Kepedulian Ibu Fitrotin, Kader TB Desa Sukorambi
Community Discussion 
Berita Warga - Fitrotin adalah warga dusun Krajan RT 01/RW 09 desa Sukorambi kecamatan Sukorambi kabupaten Jember Jawa Timur. Ia adalah seorang ibu rumah tangga sekaligus pegiat sosial yang aktif ditengah masyarakat sebagai kader Posyandu dan kader Tubercolosis (TBC) di desa Sukorambi.
Di tengah kesibukannya sebagai ibu rumah tangga, Fitrotin tak kenal lelah mencari, mendampingi, serta mengayomi setiap suspek dan pasien TBC demi mencegah dan menurunkan kasus TBC di desa Sukorambi.
Fitrotin sadar, dengan menjadi kader TB ia akan rajin bersinggungan dengan penderita TBC, resiko tertularpun amatlah besar, mengingat penyakit TBC merupakan penyakit yang mudah menular melalui udara ketika penderitanya batuk, bersin, atau meludah. Tapi hal itu tidak menyurutkan semangatnya untuk membantu masyarakat bebas dari virus TB.
Ketertarikan Fitrotin menjadi kader Posyandu dan kader TB dimulail sejak ia menikah dengan Muhlis Saiful Rizal pada tahun 1999. Kebetulan laki-laki yang menikahinya itu adalah seorang pegiat sosial didesanya dan aktif juga sebagai kader pada Posyandu Anyelir 8 desa Sukorambi sejak tahun 1993.
"Saya menjadi kader sosial ketularan suami. Sejak menikahi saya, suami meminta saya menggantikannya sebagai kader Posyandu" kata Fitrotin dalam perbincangan dengan Jurnalis Warga, Senin, 14/11/2022.
Menjadi kader posyandu, Fitrotin tinggal melanjutkan apa yang selama ini telah dirintis oleh suaminya dan kader Posyandu Anyelir 8 lainnya. Sedangkan menjadi kader TB ia merintisnya sebdiri dari awal, karena didaerah ia tinggal sebelumnya tidak ada kader TBC.
"Berbeda dengan menjadi kader Posyandu, menjadi kader TB, awalnya dimasyarakat saya banyak menemui kesulitan-kesulitan. Sebab mereka masih banyak yang tidak tau apa itu TBC, apa saja gejalanya dan bagaimana cara menanggulanginya" terang Fitrotin kepada Jurnalis warga.
Masih menurut Fitrotin, menjadi kader TB ternyata tidaklah mudah, tidak cukup hanya bermodal minat, kemauan dan semangat, tetapi juga perlu pengetahuan dan ketrampilan dasar tentang kesehatan. Selain itu juga butuh kesabaran lebih, apalagi menghadapi masyarakat yang berpendidikan rendah. Mereka masih cenderung menganggap penderita TB adalah korban santet.
Fitrotin melanjutkan, menjadi kader TB banyak cerita suka dukanya. Suatu ketika pernah ia diusir dari rumah penderita TB dengan kata-kata kasar dari keluarga pasien, padahal ia datang untuk membantu penderita agar sembuh dari sakitnya. Tapi hal itu ia anggap sebagai tantangan dalam memperjuangkan kesehatan masyarakat. Tidak berhasil dengan satu cara, ia berusahasa dengan cara lainnya.
Sering pula ibu Fitrotin mendampingi pasien TBC ke rumah sakit hingga pulang larut malam bahkan menjelang pagi karena harus menunggu antrian. Karena bila tidak didampingi sedemikian rupa menurut Fitrotin, pasien TB cenderung putus asa dan males berobat.
"Untung suami saya selalu mendukung apa yang saya lakukan sebagai sebagai kader TB, sehingga tugas rumah yang terbengkalai, kadang ia yang mengerjakannya" jelas Fitrotin bangga.
Ibu Fitrotin mulai aktif menjadi kader TB sejak tahun 2014. Berangkat dari rasa keprihatinannya melihat penyebaran penyakit TB di lingkungan tempat tinggalnya yang semakin mengkhawatirkan.
Ditanya tentang sukanya menjadi kader TB, Fitrotin mengatakan pada saat mendapatkan pasien TB yang mau diajak sembuh, dengan rutin meminum obat sesuai jadwal yang ditentukan sampai dinyatakan bebas dari virus TB.
Ira Ardhiana, penanggung jawab program TB di Puskesmas Sukorambi, kepada Jurnalis Warga menyampaikan sangat terbantu oleh kinerja kader TB di lapangan. Dan ibu Fitrotin adalah salah satu kader TB kecamatan Sukorambi yang paling aktif memberikan pendampingan pada pasien positif hingga pada pengambilan obat di Puskesmas.
"Alhamdulilah, berkat kerja keras dan kerja ikhlas ibu Fitrotin dan kader TB lainnya, angka temuan kasus pasien positif TB di Sukorambi mulai menurun" pungkasnya. (Muhlis)
#wargabantuwarga #AtmaGo #jurnalismewarga
Di tengah kesibukannya sebagai ibu rumah tangga, Fitrotin tak kenal lelah mencari, mendampingi, serta mengayomi setiap suspek dan pasien TBC demi mencegah dan menurunkan kasus TBC di desa Sukorambi.
Fitrotin sadar, dengan menjadi kader TB ia akan rajin bersinggungan dengan penderita TBC, resiko tertularpun amatlah besar, mengingat penyakit TBC merupakan penyakit yang mudah menular melalui udara ketika penderitanya batuk, bersin, atau meludah. Tapi hal itu tidak menyurutkan semangatnya untuk membantu masyarakat bebas dari virus TB.
Ketertarikan Fitrotin menjadi kader Posyandu dan kader TB dimulail sejak ia menikah dengan Muhlis Saiful Rizal pada tahun 1999. Kebetulan laki-laki yang menikahinya itu adalah seorang pegiat sosial didesanya dan aktif juga sebagai kader pada Posyandu Anyelir 8 desa Sukorambi sejak tahun 1993.
"Saya menjadi kader sosial ketularan suami. Sejak menikahi saya, suami meminta saya menggantikannya sebagai kader Posyandu" kata Fitrotin dalam perbincangan dengan Jurnalis Warga, Senin, 14/11/2022.
Menjadi kader posyandu, Fitrotin tinggal melanjutkan apa yang selama ini telah dirintis oleh suaminya dan kader Posyandu Anyelir 8 lainnya. Sedangkan menjadi kader TB ia merintisnya sebdiri dari awal, karena didaerah ia tinggal sebelumnya tidak ada kader TBC.
"Berbeda dengan menjadi kader Posyandu, menjadi kader TB, awalnya dimasyarakat saya banyak menemui kesulitan-kesulitan. Sebab mereka masih banyak yang tidak tau apa itu TBC, apa saja gejalanya dan bagaimana cara menanggulanginya" terang Fitrotin kepada Jurnalis warga.
Masih menurut Fitrotin, menjadi kader TB ternyata tidaklah mudah, tidak cukup hanya bermodal minat, kemauan dan semangat, tetapi juga perlu pengetahuan dan ketrampilan dasar tentang kesehatan. Selain itu juga butuh kesabaran lebih, apalagi menghadapi masyarakat yang berpendidikan rendah. Mereka masih cenderung menganggap penderita TB adalah korban santet.
Fitrotin melanjutkan, menjadi kader TB banyak cerita suka dukanya. Suatu ketika pernah ia diusir dari rumah penderita TB dengan kata-kata kasar dari keluarga pasien, padahal ia datang untuk membantu penderita agar sembuh dari sakitnya. Tapi hal itu ia anggap sebagai tantangan dalam memperjuangkan kesehatan masyarakat. Tidak berhasil dengan satu cara, ia berusahasa dengan cara lainnya.
Sering pula ibu Fitrotin mendampingi pasien TBC ke rumah sakit hingga pulang larut malam bahkan menjelang pagi karena harus menunggu antrian. Karena bila tidak didampingi sedemikian rupa menurut Fitrotin, pasien TB cenderung putus asa dan males berobat.
"Untung suami saya selalu mendukung apa yang saya lakukan sebagai sebagai kader TB, sehingga tugas rumah yang terbengkalai, kadang ia yang mengerjakannya" jelas Fitrotin bangga.
Ibu Fitrotin mulai aktif menjadi kader TB sejak tahun 2014. Berangkat dari rasa keprihatinannya melihat penyebaran penyakit TB di lingkungan tempat tinggalnya yang semakin mengkhawatirkan.
Ditanya tentang sukanya menjadi kader TB, Fitrotin mengatakan pada saat mendapatkan pasien TB yang mau diajak sembuh, dengan rutin meminum obat sesuai jadwal yang ditentukan sampai dinyatakan bebas dari virus TB.
Ira Ardhiana, penanggung jawab program TB di Puskesmas Sukorambi, kepada Jurnalis Warga menyampaikan sangat terbantu oleh kinerja kader TB di lapangan. Dan ibu Fitrotin adalah salah satu kader TB kecamatan Sukorambi yang paling aktif memberikan pendampingan pada pasien positif hingga pada pengambilan obat di Puskesmas.
"Alhamdulilah, berkat kerja keras dan kerja ikhlas ibu Fitrotin dan kader TB lainnya, angka temuan kasus pasien positif TB di Sukorambi mulai menurun" pungkasnya. (Muhlis)
#wargabantuwarga #AtmaGo #jurnalismewarga
