Sejarah pabrik gula kebonagung
Citizen News

Abstrak : Sejarah perkembangan perekonomian di Indonesia tentunya tidak bisa dilepaskan dari peranan perkebunan gula yang muncul sekitar abad 19 sebagai akibat dari adanya tanam paksa. Dari hal ini kemudian muncul lah banyak pabrik gula di Indonesia. Salah sataunya adalah yang berada di daerah Malang. Pada masanya Pabrik yang bernama PG Kebon Agung ini mempunyai peranan penting bagi ekonomi. Pabrik ini merupakan salah satu pabrik tertua yang ada di daerah Malang.
Kata Kunci : Pabrik Gula, Gula, Peranan, lapanagn pekerjaan
PG Kebon Agung berlokasi di desa KebonAgung Pakisaji kabupaten Malang dengan ketinggian sekitar 480m dpl dan bertemperatur antara 26-27 derajat celsius dan berjarak kurang lebih sekitar 5 km dari jalan raya Malang dan Blitar. PG Kebon Agung yang didirikan tahun 1905 sedikit banyak mewarnai sejarah pergulaan di Indonesia, di wilayah Malang sendiri pada masa itu sudah banyak juga terdapat pabrik Gula yang lainnya. Awal berdirinya pabrik ini berasal dari surat ijin pemerintah Hindia Belanda yang diberikan kepada Caspar Joseph Pabst no 3 tahun 1902 yang berisi ijin untuk mendirikan sebuah pabrik gula di wilayah sengguruh Kabupaten Malang. Namun karena jeleknya harga gula pada masa itu C.J.Pabst tidak dapat mendapatkan modal sendiri untuk mendirikan pabrik ini meskipun dia sendiri adalah seorang penanam tebu. Pada masa selanjutnya ijin tersebut diambil alih oleh Ny. Sophie oosthoek istri seorang makelar kaya asal surabaya yang kemudian melimpahkannya kepada seorang pedagang chuna yang ada di surabaya yang bernama Tan Tjwan bie.
Tan tjwan bie kemudian mengambil alih konsesi kebon agung untuk meneruskan dan mengelola pabrik itu. Namun dengan sedikitnya waktu yang didapatkan, Tan Tjwan Bie meminta perpanjangan waktu untuk pengusahaannya dari sebelumnya 21 Juli 1905 berakhir diundur hingga Desember 1906 dengan arti sebelum Juli 1905 telah dimulai proses pembelian tanah untuk pabrik itu dan juga proses pembangunan untuk pabrik. Sementara itu di pihak lain, para pabrik gula di wilayah Malang sendiri sedikit keberatan dengan didiriikannya pabrik tersebut, terutama PG yang berdekatan lokasinya dengan PG tersebut. Mereka takut akan terjadi perebutan lahan karena sebelumnya telah ditetapkan batas-batas kepemilikan tanah.
Tepat tanggal 21 Juli 1905 atau batas awal akhir pembelian, PG kebon Agung berdiri dengan kepemilikan oleh Tan Tjwan Bie serta merupakan perusahaan perorangan hingga tahun 1917. PG kebonagung memulai aktifitasnya tahun 1908 dengan produksi 8000 pikuls tebu atau setara dengan 5000 kuintal tebu perharinya. Tahun 1913 kapasitas produksi pabrik dinaikkan menjadi 10000 pikuls tebu perharinya. Dalam data tersebut juga dituilskan bahwa selama kepemilikan Tan Tjwan Bie telah terjadi pergantian Administrateur dari Kwee Lian Tik ke Tan Boen Tjiang.
Pada tahun 1917 pengelolaan PG kebon agung diserahkan kepada Naamloze Vennotschap (NV) & Lanbow Maatschapij Tiedeman & van kerchem (TvK) yang sekaligus menjadi direksinya. Pada tanggal 20 Maret 1918 bentuk usaha yang semula perorangan dirubah menjadi usaha perseroan dengan nama NV Suikerfabriek Keboen Agoeng dan Tan Tjwan Bie sebagai direkturnya. Tahun 1920 di koran Java diberitakan bahwa dan yang digunakan untuk PG ini telah mencapai 2 juta Gulden dari sebelumnya yang hanya 10ribu Gulden. Untuk mengembangkan usahanya pada masa itu PG ini mencari kredit dengan menghipotikkan kepada De Javasche Bank daerah Malang. Namun karena terjadi depresi ekonomi tahun 1929 pabrik ini tidak mampu membayar tagihannya sehingga tahun 1932 seluruh saham perseroan tergadaikan dan pada tahun 1935 seluruh saham perseroan telah sepenuhnya dimiliki oleh De Javasche Bank. De Javasche Bank sebagai pemilik saham keseluruhan memiliki peranan sangat besar sehingga memliki keleluasaan dalam mengelola perusahaan.ketika bank ini menguasai PG Kedawoeng terjadi renovasi tahap I seperti yang terlihat pada bagian depan pabrik.
Pada periode perang dunia II, terutama setelah serangan Jepang ke Pearl Harbour 8 Desember 1941, industri gula di Indonesia berpindah tangan dari pemerintah Hindia Belanda ke tangan Jepang. Pada masa ini banyak pabrik gula di Indonesia diubah fungsinya untuk keperluan perang Jepang, tak terkecuali PG Kebon Agung ini yang datanya tidak jelas namun konon pada masa itu PG kebon agung tidak memproduksi gula melainkan menggiling batu untuk keperluan pembangunan Jepang.
Setelah Proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945, terjadi banyak perebutan kekuasaan dengan tentara Jepang yang di lain pihak juga terjadi banyak pertempuran dengan Belanda yang ingin mengambil kembali tanah jajahannya. Hal ini juga terkait dengan kurangnya perhatian pemerintah terhadap Pergulaan Nasional karena terlalu sibuk mengurusi urusan politik yang masih carut marut di dalam negeri. Namun, setelah hal ini terjadi pemerintah mengeluarkan PP no. 3 Tahun 1946 tentang pendirian Badan Penyelenggara Perusahaan Gula Negara (BPPGN) dan PP no. 4 Tahun 1946 tentang Pusat Perkebunan Negeri (PPN) untuk mengurusi industri pergulaan yang sempat mandek selama masa Jepang.
Dengan berdirinya BPPGN dan PPN ini perkebunan Gula yang pada masa Jepang tidak bekerja sama sekali sedikit demi sedikit mulai ditat kembali untuk melanjutkan pekrejaannya yang sempat tertunda bertahun-tahun. Namun hal ini tidak bisa berjalan mulus begitu saja, ketika Agresi Militer Belanda I terjadi banyak pabrik gula dan gedung-gedung yang menjadi sasaran pengeboman Belanda, apalagi setelah Agresi Militer Belanda II banyak pabrik gula yang dikuasai Belanda. Hal ini membuat BPPGN dan PPN tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga pemerintah akhirnya membubarkan dua instansi Nasional ini terhitung sejak 21 Desember 1949.
Tanggal 8 Maret 1950 keluar pengumuman No. 2 tahun 1950 tentang pembentukan panitia pengembalian perusahaan perkebunan kepada pemiliknya yang diketuai oleh residen masng-masing yang salah satu tugasnya adalah untuk membri masukan kepada gubernir serta menginventarisasi perkebunan dan pabrik gula yang ada di Nusantara. Rehabilitasi pabrik gula mulai dilaksanakan setelah dikembalikan kepada pemiliknya, di Jawa Timur sendiri pada tahun 1952 terdapat 29 Pabrik Gula dalam keadaan baik (temasuk PG Kebon Agung), 5 dalam tahp rehabilitasi dan 34 dalam kondisi buruk. Pada periode ini terjadi peristiwa yang sangat penting yakni pada tanggal 16 November 1954 melalui rapat umum pemegang saham, diputuskan bahwa Tan Tjwan Bie diberhentikan secara hormat sebagi Direktur dan perseroan diberikan kepada Spaarfonds voor Beambten van De Bank Indonesia (Bank Indonesia). Pada rentang waktu itu PG Kebon Agung diserahkan kembali kepada Tiedeman & vanKerchem (TvK) sebelum akhirnya dinasionalisasi 3 tahun kemudian.
Saat terjadinya aksi pembebasan Irian Barat tahun 1957, seluruh perusahaan yang ada di Indonesia dinasionalisasi termasuk PG Kebon Agung ini yang pengelolaanya dibawah Badan Pimpinan Umum-Perusahaan Perkebunan Negara (BPU-PPN). PG ini sendiri berada di bawah inspeksi BPU-PPN daerah VII yang berpusat di Surabaya. Periode ini dapat diartikan pengalihan tenaga kerja dari tenaga asing yang pada waktu itu sangat dominan menjadi tenaga kerja pribumi.
Setelah BPU-PPN Gula dilikiudasi pada tahun 1967, tahun 1968 pemerintah Indonesia menegluarkan kebijakan untuk meninjau kembali oerusahaan0perusahaan nasional yang telah dinasionalisasi, dan berdasarkan PP no. 3 tahun 1986 PG Kebon Agung dikembalikan kembali pada Yayasan Dana Tabungan Pegawai Bank Indonesia dan Yayasan Dana Pensiun dan Tunjangan Hari Tua Bank Indonesia. Berdasarkan hal ini, Bank Indonesia Unit I (sekarang Bank Indonesia) yang bertindak sebagi pengurus dua pemilik saham diatas menunjuk PT Biro Usaha Management Tri Gunabina sebagai pengelola PG Kebon Agung pada tanggal 17 Juni 1968. Dengan hal ini terhitung sejak 1 Juli 1968 PT Tri Gunabina bertindak sebagi penuh selaku direksi PG Kebon Agung yang sekaligus membawahi PG Triangkil yang ada di Jawa Tengah.
Pada tahun 1976-1978 PG Kebon Agung mencanangkan Program Rehabilitasi dan Modernisasi (RPM). Dari program ini telah dilakukan antara lain penambahan kapasitas produksi gula, perbaikan dan penggantian mesin-mesin yang sudah dimakan usia sebanyak 70-80%, dan tahun 1977 merupakan Renovasi tahap II yang telah dicanangkan pada RPM ini. Pada tanggal 25 Februari 1992, Bank Indonesia mendirikan Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia (YKK-BI) dan memutuskan yayasan inilah yang menjadi pemegang saham tunggal PG Kebon Agung.
Pada tahun 1993 pengoperasian PG Kebon Agung telah mencapai 75 tahun, maka dari itulah kemudian diberikan akta Notaris pengganti yang sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku yang mengisyaratkan bahwa pengoperasian PG ini diperpanjang hingga 75 tahun lagi sekaligus mengubah nama menjadi PT Kebon Agung dari sebelumnya PT PG Kebon Agung.
Kata Kunci : Pabrik Gula, Gula, Peranan, lapanagn pekerjaan
PG Kebon Agung berlokasi di desa KebonAgung Pakisaji kabupaten Malang dengan ketinggian sekitar 480m dpl dan bertemperatur antara 26-27 derajat celsius dan berjarak kurang lebih sekitar 5 km dari jalan raya Malang dan Blitar. PG Kebon Agung yang didirikan tahun 1905 sedikit banyak mewarnai sejarah pergulaan di Indonesia, di wilayah Malang sendiri pada masa itu sudah banyak juga terdapat pabrik Gula yang lainnya. Awal berdirinya pabrik ini berasal dari surat ijin pemerintah Hindia Belanda yang diberikan kepada Caspar Joseph Pabst no 3 tahun 1902 yang berisi ijin untuk mendirikan sebuah pabrik gula di wilayah sengguruh Kabupaten Malang. Namun karena jeleknya harga gula pada masa itu C.J.Pabst tidak dapat mendapatkan modal sendiri untuk mendirikan pabrik ini meskipun dia sendiri adalah seorang penanam tebu. Pada masa selanjutnya ijin tersebut diambil alih oleh Ny. Sophie oosthoek istri seorang makelar kaya asal surabaya yang kemudian melimpahkannya kepada seorang pedagang chuna yang ada di surabaya yang bernama Tan Tjwan bie.
Tan tjwan bie kemudian mengambil alih konsesi kebon agung untuk meneruskan dan mengelola pabrik itu. Namun dengan sedikitnya waktu yang didapatkan, Tan Tjwan Bie meminta perpanjangan waktu untuk pengusahaannya dari sebelumnya 21 Juli 1905 berakhir diundur hingga Desember 1906 dengan arti sebelum Juli 1905 telah dimulai proses pembelian tanah untuk pabrik itu dan juga proses pembangunan untuk pabrik. Sementara itu di pihak lain, para pabrik gula di wilayah Malang sendiri sedikit keberatan dengan didiriikannya pabrik tersebut, terutama PG yang berdekatan lokasinya dengan PG tersebut. Mereka takut akan terjadi perebutan lahan karena sebelumnya telah ditetapkan batas-batas kepemilikan tanah.
Tepat tanggal 21 Juli 1905 atau batas awal akhir pembelian, PG kebon Agung berdiri dengan kepemilikan oleh Tan Tjwan Bie serta merupakan perusahaan perorangan hingga tahun 1917. PG kebonagung memulai aktifitasnya tahun 1908 dengan produksi 8000 pikuls tebu atau setara dengan 5000 kuintal tebu perharinya. Tahun 1913 kapasitas produksi pabrik dinaikkan menjadi 10000 pikuls tebu perharinya. Dalam data tersebut juga dituilskan bahwa selama kepemilikan Tan Tjwan Bie telah terjadi pergantian Administrateur dari Kwee Lian Tik ke Tan Boen Tjiang.
Pada tahun 1917 pengelolaan PG kebon agung diserahkan kepada Naamloze Vennotschap (NV) & Lanbow Maatschapij Tiedeman & van kerchem (TvK) yang sekaligus menjadi direksinya. Pada tanggal 20 Maret 1918 bentuk usaha yang semula perorangan dirubah menjadi usaha perseroan dengan nama NV Suikerfabriek Keboen Agoeng dan Tan Tjwan Bie sebagai direkturnya. Tahun 1920 di koran Java diberitakan bahwa dan yang digunakan untuk PG ini telah mencapai 2 juta Gulden dari sebelumnya yang hanya 10ribu Gulden. Untuk mengembangkan usahanya pada masa itu PG ini mencari kredit dengan menghipotikkan kepada De Javasche Bank daerah Malang. Namun karena terjadi depresi ekonomi tahun 1929 pabrik ini tidak mampu membayar tagihannya sehingga tahun 1932 seluruh saham perseroan tergadaikan dan pada tahun 1935 seluruh saham perseroan telah sepenuhnya dimiliki oleh De Javasche Bank. De Javasche Bank sebagai pemilik saham keseluruhan memiliki peranan sangat besar sehingga memliki keleluasaan dalam mengelola perusahaan.ketika bank ini menguasai PG Kedawoeng terjadi renovasi tahap I seperti yang terlihat pada bagian depan pabrik.
Pada periode perang dunia II, terutama setelah serangan Jepang ke Pearl Harbour 8 Desember 1941, industri gula di Indonesia berpindah tangan dari pemerintah Hindia Belanda ke tangan Jepang. Pada masa ini banyak pabrik gula di Indonesia diubah fungsinya untuk keperluan perang Jepang, tak terkecuali PG Kebon Agung ini yang datanya tidak jelas namun konon pada masa itu PG kebon agung tidak memproduksi gula melainkan menggiling batu untuk keperluan pembangunan Jepang.
Setelah Proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945, terjadi banyak perebutan kekuasaan dengan tentara Jepang yang di lain pihak juga terjadi banyak pertempuran dengan Belanda yang ingin mengambil kembali tanah jajahannya. Hal ini juga terkait dengan kurangnya perhatian pemerintah terhadap Pergulaan Nasional karena terlalu sibuk mengurusi urusan politik yang masih carut marut di dalam negeri. Namun, setelah hal ini terjadi pemerintah mengeluarkan PP no. 3 Tahun 1946 tentang pendirian Badan Penyelenggara Perusahaan Gula Negara (BPPGN) dan PP no. 4 Tahun 1946 tentang Pusat Perkebunan Negeri (PPN) untuk mengurusi industri pergulaan yang sempat mandek selama masa Jepang.
Dengan berdirinya BPPGN dan PPN ini perkebunan Gula yang pada masa Jepang tidak bekerja sama sekali sedikit demi sedikit mulai ditat kembali untuk melanjutkan pekrejaannya yang sempat tertunda bertahun-tahun. Namun hal ini tidak bisa berjalan mulus begitu saja, ketika Agresi Militer Belanda I terjadi banyak pabrik gula dan gedung-gedung yang menjadi sasaran pengeboman Belanda, apalagi setelah Agresi Militer Belanda II banyak pabrik gula yang dikuasai Belanda. Hal ini membuat BPPGN dan PPN tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga pemerintah akhirnya membubarkan dua instansi Nasional ini terhitung sejak 21 Desember 1949.
Tanggal 8 Maret 1950 keluar pengumuman No. 2 tahun 1950 tentang pembentukan panitia pengembalian perusahaan perkebunan kepada pemiliknya yang diketuai oleh residen masng-masing yang salah satu tugasnya adalah untuk membri masukan kepada gubernir serta menginventarisasi perkebunan dan pabrik gula yang ada di Nusantara. Rehabilitasi pabrik gula mulai dilaksanakan setelah dikembalikan kepada pemiliknya, di Jawa Timur sendiri pada tahun 1952 terdapat 29 Pabrik Gula dalam keadaan baik (temasuk PG Kebon Agung), 5 dalam tahp rehabilitasi dan 34 dalam kondisi buruk. Pada periode ini terjadi peristiwa yang sangat penting yakni pada tanggal 16 November 1954 melalui rapat umum pemegang saham, diputuskan bahwa Tan Tjwan Bie diberhentikan secara hormat sebagi Direktur dan perseroan diberikan kepada Spaarfonds voor Beambten van De Bank Indonesia (Bank Indonesia). Pada rentang waktu itu PG Kebon Agung diserahkan kembali kepada Tiedeman & vanKerchem (TvK) sebelum akhirnya dinasionalisasi 3 tahun kemudian.
Saat terjadinya aksi pembebasan Irian Barat tahun 1957, seluruh perusahaan yang ada di Indonesia dinasionalisasi termasuk PG Kebon Agung ini yang pengelolaanya dibawah Badan Pimpinan Umum-Perusahaan Perkebunan Negara (BPU-PPN). PG ini sendiri berada di bawah inspeksi BPU-PPN daerah VII yang berpusat di Surabaya. Periode ini dapat diartikan pengalihan tenaga kerja dari tenaga asing yang pada waktu itu sangat dominan menjadi tenaga kerja pribumi.
Setelah BPU-PPN Gula dilikiudasi pada tahun 1967, tahun 1968 pemerintah Indonesia menegluarkan kebijakan untuk meninjau kembali oerusahaan0perusahaan nasional yang telah dinasionalisasi, dan berdasarkan PP no. 3 tahun 1986 PG Kebon Agung dikembalikan kembali pada Yayasan Dana Tabungan Pegawai Bank Indonesia dan Yayasan Dana Pensiun dan Tunjangan Hari Tua Bank Indonesia. Berdasarkan hal ini, Bank Indonesia Unit I (sekarang Bank Indonesia) yang bertindak sebagi pengurus dua pemilik saham diatas menunjuk PT Biro Usaha Management Tri Gunabina sebagai pengelola PG Kebon Agung pada tanggal 17 Juni 1968. Dengan hal ini terhitung sejak 1 Juli 1968 PT Tri Gunabina bertindak sebagi penuh selaku direksi PG Kebon Agung yang sekaligus membawahi PG Triangkil yang ada di Jawa Tengah.
Pada tahun 1976-1978 PG Kebon Agung mencanangkan Program Rehabilitasi dan Modernisasi (RPM). Dari program ini telah dilakukan antara lain penambahan kapasitas produksi gula, perbaikan dan penggantian mesin-mesin yang sudah dimakan usia sebanyak 70-80%, dan tahun 1977 merupakan Renovasi tahap II yang telah dicanangkan pada RPM ini. Pada tanggal 25 Februari 1992, Bank Indonesia mendirikan Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia (YKK-BI) dan memutuskan yayasan inilah yang menjadi pemegang saham tunggal PG Kebon Agung.
Pada tahun 1993 pengoperasian PG Kebon Agung telah mencapai 75 tahun, maka dari itulah kemudian diberikan akta Notaris pengganti yang sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku yang mengisyaratkan bahwa pengoperasian PG ini diperpanjang hingga 75 tahun lagi sekaligus mengubah nama menjadi PT Kebon Agung dari sebelumnya PT PG Kebon Agung.