Merumuskan Siasat di Kampung Belae
Diskusi Komunitas

Afdal mengirim pesan ke grup WhatsApp Saraung menanyakan tentang kepastian Bolang datang ke Pangkep. Pesan itu lalu diteruskan F Daus AR ke Anwar Jimpe Rachman, lalu dibalas kalau si Bolang sudah berangkat sekitar sejam lalu.
Beberapa menit kemudian, Afdal sudah mengirimkan foto kalau Bolang dan beberapa anak magang di TanahIndie sudah tiba. Waktu sudah menujukkan pukul sepuluh malam, mobil yang dibawa Bolang menembus gelapnya malam menuju Rumah Informasi BPCB di Kampung Belae, tempat Lokakarya Kuratorial yang akan berlangsung dari Senin, tanggal 6 hingga 9 Juni.
Malam itu juga Bolang kembali ke Makassar menjemput rombongan peserta yang lain untuk bergabung. Tim kerja dari Nabire, Papua dan Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur sudah tiba sejak sepekan lalu. Mulanya, lokakarya ini rencana digelar di Kampung Dengeng, Tondong Kura. Namun, survei lokasi yang dilakukan, sepakat kalau tempat terlalu jauh untuk melakukan mobilitas peserta yang harus dijemput.
Izin menggunakan Rumah Informasi mendapat persetujuan setelah Rumah Saraung mengajukan surat. Hasilnya, menjawab harapan untuk menggunakan rumah panggung yang memang sering digunakan gelaran kegiatan itu.
*
Hal pertama yang dilakukan berupa refleksi dan berbagi banyak kisah di balik pelaksanaan Makassar Biennale 2021 yang digelar di kota masing-masing. Berdasarkan kisah-kisah yang diungkapkan menujukkan kembalinya kekerabatan yang sudah lama bersemayam dalam diri warga yang terawat sebagai pranata sosial dalam masyarakat, baik itu yang dialami tim kerja pun bagi orang-orang yang terlibat secara tidak langsung.
“Setiap pagi selalu saja tersedia menu sarapan,” ucap Om Uccang, tim kerja dari Parepare. Hal itu berkaitan dengan kehadiran dua seniman dari Solok, Sumatra Barat, yakni Badri dan Albert yang melakukan residensi di Parepare. Ada kekhawatiran yang terjawab dengan sendirinya.
Aden dari Labuan Bajo dan Fauzan dari Nabire juga membawa endapan kisah yang diceritakan kembali yang membuat kami merasakan adanya sesuatu yang berbeda. Dari sini, dapat ditarik kesimpulan jika tim kerja tiap kota bertaruh dengan kompleksitasnya masing-masing
Hal serupa dirasakan tim kerja Pangkep dengan adanya dorongan bantuan dari jaringan perkawanan untuk ditempati indekos dan rumah untuk empat seniman yang melakukan residensi di Pangkep. Dalam catatan refeleksi yang dikirimkan Anwar Jimpe Rachman melalui surel menuliskan:
“Menarik mendengar pengalaman dari Labuan Bajo yang sedang, siap tidak siap, menyambut sesuatu yang super sudah tiba di sana dan harus beradaptasi sekaligus mempelajari peluang apa yang bisa dikerjakan kawan-kawan di sana.
Dari Nabire, saya tentu saja kaget mendengar keterbelahan warga sekitar, atau bangga hati perihal isu-isu lokal mendapat saluran untuk menyuarakan diri mereka, Parepare sebagai kota penting kedua di Sulawesi Selatan yang mengalami langsung sepenting apa program residensi terus dilakukan, juga Pangkep, dengan tim kocak dan terkuatnya, bisa menentukan sikap dari kecamuk pikiran mereka di tengah formalnya seluruh pendekatan yang ada di wilayah Pangkep dalam dua dekade terakhir.
*
Dari lokakarya yang menyeling di antara tidur-tiduran, nyanyi, makan itu kita bisa menghasilkan beberapa hal-hal penting bertalian dengan jangkar bernama Makassar Biennale yang rencananya akan digelar pada 2023.”
Melalui Lokakarya ini pula, selain berbagi pengalaman, curah gagasan, juga merupakan ruang temu kangen karena sejak terlibat mulai dari Pra Event di tahun 2019, baru kali ini bisa berjumpa langsung dengan tim kerja, khusunya dari Nabire dan Labuan Bajo.
Beberapa menit kemudian, Afdal sudah mengirimkan foto kalau Bolang dan beberapa anak magang di TanahIndie sudah tiba. Waktu sudah menujukkan pukul sepuluh malam, mobil yang dibawa Bolang menembus gelapnya malam menuju Rumah Informasi BPCB di Kampung Belae, tempat Lokakarya Kuratorial yang akan berlangsung dari Senin, tanggal 6 hingga 9 Juni.
Malam itu juga Bolang kembali ke Makassar menjemput rombongan peserta yang lain untuk bergabung. Tim kerja dari Nabire, Papua dan Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur sudah tiba sejak sepekan lalu. Mulanya, lokakarya ini rencana digelar di Kampung Dengeng, Tondong Kura. Namun, survei lokasi yang dilakukan, sepakat kalau tempat terlalu jauh untuk melakukan mobilitas peserta yang harus dijemput.
Izin menggunakan Rumah Informasi mendapat persetujuan setelah Rumah Saraung mengajukan surat. Hasilnya, menjawab harapan untuk menggunakan rumah panggung yang memang sering digunakan gelaran kegiatan itu.
*
Hal pertama yang dilakukan berupa refleksi dan berbagi banyak kisah di balik pelaksanaan Makassar Biennale 2021 yang digelar di kota masing-masing. Berdasarkan kisah-kisah yang diungkapkan menujukkan kembalinya kekerabatan yang sudah lama bersemayam dalam diri warga yang terawat sebagai pranata sosial dalam masyarakat, baik itu yang dialami tim kerja pun bagi orang-orang yang terlibat secara tidak langsung.
“Setiap pagi selalu saja tersedia menu sarapan,” ucap Om Uccang, tim kerja dari Parepare. Hal itu berkaitan dengan kehadiran dua seniman dari Solok, Sumatra Barat, yakni Badri dan Albert yang melakukan residensi di Parepare. Ada kekhawatiran yang terjawab dengan sendirinya.
Aden dari Labuan Bajo dan Fauzan dari Nabire juga membawa endapan kisah yang diceritakan kembali yang membuat kami merasakan adanya sesuatu yang berbeda. Dari sini, dapat ditarik kesimpulan jika tim kerja tiap kota bertaruh dengan kompleksitasnya masing-masing
Hal serupa dirasakan tim kerja Pangkep dengan adanya dorongan bantuan dari jaringan perkawanan untuk ditempati indekos dan rumah untuk empat seniman yang melakukan residensi di Pangkep. Dalam catatan refeleksi yang dikirimkan Anwar Jimpe Rachman melalui surel menuliskan:
“Menarik mendengar pengalaman dari Labuan Bajo yang sedang, siap tidak siap, menyambut sesuatu yang super sudah tiba di sana dan harus beradaptasi sekaligus mempelajari peluang apa yang bisa dikerjakan kawan-kawan di sana.
Dari Nabire, saya tentu saja kaget mendengar keterbelahan warga sekitar, atau bangga hati perihal isu-isu lokal mendapat saluran untuk menyuarakan diri mereka, Parepare sebagai kota penting kedua di Sulawesi Selatan yang mengalami langsung sepenting apa program residensi terus dilakukan, juga Pangkep, dengan tim kocak dan terkuatnya, bisa menentukan sikap dari kecamuk pikiran mereka di tengah formalnya seluruh pendekatan yang ada di wilayah Pangkep dalam dua dekade terakhir.
*
Dari lokakarya yang menyeling di antara tidur-tiduran, nyanyi, makan itu kita bisa menghasilkan beberapa hal-hal penting bertalian dengan jangkar bernama Makassar Biennale yang rencananya akan digelar pada 2023.”
Melalui Lokakarya ini pula, selain berbagi pengalaman, curah gagasan, juga merupakan ruang temu kangen karena sejak terlibat mulai dari Pra Event di tahun 2019, baru kali ini bisa berjumpa langsung dengan tim kerja, khusunya dari Nabire dan Labuan Bajo.