Hak Politik Difabel Belum Utuh Dinikmati dalam Pemilu
Community Discussion 
Jember, 21 Agustus 2024 – Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas dan Center Advokasi (PERPENCA) Jember, saat diwawancari media dalam acara Pendidikan Pemilih Disabilitas dengan tema “Suara Disabilitas Suara Demokrasi” meyatakan bahwa hak politik difabel dalam Pemilu ataupun Pilkada belum utuh dinikmati. Hal ini dibuktikan dengan belum semua disabilitas terdata menjadi pemilih, serta belum semua tempat pemungutan suara yang ada aksesible. Ketua Perpenca Jember, Zaenuri mengatakan masih adanya pelanggaran yang dialami pemilih difabel selama proses penyelenggaraan Pemilu. Pelanggaran ini diantaranya adalah masih ada TPS yang tidak memiliki informasi data pemilih difabel. Situasi ini berimplikasi pada pengabaian terhadap layanan, aksesibilitas dan pendampingan yang dibutuhkan pemilih difabel.selain itu masih rendahnya difabel yang tercatat sebagai pemilih difabel, sebagian difabel terdata sebagai bukan pemilih dan sisanya tidak mengetahui status mereka sebagai pemilih.
Menurut Zaenuri jika penyediaan aksesibilitas dan pemahaman KPPS terkait layanan yang aksesibel dan pendampingan bagi difabel tidak didasarkan pada data yang akurat, kemungkinan besar tidak banyak petugas di TPS yang mengetahui keberadaan pemilih difabel. Sehingga pelanggaran bisa dialami saat proses pemungutan suara berlangsung.
“Saya sendiri kemarin tidak terdata sebagai difabel, padahal saya difabel,” pungkas Zaenuri.
Selain masalah pendataan, kelayakan aksesibilitas bagi pemilih difabel di TPS juga masih jauh dari harapan. Sebagiqn besar pemilih difabel fisik yang menggunakan kursi roda mengalami kesulitan saat memasukkan surat suara ke dalam kotak suara. Selain itu masih ada petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) tidak memberikan instruksi non-verbal saat memanggil pemilih difabel sensorik tuli, mayoritas TPS tidak menyediakan Juru Bahasa Isyarat (JBI), dan petugas KPPS tidak memberikan informasi tentang tata cara pemungutan dengan bahasa isyarat.
Zaenuri melanjutkan, di sisi lain, pemahaman petugas pemilihan terhadap alat bantu pencoblosan (template) bagi pemilih difabel sensorik netra juga masih belum merata. Sebagian difabel netra menghadapi kesulitan saat memberikan hak pilihnya di bilik suara, sering memerlukan bantuan orang lain. Lebih lanjut, masih banyak petugas KPPS tidak memberitahu pemilih difabel netra tentang ketersediaan template dan cara penggunaannya, sementara masih ada template yang tersedia di TPS sulit digunakan oleh difabel netra. Kemudian ada sebagian TPS yang belum menyediakan formulir C3 di beberapa lokasi pemungutan suara.
“Padahal Formulir C3 dibutuhkan untuk memastikan asas kerahasiaan bagi pemilih dan proses pendampingan bagi pemilih difabel,” lanjut Zaenuri. Menanggapi hal tersebut Pak Abdul Halim yang mewakili KPU Jatim untuk membuka acara tersebt mengatakan “Kita punya PR besar di depan mata meski Pilkada masih akan dilaksanakan pada bulan November. KPU harus memperbaiki daftar pemilihnya,” katanya.
Berdasarkan hasil diskusi di DEPOT & CAFÉ ARINI RASA Jalan Moch. Yamin Nomor 99, Tegal besar, Kaliwates, Kab. Jember ini, Zaenuri menekankan beberapa rekomendasi.
1. Pengawas dan penyelenggara Pemilu perlu mengeluarkan kebijakan afirmatif yang menekankan pentingnya inklusi difabel dalam seluruh tahapan Pemilu, mulai dari partisipasi partai politik hingga pemilihan kepala daerah dan kepala negara.
2. diperlukan panduan kampanye yang memastikan keterlibatan aktif dan inklusi difabel serta kelompok rentan lainnya, termasuk akses yang memadai terhadap materi dan kegiatan kampanye.
3. KPU harus memastikan penunjukkan status dan jenis disabilitas pada Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan Daftar Pemilih Tetap (DPT) di semua tingkatan, sehingga Petugas Pemungutan Suara (PPS) dapat memahami keberadaan difabel yang akan menggunakan hak pilihnya.
Menurut Zaenuri jika penyediaan aksesibilitas dan pemahaman KPPS terkait layanan yang aksesibel dan pendampingan bagi difabel tidak didasarkan pada data yang akurat, kemungkinan besar tidak banyak petugas di TPS yang mengetahui keberadaan pemilih difabel. Sehingga pelanggaran bisa dialami saat proses pemungutan suara berlangsung.
“Saya sendiri kemarin tidak terdata sebagai difabel, padahal saya difabel,” pungkas Zaenuri.
Selain masalah pendataan, kelayakan aksesibilitas bagi pemilih difabel di TPS juga masih jauh dari harapan. Sebagiqn besar pemilih difabel fisik yang menggunakan kursi roda mengalami kesulitan saat memasukkan surat suara ke dalam kotak suara. Selain itu masih ada petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) tidak memberikan instruksi non-verbal saat memanggil pemilih difabel sensorik tuli, mayoritas TPS tidak menyediakan Juru Bahasa Isyarat (JBI), dan petugas KPPS tidak memberikan informasi tentang tata cara pemungutan dengan bahasa isyarat.
Zaenuri melanjutkan, di sisi lain, pemahaman petugas pemilihan terhadap alat bantu pencoblosan (template) bagi pemilih difabel sensorik netra juga masih belum merata. Sebagian difabel netra menghadapi kesulitan saat memberikan hak pilihnya di bilik suara, sering memerlukan bantuan orang lain. Lebih lanjut, masih banyak petugas KPPS tidak memberitahu pemilih difabel netra tentang ketersediaan template dan cara penggunaannya, sementara masih ada template yang tersedia di TPS sulit digunakan oleh difabel netra. Kemudian ada sebagian TPS yang belum menyediakan formulir C3 di beberapa lokasi pemungutan suara.
“Padahal Formulir C3 dibutuhkan untuk memastikan asas kerahasiaan bagi pemilih dan proses pendampingan bagi pemilih difabel,” lanjut Zaenuri. Menanggapi hal tersebut Pak Abdul Halim yang mewakili KPU Jatim untuk membuka acara tersebt mengatakan “Kita punya PR besar di depan mata meski Pilkada masih akan dilaksanakan pada bulan November. KPU harus memperbaiki daftar pemilihnya,” katanya.
Berdasarkan hasil diskusi di DEPOT & CAFÉ ARINI RASA Jalan Moch. Yamin Nomor 99, Tegal besar, Kaliwates, Kab. Jember ini, Zaenuri menekankan beberapa rekomendasi.
1. Pengawas dan penyelenggara Pemilu perlu mengeluarkan kebijakan afirmatif yang menekankan pentingnya inklusi difabel dalam seluruh tahapan Pemilu, mulai dari partisipasi partai politik hingga pemilihan kepala daerah dan kepala negara.
2. diperlukan panduan kampanye yang memastikan keterlibatan aktif dan inklusi difabel serta kelompok rentan lainnya, termasuk akses yang memadai terhadap materi dan kegiatan kampanye.
3. KPU harus memastikan penunjukkan status dan jenis disabilitas pada Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan Daftar Pemilih Tetap (DPT) di semua tingkatan, sehingga Petugas Pemungutan Suara (PPS) dapat memahami keberadaan difabel yang akan menggunakan hak pilihnya.
