SUARA yang di dengar!
Diskusi Komunitas

Perjalanan dan penantian panjang RUU TPKS (Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual) yang saat ini telah disahkan menjadi Undang-undang menjadi euforia bersama khususnya bagi organisasi, lembaga atau komunitas yang concern terhadap kepentingan, hak dan keadilan perempuan. Tentu, dalam perjalanannya tidak mudah semudah ketok palu. Berbagai pro kontra mewarnai, mengawali isu ini.
Pengajuan undang-undang ini berawal dari keresahan para korban yang merasakan ketidakadilan bagi pelakunya. Suara-suara di masyarakat itu awalnya tidak dianggap serius oleh pemangku kebijakan walau faktanya sudah nyata. Dengan suara-suara kolektif yang terus menerus tak henti digaungkan akhirnya mendapat titik terang menjadi rancangan undang-undang khusus.
Bagi perempuan, apalagi korban yang telah mengalami kekerasan atau kejahatan seksual Undang-undang ini menjadi payung hukum yang jelas dalam melindungi mereka.
Salah satu point penting dalam UU TPKS ini adalah tentang pemaksaan perkawinan, yang mana ini rentan dilakukan pada lingkungan masyarakat dengan berbagai faktor alasan.
Pada Pasal 10 Ayat (1) UU TPKS dijelaskan, setiap orang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain, atau menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena pemaksaan perkawinan. Ancamannya bagi pelaku pidana paling lama 9 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200 juta.
Pasal tersebut menjadi acuan yang jelas bagi kami untuk terus menyuarakan dalam menekan angka pernikahan dini di kabupaten Garut.
Kami ucapkan Selamat atas disahkannya UU TPKS, semoga perempuan-perempuan selalu punya suara yang di dengar.
Pengajuan undang-undang ini berawal dari keresahan para korban yang merasakan ketidakadilan bagi pelakunya. Suara-suara di masyarakat itu awalnya tidak dianggap serius oleh pemangku kebijakan walau faktanya sudah nyata. Dengan suara-suara kolektif yang terus menerus tak henti digaungkan akhirnya mendapat titik terang menjadi rancangan undang-undang khusus.
Bagi perempuan, apalagi korban yang telah mengalami kekerasan atau kejahatan seksual Undang-undang ini menjadi payung hukum yang jelas dalam melindungi mereka.
Salah satu point penting dalam UU TPKS ini adalah tentang pemaksaan perkawinan, yang mana ini rentan dilakukan pada lingkungan masyarakat dengan berbagai faktor alasan.
Pada Pasal 10 Ayat (1) UU TPKS dijelaskan, setiap orang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain, atau menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena pemaksaan perkawinan. Ancamannya bagi pelaku pidana paling lama 9 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200 juta.
Pasal tersebut menjadi acuan yang jelas bagi kami untuk terus menyuarakan dalam menekan angka pernikahan dini di kabupaten Garut.
Kami ucapkan Selamat atas disahkannya UU TPKS, semoga perempuan-perempuan selalu punya suara yang di dengar.