ASN dan Seni Menulis
Berita Warga

Pernah mendengar quote Pramoedya Ananta Tour tentang menulis??
"Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari."
"Semua harus ditulis, apa pun. Jangan takut tidak dibaca atau tidak diterima penerbit. Yang penting, tulis, tulis, dan tulis. Suatu saat pasti berguna"
"Menulis adalah sebuah keberanian...."
"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah"
Merujuk pada data Kemenpan RB tahun ini, bahwa jumlah ASN di negeri ini mencapai 4,2 juta orang. Dan sejak moratorium dihentikan, kebutuhan ASN setiap tahun tetap berada diatas 1juta. Dan tentunya negara berharap besar bahwa setiap recruitment akan mendapatkan ASN yang berkompeten dan bekerja profesional. Wajar jika ASN selain dituntut cakap melakukan tugas fungsinya dengan baik, juga penting punya skill lain yang mendukung. ASN perlu mempunyai kecakapan out of the box salah satunya menulis.
Sesungguhnya panggung menulis bagi ASN bukan hal asing dalam lingkupnya., karena hampir setiap hari dunia ASN tak bisa lepas dari aktivitas tulis-menulis. Di era ini ASN juga dituntut untuk punya kompetensi menuangkan ide-ide segarnya melalui tulisan yang bermanfaat bagi orang lain. Kegiatan rapat, monitoring dan evaluasi juga butuh pelaporan atau analisis, semuanya tentu saja tak lepas dari menulis. Sekalipun banyak yang tak pernah mengklaim diri sebagai arsitek bahasa ataupun pujangga, namun sebagian besar waktunya bermain kerumunan kata. ASN yang menjalankan tugas fungsi pada platform penyiapan sambutan, pidato kunci, makalah atau materi para pimpinan tentu menulis bukanlah lanskap yang tak pernah terlewatkan.
Digitalisasi modern menjadi momentum kebangkitan ASN untuk berdamai dengan menulis. Baik ASN struktural maupun fungsional dituntut untuk tidak alergi dengan tulisan. Dari sejak era orde baru hingga munculnya gaung Reformasi birokrasi dimana di setiap diklatpim bagi struktural dan diklat-diklat fungsional, sebuah karya tulis menjadi indikator penilaian terhadap kompetensi mereka. Demikian juga era pandemi covid-19 dengan kebijakan work from home sebagian waktu bisa dimanfaatkan untuk mendaratkan ide-ide liar lewat menulis.
Bagi ASN fungsional, berbagai tulisan, berupa artikel atau opini, buku, jurnal, prosiding atau menulis di media massa, bisa digunakan untuk memperoleh angka kredit hingga menghantarkan pada usulan kenaikan jabatan/pangkat.
Semua orang termasuk ASN bisa menjadi penulis meskipun bukan bidangnya. Hanya bermodal semangat dan berani berkarya. Kreativitas bisa dipelajari.
Berbudaya
Ada asumsi bahwa menulis hanya mungkin dilakukan bagi mereka yang punya minat dan bakat. Tanpa memiliki keduanya maka mustahil seseorang bisa menulis atau menghasilkan tulisan bahkan naskah buku. Padahal, bakat atau minat meski berperan, bukan yang utama. Tak sedikit penulis yang mengawali kerja kebudayaannya dengan menulis tanpa merasa punya modal bakat ataupun mencintai. Ada kalanya bermula hanya iseng-iseng berhadiah yang ketagihan berangsur menjadi habit positif.
Intimasi menulis, kita turut memainkan peran aktor, edukator, role model, sumber belajar. Dengan menulis, ASN juga berpotensi menjadi game changer opini publik, maupun memberi ruang alternatif dan rekomendasi kebijakan yang tidak memunggungi. Hal ini membuka kesempatan untuk mempengaruhi opini masyarakat dengan menulis di media, menulis potret diri, lingkungannya maupun pekerjaannya dengan segala perspektif.
Pramoedya Ananta Toer pernah mengatakan, menulis itu membuat setiap karya kita terdokumentasi dalam keabadian. Maka marilah kita saling memberikan dukungan atas kerja-kerja literasi, membawa masyarakat kaya informasi. Manakala ASN menulis, sekurangnya mempraktikkan atas diktum Rene Descartes (1509-1650), yakni cogito ergo sum: saya berpikir, karena itu saya ada.
#sebuahopini
"Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari."
"Semua harus ditulis, apa pun. Jangan takut tidak dibaca atau tidak diterima penerbit. Yang penting, tulis, tulis, dan tulis. Suatu saat pasti berguna"
"Menulis adalah sebuah keberanian...."
"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah"
Merujuk pada data Kemenpan RB tahun ini, bahwa jumlah ASN di negeri ini mencapai 4,2 juta orang. Dan sejak moratorium dihentikan, kebutuhan ASN setiap tahun tetap berada diatas 1juta. Dan tentunya negara berharap besar bahwa setiap recruitment akan mendapatkan ASN yang berkompeten dan bekerja profesional. Wajar jika ASN selain dituntut cakap melakukan tugas fungsinya dengan baik, juga penting punya skill lain yang mendukung. ASN perlu mempunyai kecakapan out of the box salah satunya menulis.
Sesungguhnya panggung menulis bagi ASN bukan hal asing dalam lingkupnya., karena hampir setiap hari dunia ASN tak bisa lepas dari aktivitas tulis-menulis. Di era ini ASN juga dituntut untuk punya kompetensi menuangkan ide-ide segarnya melalui tulisan yang bermanfaat bagi orang lain. Kegiatan rapat, monitoring dan evaluasi juga butuh pelaporan atau analisis, semuanya tentu saja tak lepas dari menulis. Sekalipun banyak yang tak pernah mengklaim diri sebagai arsitek bahasa ataupun pujangga, namun sebagian besar waktunya bermain kerumunan kata. ASN yang menjalankan tugas fungsi pada platform penyiapan sambutan, pidato kunci, makalah atau materi para pimpinan tentu menulis bukanlah lanskap yang tak pernah terlewatkan.
Digitalisasi modern menjadi momentum kebangkitan ASN untuk berdamai dengan menulis. Baik ASN struktural maupun fungsional dituntut untuk tidak alergi dengan tulisan. Dari sejak era orde baru hingga munculnya gaung Reformasi birokrasi dimana di setiap diklatpim bagi struktural dan diklat-diklat fungsional, sebuah karya tulis menjadi indikator penilaian terhadap kompetensi mereka. Demikian juga era pandemi covid-19 dengan kebijakan work from home sebagian waktu bisa dimanfaatkan untuk mendaratkan ide-ide liar lewat menulis.
Bagi ASN fungsional, berbagai tulisan, berupa artikel atau opini, buku, jurnal, prosiding atau menulis di media massa, bisa digunakan untuk memperoleh angka kredit hingga menghantarkan pada usulan kenaikan jabatan/pangkat.
Semua orang termasuk ASN bisa menjadi penulis meskipun bukan bidangnya. Hanya bermodal semangat dan berani berkarya. Kreativitas bisa dipelajari.
Berbudaya
Ada asumsi bahwa menulis hanya mungkin dilakukan bagi mereka yang punya minat dan bakat. Tanpa memiliki keduanya maka mustahil seseorang bisa menulis atau menghasilkan tulisan bahkan naskah buku. Padahal, bakat atau minat meski berperan, bukan yang utama. Tak sedikit penulis yang mengawali kerja kebudayaannya dengan menulis tanpa merasa punya modal bakat ataupun mencintai. Ada kalanya bermula hanya iseng-iseng berhadiah yang ketagihan berangsur menjadi habit positif.
Intimasi menulis, kita turut memainkan peran aktor, edukator, role model, sumber belajar. Dengan menulis, ASN juga berpotensi menjadi game changer opini publik, maupun memberi ruang alternatif dan rekomendasi kebijakan yang tidak memunggungi. Hal ini membuka kesempatan untuk mempengaruhi opini masyarakat dengan menulis di media, menulis potret diri, lingkungannya maupun pekerjaannya dengan segala perspektif.
Pramoedya Ananta Toer pernah mengatakan, menulis itu membuat setiap karya kita terdokumentasi dalam keabadian. Maka marilah kita saling memberikan dukungan atas kerja-kerja literasi, membawa masyarakat kaya informasi. Manakala ASN menulis, sekurangnya mempraktikkan atas diktum Rene Descartes (1509-1650), yakni cogito ergo sum: saya berpikir, karena itu saya ada.
#sebuahopini