Konfusius dan the kong family mansion yang masih terawat dengan baik dan dijadikan cagar wisata budaya.
Seorang profesor lulusan luar negeri tidak mau mengunakan bahasa asing ketika memberikan kuliah. Mereka ingin bangsa lain yang belajar bahasa mereka, bukan mereka yang belajar bahasa asing. Bahasa Inggris diajarkan di sekolah, namun hanya dijadikan sebagai bahasa asing (foreign language) bukan sebagai bahasa kedua (second language). Ini menunjukan bahwa rakyat China memiliki rasa patriotisme dan cinta tanah air yang tinggi.
Sudah tiga minggu saya bersama rombongan pelatihan menjalani napak tilas di balik Tirai Bambu. "Semoga setiap petilasan yang saya lalui dengan penuh romantika menjadi perjalanan yang sangat berharga!"
Pengalaman yang saya peroleh akan saya adopsi, adaptasi, dan implementasi di Indonesia. Tekad dan semangat harus terus dikobarkan dalam rangka memajukan pendidikan Indonesia pada umumnya dan di sekolah tempat kerja pada khususnya, agar Indonesia setara dengan bangsa- bangsa lain."Semoga!"
The End
(TAMAT)
Matur Tampi Asih.