MENILIK NILAI-NILAI BUDAYA GOTONG ROYONG Oleh: ZULKARNA
Berita Warga

Gotong royong merupakan salah satu budaya Indonesia yang memiliki falsafah kerja sama antar rakyat atau masyarakat demi mencapai satu tujuan (Prof. Soepomo dan presiden Soekarno). Dengan tercapainya tujuan tersebut diharapkan semua rakyat merasakan hasilnya bersama - bersama. Bukankah sesuatu yang dikerjakan secara bersama-sama akan lebih mudah terselesaikan dibanding jika dikerjakan sendiri-sendiri.
Gotong royong juga sangat banyak manfaatnya, khususnya untuk menjalin silaturrahim antar masyarakat. Rasulullah bersabda “Barang siapa yang ingin dimudahkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka, bersilaturrahmi”. Silaturrahmi adalah bukan saja merupakan aktivitas psikis tapi juga fisik, maka rizki bisa datang dengan berbagai cara.
Pertemuan antar saudara maupun sahabat bisa mendatangkan peluang, baik peluang kerja maupun peluang bisnis yang tentunya akan mendatangkan rizki baik berupa kesehatan, informasi, maupun rizki berupa materi. Selanjutnya pada momen pertemuan satu sama lainnya pasti akan mengucapkan salam yang intinya saling mendoakan agar selamat dan panjang umur.
Dulu, masyarakat Indonesia sangat dikenal dengan budaya gotong royong. Apapun dilakukan dengan bersama-sama. Panen padi, membangun rumah, melaksanakan acara adat dan lain-lain selalu dilakukan secara gotong royong. Susah senang bersama, nuansa kebersamaan dan keakraban antar sesama warga masyarakat sungguh melahirkan rasa damai, tentram dan sejahtera.
Namun dengan berjalannya waktu diiringi dinamika teknologi informasi yang begitu cepat berdampak pada pergeseran budaya. Dinamika gaya hidup berdampak pada orientasi masyarakat yang cendrung materialistis sehingga melahirkan individu-individu bersifat individualis yang menempatkan kepentingan pribadi di atas segala-galanya. Hal ini membuat budaya gotong royong telah terkikis, bahkan sebagian masyarakat telah melupakan akan pentingnya gotong royong.
Masyarakat kita sudah banyak yang tidak mengenal tetangga sendiri karena mereka jarang sekali bertemu. Hidup mereka hanya diisi dengan aktivitas-aktivitas yang menjurus pada kepuasan akan pemenuhan kebutuhan materi. Mereka berangkat pagi pulang petang bahkan cinta kasih kepada anak dilupakan demi sebuah ambisi pribadi belaka. Gotong royong seakan telah menjadi barang langka bahkan akhir-akhir ini rasanya sangat sulit menemukan kegiatan gotong royong di tengah-tengah masyarakat kita.
Kalau kita renungkan dan sadari bersama bahwa budaya gotong royong manfaatnya sangat besar. Dengan gotong royong pekerjaan berat akan menjadi ringan, pekerjaan yang berbiaya mahal akan menjadi murah dan pekerjaan yang membutuhkan waktu lama akan bisa dikerjakan dengan waktu singkat, serta yang tak kalah pentingnya adalah dengan gotong royong dapat meningkatkan solidaritas.
Marquart mengatakan: “there is a wishdom in a crowded people”. Kebijakan ada pada sekerumunan orang. Artinya semakin banyak kepala, maka semakin banyak ide-ide cemerlang yang bisa dijadikan pijakan dalam menyelesaikan hambatan-hambatan yang dihadapi. Sehingga pada akhirnya segala sesuatu yang dikerjakan secara gotong royong akan menjadi lebih tepat sasaran (effective). (Zul)
Gotong royong juga sangat banyak manfaatnya, khususnya untuk menjalin silaturrahim antar masyarakat. Rasulullah bersabda “Barang siapa yang ingin dimudahkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka, bersilaturrahmi”. Silaturrahmi adalah bukan saja merupakan aktivitas psikis tapi juga fisik, maka rizki bisa datang dengan berbagai cara.
Pertemuan antar saudara maupun sahabat bisa mendatangkan peluang, baik peluang kerja maupun peluang bisnis yang tentunya akan mendatangkan rizki baik berupa kesehatan, informasi, maupun rizki berupa materi. Selanjutnya pada momen pertemuan satu sama lainnya pasti akan mengucapkan salam yang intinya saling mendoakan agar selamat dan panjang umur.
Dulu, masyarakat Indonesia sangat dikenal dengan budaya gotong royong. Apapun dilakukan dengan bersama-sama. Panen padi, membangun rumah, melaksanakan acara adat dan lain-lain selalu dilakukan secara gotong royong. Susah senang bersama, nuansa kebersamaan dan keakraban antar sesama warga masyarakat sungguh melahirkan rasa damai, tentram dan sejahtera.
Namun dengan berjalannya waktu diiringi dinamika teknologi informasi yang begitu cepat berdampak pada pergeseran budaya. Dinamika gaya hidup berdampak pada orientasi masyarakat yang cendrung materialistis sehingga melahirkan individu-individu bersifat individualis yang menempatkan kepentingan pribadi di atas segala-galanya. Hal ini membuat budaya gotong royong telah terkikis, bahkan sebagian masyarakat telah melupakan akan pentingnya gotong royong.
Masyarakat kita sudah banyak yang tidak mengenal tetangga sendiri karena mereka jarang sekali bertemu. Hidup mereka hanya diisi dengan aktivitas-aktivitas yang menjurus pada kepuasan akan pemenuhan kebutuhan materi. Mereka berangkat pagi pulang petang bahkan cinta kasih kepada anak dilupakan demi sebuah ambisi pribadi belaka. Gotong royong seakan telah menjadi barang langka bahkan akhir-akhir ini rasanya sangat sulit menemukan kegiatan gotong royong di tengah-tengah masyarakat kita.
Kalau kita renungkan dan sadari bersama bahwa budaya gotong royong manfaatnya sangat besar. Dengan gotong royong pekerjaan berat akan menjadi ringan, pekerjaan yang berbiaya mahal akan menjadi murah dan pekerjaan yang membutuhkan waktu lama akan bisa dikerjakan dengan waktu singkat, serta yang tak kalah pentingnya adalah dengan gotong royong dapat meningkatkan solidaritas.
Marquart mengatakan: “there is a wishdom in a crowded people”. Kebijakan ada pada sekerumunan orang. Artinya semakin banyak kepala, maka semakin banyak ide-ide cemerlang yang bisa dijadikan pijakan dalam menyelesaikan hambatan-hambatan yang dihadapi. Sehingga pada akhirnya segala sesuatu yang dikerjakan secara gotong royong akan menjadi lebih tepat sasaran (effective). (Zul)