UU TPKS Disahkan, Akankan Kekerasan Pada Perempuan dan Anak Berkurang
Berita Warga

Budaya patriarkis yang ada di masyarakat kita, tetap melekat hingga saat ini. Bisa jadi karena itu pula, perilaku kekerasan terhadap perempuan dan anak selalu saja terjadi.
Mengutip laporan Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Ponorogo, hingga April 2022 ini saja, ada 14 kasus yang dilaporkan. Sebagian besar terjadi pada anak. Mulai dari usia TK hingga SMP.
Bentuk kekerasannya pun beragam. Mulai dari pemukulan, tindak asusila hingga pelecehan seksual. Kondisi itu, jelas mengakibatkan luka fisik hingga psikis bagi korban.
Dan yang lebih mencengangkan lagi, pelaku adalah orang-orang terdekat. Seperti teman, tetangga, saudara bahkan ayah kandung. Bukannya melindungi, orang-orang itu justru menjadi kelompok perusak.
Meski menggunakan dalih apapun, perilaku kejahatan mereka ini tidak bisa di tolerir. Apalagi, menjadikan anak sebagai objek kekerasan baik fisik maupun psikis.
Jika luka fisik bisa diobati, namun apa yang terjadi jika psikis atau mental mereka yang sakit. Butuh waktu bertahun-tahun, dan bahkan luka serta sakit yang dia alami itu bisa menjadi trauma seumur hidup. Lalu, apa yang terjadi?
Jika tidak bisa sembuh, para korban ini akan terus dihantui rasa takut, tidak percaya diri bahkan bisa lebih parah akan mengalami gangguan mental. Dan yang lebih ekstrim, si korban bisa melakukan hal serupa kepada anak mereka karena menganggap perbuatan yang dialaminya itu adalah hal biasa.
Bahkan, mungkin angka kasus yang saat ini tercatat di Dinsos PPPA Ponorogo itu, hanya sebagian kecil dari fenomena gunung es.
Banyak, para perempuan dan anak yang memilih tidak bersuara atas kondisi yang mereka alami. Mereka memilih diam, karena kasus-kasus tersebut, khususnya tindak asusila maupun pelecehan seksual masih dianggap permisif dan tabu.
Yakinlah jika langkah yang kamu ambil saat ini adalah benar. Bahkan, negara juga melindungi hak hak kalian. Meski diakui, terkadang butuh energi ekstra untuk mengusut tuntas kasus kekerasan ini. Bahkan, sekarang pemerintah sudah memberikan payung hukum yang lebih konkret dalam melindungi perempuan dan anak.
Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) nomor 12 tahun 2022 disahkan pada 9 Mei 2022 lalu. Undang- undang ini dibuat untuk melindungi dan memenuhi hak korban, pemulihan korban hingga mengatur tentang penanganan selama proses hukum.
Tidak heran jika Kementerian PPPA memilih turun gunung memberikan edukasi dan pendampingan kepada pondok pesantren di daerah. Terbaru Kementerian PPPA mendeklarasikan Pesantren Ramah Anak di Kabupaten Ponorogo. Tepatnya pada Jumat (04/11/2022).
Mereka sengaja datang untuk memberikan motivasi sekaligus penguatan mental kepada puluhan ribu santri di Kabupaten Ponorogo. Sedikitnya ada 112 pondok pesantren, dengan total santri mencapai 36 ribu yang ikut dalam kegiatan tersebut.
Asisten Deputi Perlindungan Anak Kondisi Khusus, Kementerian PPPA Elfi Hendrani menuturkan penguatan mental wajib diberikan kepada para santri tersebut. Mengingat, hingga saat masih banyak pondok pesantren yang hanya berfokus pada Pendidikan kelimuan. Sementara, hak dan perlindungan terhadap kondisi psikologis anak masih kurang diperhatikan.
Dengan adanya pencanangan Pesantren Ramah Anak kali ini, lanjut Eni diharapkan kedepannya para pengurus pondok pesantren mampu memberikan pemenuhan hak dan perlindungan khusus, serta adanya penerapan kaidah pencegahan dan penanganan berbasis kepada hak dan perlindungan anak.
Melalui program tersebut, diharapkan para santri bisa mendapatkan kematangan mental dan mampu memulihkan kondisi kejiwaan saat menghadapi kasus-kasus yang berkaitan dengan pelanggaran hak anak.
#AtmaGo#ayomenulis#jurnalismewarga#wargabantuwarga#advokasi
Mengutip laporan Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Ponorogo, hingga April 2022 ini saja, ada 14 kasus yang dilaporkan. Sebagian besar terjadi pada anak. Mulai dari usia TK hingga SMP.
Bentuk kekerasannya pun beragam. Mulai dari pemukulan, tindak asusila hingga pelecehan seksual. Kondisi itu, jelas mengakibatkan luka fisik hingga psikis bagi korban.
Dan yang lebih mencengangkan lagi, pelaku adalah orang-orang terdekat. Seperti teman, tetangga, saudara bahkan ayah kandung. Bukannya melindungi, orang-orang itu justru menjadi kelompok perusak.
Meski menggunakan dalih apapun, perilaku kejahatan mereka ini tidak bisa di tolerir. Apalagi, menjadikan anak sebagai objek kekerasan baik fisik maupun psikis.
Jika luka fisik bisa diobati, namun apa yang terjadi jika psikis atau mental mereka yang sakit. Butuh waktu bertahun-tahun, dan bahkan luka serta sakit yang dia alami itu bisa menjadi trauma seumur hidup. Lalu, apa yang terjadi?
Jika tidak bisa sembuh, para korban ini akan terus dihantui rasa takut, tidak percaya diri bahkan bisa lebih parah akan mengalami gangguan mental. Dan yang lebih ekstrim, si korban bisa melakukan hal serupa kepada anak mereka karena menganggap perbuatan yang dialaminya itu adalah hal biasa.
Bahkan, mungkin angka kasus yang saat ini tercatat di Dinsos PPPA Ponorogo itu, hanya sebagian kecil dari fenomena gunung es.
Banyak, para perempuan dan anak yang memilih tidak bersuara atas kondisi yang mereka alami. Mereka memilih diam, karena kasus-kasus tersebut, khususnya tindak asusila maupun pelecehan seksual masih dianggap permisif dan tabu.
Yakinlah jika langkah yang kamu ambil saat ini adalah benar. Bahkan, negara juga melindungi hak hak kalian. Meski diakui, terkadang butuh energi ekstra untuk mengusut tuntas kasus kekerasan ini. Bahkan, sekarang pemerintah sudah memberikan payung hukum yang lebih konkret dalam melindungi perempuan dan anak.
Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) nomor 12 tahun 2022 disahkan pada 9 Mei 2022 lalu. Undang- undang ini dibuat untuk melindungi dan memenuhi hak korban, pemulihan korban hingga mengatur tentang penanganan selama proses hukum.
Tidak heran jika Kementerian PPPA memilih turun gunung memberikan edukasi dan pendampingan kepada pondok pesantren di daerah. Terbaru Kementerian PPPA mendeklarasikan Pesantren Ramah Anak di Kabupaten Ponorogo. Tepatnya pada Jumat (04/11/2022).
Mereka sengaja datang untuk memberikan motivasi sekaligus penguatan mental kepada puluhan ribu santri di Kabupaten Ponorogo. Sedikitnya ada 112 pondok pesantren, dengan total santri mencapai 36 ribu yang ikut dalam kegiatan tersebut.
Asisten Deputi Perlindungan Anak Kondisi Khusus, Kementerian PPPA Elfi Hendrani menuturkan penguatan mental wajib diberikan kepada para santri tersebut. Mengingat, hingga saat masih banyak pondok pesantren yang hanya berfokus pada Pendidikan kelimuan. Sementara, hak dan perlindungan terhadap kondisi psikologis anak masih kurang diperhatikan.
Dengan adanya pencanangan Pesantren Ramah Anak kali ini, lanjut Eni diharapkan kedepannya para pengurus pondok pesantren mampu memberikan pemenuhan hak dan perlindungan khusus, serta adanya penerapan kaidah pencegahan dan penanganan berbasis kepada hak dan perlindungan anak.
Melalui program tersebut, diharapkan para santri bisa mendapatkan kematangan mental dan mampu memulihkan kondisi kejiwaan saat menghadapi kasus-kasus yang berkaitan dengan pelanggaran hak anak.
#AtmaGo#ayomenulis#jurnalismewarga#wargabantuwarga#advokasi