Klub Baca Perempuan: Dari Komunitas Baca ke Gerakan Sosial
Berita Warga

Apa jadinya bila kaum perempuan, khususnya para ibu, tidak cerdas?
Pertanyaan itu mengusik Ida, panggilan akrab Nursyda Syam. Kiprahnya mencerdaskan kaum perempuan dan anak-anak di Lombok Utara patut diacungi jempol. Bukan saja karena ia seorang perempuan yang memberdayakan sesama perempuan, tapi juga karena militansi dan kegigihannya yang luar biasa.
Sejak 2006 ia menjalankan Klub Baca Perempuan di desa suaminya di Masbagik, Kabupaten Lombok Timur. Ia mengajak kawan-kawannya untuk bergerak menyebarkan virus membaca. Ia meminjamkan mereka buku-buku koleksi pribadinya. Namun, berbagai tentangan juga kecurigaan ia dapatkan. Ia diduga memiliki motif politis di balik gerakannya.
Setelah pindah ke kampung halamannya di Lombok Utara, perempuan kelahiran 17 Agustus 1980 justru bersemangat. Ia hendak mengabdi. Bagaimanapun, Ida berutang budi pada guru-guru, masyarakat, terutama pada ayah dan ibu yang telah mendidik dan membesarkannya.
Maka, ia mulai bergerilya, menawarkan buku-buku bacaan di depan usaha binatu yang ia rintis bersama suami. Ia juga keliling kampungnya, menawarkan buku-buku ke para ibu. Ia ceritakan kelebihan buku juga ceritkaan tokoh-tokoh setempat yang maju karena gemar baca.
Kesungguhan hati Ida berbuah kepercayaan. Orang tahu kalau ia melakukan itu tanpa pamrih. Tanpa ada embel-embel di belakang. Ia melakukan itu karena panggilan hati nuraninya. Bahwa seorang perempuan, apalagi telah berstatus sebagai ibu, haruslah cerdas. Biar sang ibu bisa mendidik anak-anaknya dengan sebaik-baiknya.
Untuk itu, Ida tidak berhenti pada tataran membaca. Ia juga mendirikan PAUD, TK, dan Sekolah Alam Anak Negeri pada 2011. Ia libatkan orang tua dalam proses belajar mengajar. Orang tua diwajibkan untuk mengikuti kelas keayahbundaan. Salah satu yang terkait dengan gerakan membaca adalah para orang tua perlu belajar membaca nyaring untuk anak-anaknya. Hal itu rupanya bisa meningkatkan ikatan batin antara anak dan orang tua.
Ida paham betul kekuatan membaca. Salah satunya adalah mengasah empati. Untuk itulah, Ida juga mengarahkan Klub Baca Perempuan ke gerakan sosial. Ida mengajak komunitas baca, masyarakat umum, relawan, donatur juga berbagai pihak yang peduli untuk bergerak bersama menjalankan misi sosial tersebut.
Pada saat gempa melanda Lombok tahun 2018, Ida dan komunitasnya bergerak menyalurkan bantuan. Ia menggunakan kekuatan media sosial dan jejaring yang telah ia bangun untuk melakukan itu. Para donatur dari berbagai penjuru Indonesia mengirimkan donasi. Ida yang mengoordinasikan itu semua di lapangan.
Begitu pula saat kemarau tiba dan membuat banyak desa di Lombok Utara kekeringan. Lewat komunitas yang ia dirikan, Ida membantu warga yang kesulitan air. Ia mengoordinasi pengiriman air menggunakan truk tangki. Bahkan, laporan dari warga mendorong ia mengumpulkan donasi lagi agar dibuat sumur bor.
Selain itu, kepedulian Ida dan komunitasnya pada para orang tua jompo di sekitarnya tak pudar hingga kini. Mereka secara berkala memasak makanan dan membagikan sembako pada lansia. Semua itu ia unggah lewat media sosial Facebook sebagai bentuk transparansi dan pertanggungjawaban kepada para donatur.
Meskipun mendapat banyak cemoohan hingga fitnah karena aksinya, Ida berusaha tidak peduli. Ia terus bergerak. Semangatnya terus dijaga oleh orang-orang baik di sekelilingnya. Meski tak berharap, tapi berbagai pihak akhirnya mengapresiasi kerja-kerja baik yang ia lakukan. Ia pernah diliput oleh Kick Andy!, mendapatkan Liputan 6 Awards, Perempuan Inspiratif Nova, diundang oleh Presiden Jokowi ke Istana Negara, dan berbagai apresiasi lainnya berskala nasional.
Semua itu tak lepas dari istikamah, konsistensi, keuletan, dan kegigihan Ida. Ia tidak hanya membaca untuk memintarkan dirinya. Namun, ia membumikan literasi dari kampung halamannya sendiri. Masyarakat telah merasakan manfaatnya.
#madanichallenge #ayomenulis #wargabantuwarga #citizenjournalist #advokasi #wargabantuwarga #AtmaGo #jurnalismewarga
Pertanyaan itu mengusik Ida, panggilan akrab Nursyda Syam. Kiprahnya mencerdaskan kaum perempuan dan anak-anak di Lombok Utara patut diacungi jempol. Bukan saja karena ia seorang perempuan yang memberdayakan sesama perempuan, tapi juga karena militansi dan kegigihannya yang luar biasa.
Sejak 2006 ia menjalankan Klub Baca Perempuan di desa suaminya di Masbagik, Kabupaten Lombok Timur. Ia mengajak kawan-kawannya untuk bergerak menyebarkan virus membaca. Ia meminjamkan mereka buku-buku koleksi pribadinya. Namun, berbagai tentangan juga kecurigaan ia dapatkan. Ia diduga memiliki motif politis di balik gerakannya.
Setelah pindah ke kampung halamannya di Lombok Utara, perempuan kelahiran 17 Agustus 1980 justru bersemangat. Ia hendak mengabdi. Bagaimanapun, Ida berutang budi pada guru-guru, masyarakat, terutama pada ayah dan ibu yang telah mendidik dan membesarkannya.
Maka, ia mulai bergerilya, menawarkan buku-buku bacaan di depan usaha binatu yang ia rintis bersama suami. Ia juga keliling kampungnya, menawarkan buku-buku ke para ibu. Ia ceritakan kelebihan buku juga ceritkaan tokoh-tokoh setempat yang maju karena gemar baca.
Kesungguhan hati Ida berbuah kepercayaan. Orang tahu kalau ia melakukan itu tanpa pamrih. Tanpa ada embel-embel di belakang. Ia melakukan itu karena panggilan hati nuraninya. Bahwa seorang perempuan, apalagi telah berstatus sebagai ibu, haruslah cerdas. Biar sang ibu bisa mendidik anak-anaknya dengan sebaik-baiknya.
Untuk itu, Ida tidak berhenti pada tataran membaca. Ia juga mendirikan PAUD, TK, dan Sekolah Alam Anak Negeri pada 2011. Ia libatkan orang tua dalam proses belajar mengajar. Orang tua diwajibkan untuk mengikuti kelas keayahbundaan. Salah satu yang terkait dengan gerakan membaca adalah para orang tua perlu belajar membaca nyaring untuk anak-anaknya. Hal itu rupanya bisa meningkatkan ikatan batin antara anak dan orang tua.
Ida paham betul kekuatan membaca. Salah satunya adalah mengasah empati. Untuk itulah, Ida juga mengarahkan Klub Baca Perempuan ke gerakan sosial. Ida mengajak komunitas baca, masyarakat umum, relawan, donatur juga berbagai pihak yang peduli untuk bergerak bersama menjalankan misi sosial tersebut.
Pada saat gempa melanda Lombok tahun 2018, Ida dan komunitasnya bergerak menyalurkan bantuan. Ia menggunakan kekuatan media sosial dan jejaring yang telah ia bangun untuk melakukan itu. Para donatur dari berbagai penjuru Indonesia mengirimkan donasi. Ida yang mengoordinasikan itu semua di lapangan.
Begitu pula saat kemarau tiba dan membuat banyak desa di Lombok Utara kekeringan. Lewat komunitas yang ia dirikan, Ida membantu warga yang kesulitan air. Ia mengoordinasi pengiriman air menggunakan truk tangki. Bahkan, laporan dari warga mendorong ia mengumpulkan donasi lagi agar dibuat sumur bor.
Selain itu, kepedulian Ida dan komunitasnya pada para orang tua jompo di sekitarnya tak pudar hingga kini. Mereka secara berkala memasak makanan dan membagikan sembako pada lansia. Semua itu ia unggah lewat media sosial Facebook sebagai bentuk transparansi dan pertanggungjawaban kepada para donatur.
Meskipun mendapat banyak cemoohan hingga fitnah karena aksinya, Ida berusaha tidak peduli. Ia terus bergerak. Semangatnya terus dijaga oleh orang-orang baik di sekelilingnya. Meski tak berharap, tapi berbagai pihak akhirnya mengapresiasi kerja-kerja baik yang ia lakukan. Ia pernah diliput oleh Kick Andy!, mendapatkan Liputan 6 Awards, Perempuan Inspiratif Nova, diundang oleh Presiden Jokowi ke Istana Negara, dan berbagai apresiasi lainnya berskala nasional.
Semua itu tak lepas dari istikamah, konsistensi, keuletan, dan kegigihan Ida. Ia tidak hanya membaca untuk memintarkan dirinya. Namun, ia membumikan literasi dari kampung halamannya sendiri. Masyarakat telah merasakan manfaatnya.
#madanichallenge #ayomenulis #wargabantuwarga #citizenjournalist #advokasi #wargabantuwarga #AtmaGo #jurnalismewarga