Hari Ham, Perempuan Pesisir Dialog Anti Kekerasan Perempuan dan Anak di Komunitas
Berita Warga

Organisasi Rakyat Perempuan Pesisir Sulawesi Tenggara (SULTRA) dialog desa ramah perempuan dan peduli anak pada peringatan hari Hak Asasi Manusia (HAM) 2021 di Desa Wawatu, Kecamatan Moramo Utara, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara kemarin (10/12).
Koordinator Perempuan Pesisir, Mutmainna mengatakan pengesahan RUU TPKS masih jauh dari harapan. Gerakan Perempuan dari bawah penting untuk mengurangi kekerasan terhadap perempuan dan anak.
"Gerakan anti kekerasan perempuan tidak boleh berhenti hanya gara-gara DPR RI di Jakarta sana, tapi perlu dilakukan terus menerus dari hulu sampai hilir termasuk di Desa - Desa" Ucap Mutmainna
Kasi Pemenuhan Hak Anak, Dinas Pemberdayaan Perempuan Provinsi Sulawesi Tenggara, Arsyaidar Habri SKM. M.Kes, mengungkapkan, indikator Desa Ramah Perempuan dan Peduli harus memenuhi beberapa syarat yakni pertama, ada data terpilah tentang perempuan dan anak dalam sebuah desa. Kedua, ada Peraturan Desa yang mengatur Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA). Ketiga, Ada pembiayaan dari desa yang disepakati BPMD dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Kabupaten. Keempat, ada peningkatan usaha kaum perempuan. Kelima, Perempuan harus dilibatkan dalam perangkat Desa. Keenam, Ada penurunan kasus kekerasan perempuan dan anak di Desa. Ketujuh, Pekerja anak tidak ada di Desa. Kedelapan, Perkawinan anak tidak ada di Desa
PLH Kepolisian Sektor (KAPOLSEK) Moramo Utara, Ipda Fuad Hasan ikut prihatin dengan kekerasan perempuan dan anak di Sulawesi Tenggara, karena mulai banyak melapor di Kantor Kepolisian Resort Konawe Selatan saat ini.
"Kasus pencabulan anak akan kena penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dengan denda paling banyak 5 milliar rupiah" Ucap Fuad Hasan
Ia meminta kepada Warga Moramo Utara untuk tidak segan melaporkan tindak kekerasan perempuan dan anak yang terjadi, Karena kondisi tersebut bisa merusak masa depan bangsa kalau tidak ditangani.
"Kualitas anak - anak menentukan masa depan bangsa. Pada tahun 2025 akan terjadi bonus demografi, karena itu penting menjaga anak dari segala bentuk kekerasan, demi masa depan bangsa" Ucap Fuad Hasan.
Koordinator Perempuan Pesisir, Mutmainna mengatakan pengesahan RUU TPKS masih jauh dari harapan. Gerakan Perempuan dari bawah penting untuk mengurangi kekerasan terhadap perempuan dan anak.
"Gerakan anti kekerasan perempuan tidak boleh berhenti hanya gara-gara DPR RI di Jakarta sana, tapi perlu dilakukan terus menerus dari hulu sampai hilir termasuk di Desa - Desa" Ucap Mutmainna
Kasi Pemenuhan Hak Anak, Dinas Pemberdayaan Perempuan Provinsi Sulawesi Tenggara, Arsyaidar Habri SKM. M.Kes, mengungkapkan, indikator Desa Ramah Perempuan dan Peduli harus memenuhi beberapa syarat yakni pertama, ada data terpilah tentang perempuan dan anak dalam sebuah desa. Kedua, ada Peraturan Desa yang mengatur Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA). Ketiga, Ada pembiayaan dari desa yang disepakati BPMD dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Kabupaten. Keempat, ada peningkatan usaha kaum perempuan. Kelima, Perempuan harus dilibatkan dalam perangkat Desa. Keenam, Ada penurunan kasus kekerasan perempuan dan anak di Desa. Ketujuh, Pekerja anak tidak ada di Desa. Kedelapan, Perkawinan anak tidak ada di Desa
PLH Kepolisian Sektor (KAPOLSEK) Moramo Utara, Ipda Fuad Hasan ikut prihatin dengan kekerasan perempuan dan anak di Sulawesi Tenggara, karena mulai banyak melapor di Kantor Kepolisian Resort Konawe Selatan saat ini.
"Kasus pencabulan anak akan kena penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dengan denda paling banyak 5 milliar rupiah" Ucap Fuad Hasan
Ia meminta kepada Warga Moramo Utara untuk tidak segan melaporkan tindak kekerasan perempuan dan anak yang terjadi, Karena kondisi tersebut bisa merusak masa depan bangsa kalau tidak ditangani.
"Kualitas anak - anak menentukan masa depan bangsa. Pada tahun 2025 akan terjadi bonus demografi, karena itu penting menjaga anak dari segala bentuk kekerasan, demi masa depan bangsa" Ucap Fuad Hasan.