Ustadz Abdul Razaq pada Syawalan HIMPAUDI Mergangsan: Mendidik dengan Hati, Istiqomah dalam Kebaikan
Berita Warga

Atmago.com, Yogyakarta----Lebih dari 65 pendidik dari Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI) Kemantren Mergangsan, Kota Yogyakarta, berkumpul di Den Neny Resfo, Tamansiswa, Yogyakarta dalam acara Syawalan atau Halal Bihalal, Sabtu (12/4/2025).
Kegiatan ini menjadi ruang refleksi dan muhasabah, bukan hanya sebagai ajang silaturahmi, tapi juga sebagai penguat semangat pengabdian untuk generasi masa depan.
Ketua HIMPAUDI Kemantren Mergangsan, Soemirah, S.Pd., dalam sambutan pembukanya mengajak seluruh peserta untuk mempererat ikatan, saling memaafkan, dan bersinergi demi pendidikan anak usia dini yang lebih bermakna.
“Mari kita jadikan momen Syawalan ini bukan sekadar seremoni, tapi juga sebagai refleksi dan penguat kebersamaan dalam mendidik generasi bangsa,” ucapnya tulus.
Dengan tema "Merajut Silaturahmi, Menguatkan Sinergi, Mewujudkan Generasi Berintegritas dan Peduli", kegiatan ini juga dihadiri oleh Ketua HIMPAUDI Kota Yogyakarta, Maya Veri Oktavia. Dalam sambutannya, Maya menegaskan bahwa kesederhanaan acara tidak mengurangi kekuatan maknanya.
“Kesederhanaan bukan penghalang untuk memperkuat niat baik dan langkah mulia dalam mendidik,” katanya menyentuh hati.
Tausiyah halal BI halal disampaikan Ustadz Abdul Razaq, M.Si., dosen ASMI Desanta sekaligus pendidik yang pernah mengabdi di TK. Ia menyampaikan pesan-pesan yang menggugah untuk terus melakukan amal kebaikan.
“Syawal adalah momentum untuk muhasabah dan memperbaiki diri. Kita ini adalah para pendidik, maka tanyakanlah pada diri sendiri, apa kontribusi kita selama ini dalam membentuk karakter anak-anak bangsa?” ucapnya.
Mengutip QS. Al-Hasyr:18, Ustadz Abdul Razaq menekankan pentingnya takwa dan kesadaran diri dalam menata langkah ke depan. Ia juga mengajak peserta memahami tiga nilai utama dari Syawal menurut para salafus salih: Irtifa’a (peningkatan), Ibtidā’ al-Khoir (permulaan yang baik), dan Istimror (berkelanjutan).
“Jangan menjadi hamba Ramadhan, jadilah hamba Rabb. Amalan kecil yang dilakukan terus-menerus jauh lebih dicintai Allah daripada yang besar tapi sesaat,” tegasnya, mengutip hadist dari Bukhari dan Muslim.
Ia juga menegaskan bahwa amal sederhana, seperti senyum yang tulus, bisa bernilai besar di sisi Allah.
Syawalan ini menjadi penanda bahwa pendidikan bukan sekadar rutinitas, melainkan ladang amal yang penuh nilai spiritual. Semangat mendidik tak hanya lahir dari ilmu, tapi juga dari hati yang bersih, niat yang lurus, dan silaturahmi yang tak putus. (KangRozaq)
Kegiatan ini menjadi ruang refleksi dan muhasabah, bukan hanya sebagai ajang silaturahmi, tapi juga sebagai penguat semangat pengabdian untuk generasi masa depan.
Ketua HIMPAUDI Kemantren Mergangsan, Soemirah, S.Pd., dalam sambutan pembukanya mengajak seluruh peserta untuk mempererat ikatan, saling memaafkan, dan bersinergi demi pendidikan anak usia dini yang lebih bermakna.
“Mari kita jadikan momen Syawalan ini bukan sekadar seremoni, tapi juga sebagai refleksi dan penguat kebersamaan dalam mendidik generasi bangsa,” ucapnya tulus.
Dengan tema "Merajut Silaturahmi, Menguatkan Sinergi, Mewujudkan Generasi Berintegritas dan Peduli", kegiatan ini juga dihadiri oleh Ketua HIMPAUDI Kota Yogyakarta, Maya Veri Oktavia. Dalam sambutannya, Maya menegaskan bahwa kesederhanaan acara tidak mengurangi kekuatan maknanya.
“Kesederhanaan bukan penghalang untuk memperkuat niat baik dan langkah mulia dalam mendidik,” katanya menyentuh hati.
Tausiyah halal BI halal disampaikan Ustadz Abdul Razaq, M.Si., dosen ASMI Desanta sekaligus pendidik yang pernah mengabdi di TK. Ia menyampaikan pesan-pesan yang menggugah untuk terus melakukan amal kebaikan.
“Syawal adalah momentum untuk muhasabah dan memperbaiki diri. Kita ini adalah para pendidik, maka tanyakanlah pada diri sendiri, apa kontribusi kita selama ini dalam membentuk karakter anak-anak bangsa?” ucapnya.
Mengutip QS. Al-Hasyr:18, Ustadz Abdul Razaq menekankan pentingnya takwa dan kesadaran diri dalam menata langkah ke depan. Ia juga mengajak peserta memahami tiga nilai utama dari Syawal menurut para salafus salih: Irtifa’a (peningkatan), Ibtidā’ al-Khoir (permulaan yang baik), dan Istimror (berkelanjutan).
“Jangan menjadi hamba Ramadhan, jadilah hamba Rabb. Amalan kecil yang dilakukan terus-menerus jauh lebih dicintai Allah daripada yang besar tapi sesaat,” tegasnya, mengutip hadist dari Bukhari dan Muslim.
Ia juga menegaskan bahwa amal sederhana, seperti senyum yang tulus, bisa bernilai besar di sisi Allah.
Syawalan ini menjadi penanda bahwa pendidikan bukan sekadar rutinitas, melainkan ladang amal yang penuh nilai spiritual. Semangat mendidik tak hanya lahir dari ilmu, tapi juga dari hati yang bersih, niat yang lurus, dan silaturahmi yang tak putus. (KangRozaq)