PENGUATAN KAPASITAS PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PEMANTAUAN DAN PENCEGAHAN PERKAWINAN ANAK
Berita Warga

Bertempat di ruang pertemuan RM Surya pada hari ini 10 Oktober 2024, diselenggarakan Penguatan Kapasitas Pemangku Kepentingan dalam pemantauan dan Pencegahan Perkawinan Anak yang diselenggarakan oleh Dinas PMDPPKBP3A Kabupaten Barru bekerjasama dengan USAID ERAT. Kegiatan yang difasilitasi oleh YASMIB diikuti oleh 37 peserta lintas sektor antara lain Bappelitbangda, Dinas Kesehatan, DInas Pendidikan, Dins Sosial, Dinas Kominfo, Kementerian Agama, Pukesmas, Desa, LSM, PATBM, PKK dan Posyandu.
Materi yang disampaikan terkait Keadilan Gender dan Inklusivitas dalam Pemberian layanan pencegahan dan penanganan perkawinan anak; Pemantauan pencegahan dan penanganan perkawinan anak berbasis layanan yang terintegrasi dengan isu stunting, ATS dan Kemiskinan. Materi disampaikan ibu Rosniati dari Yasmib Makassar.
Fenomena pernikahan dini, banyak terjadi dikalangan masyarakat dan bukan merupakan fenomena baru yang muncul belakangan ini, tapi sudah banyak terjadi dari dulu hingga sekarang. Fenomena tersebut sudah tidak asing lagi didengar dimasyarakat. Sampai saat ini, kita sudah sering mendengar pernikahan dini tidak hanya dikalangan masyarakat adat tetapi telah merambah di kalangan pelajar sekolah yang mestinya fokus menuntut ilmu dan mengembangkan bakat.
Bahwa perkawinan anak dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap hak-hak terhadap anak karena dengan pernikahan maka anak tersebut kehilangan hak-hak tertentu yang seharusnya diperoleh oleh anak tersebut seperti hak untuk tumbuh, hak pendidikan, hak kesehatan, hak kebebasan serta hak atas pengasuhan. Oleh karena itu pernikahan anak dianggap sebagai perilaku kekerasan terhadap anak karena pernikahan anak membuat mereka tidak mendapatkan hak mereka sebagai anak.
Pemangku Kepentingan berkolaborasi untuk mencegah perkawinan anak. Jon Rantepadang dari LSM DAUN HIjau mengemukakan bahwa LSM sebagai salah satu pemangku kepentingan berperan untuk: melakukan advokasi hukum terhadap anak untuk memenuhi hak-haknya, meningkatkan kesadaran tentang pesan kunci yang sensitif gender; Orangtua, Pengasuh, dan Komunitas telah meningkatkan praktek-praktek pengasuhan, mempromosikan norma-norma sosial yang positif, dan mencegah pernikahan anak-anak, memberikan pemahaman bahwa hak-hak anak dan perempuan itu perlu diperjuangkan, memberikan pendidikan dan kesadaran kepada masyarakat tentang konsekuensi pernikahan usia anak, melakukan kampanye sosial untuk meningkatkan kesadaran dan mengubah pandangan masyarakat terhadap pernikahan usia anak serta mengedukasi masyarakat tentang dampak negatif pernikahan usia anak dan pentingnya memberikan kesempatan yang setara bagi anak-anak.
Materi yang disampaikan terkait Keadilan Gender dan Inklusivitas dalam Pemberian layanan pencegahan dan penanganan perkawinan anak; Pemantauan pencegahan dan penanganan perkawinan anak berbasis layanan yang terintegrasi dengan isu stunting, ATS dan Kemiskinan. Materi disampaikan ibu Rosniati dari Yasmib Makassar.
Fenomena pernikahan dini, banyak terjadi dikalangan masyarakat dan bukan merupakan fenomena baru yang muncul belakangan ini, tapi sudah banyak terjadi dari dulu hingga sekarang. Fenomena tersebut sudah tidak asing lagi didengar dimasyarakat. Sampai saat ini, kita sudah sering mendengar pernikahan dini tidak hanya dikalangan masyarakat adat tetapi telah merambah di kalangan pelajar sekolah yang mestinya fokus menuntut ilmu dan mengembangkan bakat.
Bahwa perkawinan anak dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap hak-hak terhadap anak karena dengan pernikahan maka anak tersebut kehilangan hak-hak tertentu yang seharusnya diperoleh oleh anak tersebut seperti hak untuk tumbuh, hak pendidikan, hak kesehatan, hak kebebasan serta hak atas pengasuhan. Oleh karena itu pernikahan anak dianggap sebagai perilaku kekerasan terhadap anak karena pernikahan anak membuat mereka tidak mendapatkan hak mereka sebagai anak.
Pemangku Kepentingan berkolaborasi untuk mencegah perkawinan anak. Jon Rantepadang dari LSM DAUN HIjau mengemukakan bahwa LSM sebagai salah satu pemangku kepentingan berperan untuk: melakukan advokasi hukum terhadap anak untuk memenuhi hak-haknya, meningkatkan kesadaran tentang pesan kunci yang sensitif gender; Orangtua, Pengasuh, dan Komunitas telah meningkatkan praktek-praktek pengasuhan, mempromosikan norma-norma sosial yang positif, dan mencegah pernikahan anak-anak, memberikan pemahaman bahwa hak-hak anak dan perempuan itu perlu diperjuangkan, memberikan pendidikan dan kesadaran kepada masyarakat tentang konsekuensi pernikahan usia anak, melakukan kampanye sosial untuk meningkatkan kesadaran dan mengubah pandangan masyarakat terhadap pernikahan usia anak serta mengedukasi masyarakat tentang dampak negatif pernikahan usia anak dan pentingnya memberikan kesempatan yang setara bagi anak-anak.