Ustadz Abdul Razaq Ajak Jamaah Al-Mizan, Jogja, Memaknai Syawal Sebagai Awal Kebangkitan Spiritual
Berita Warga

Atmago.com, Yogyakarta---Masjid Al-Mizan, Kampung Surokarsan, Kelurahan Wirogunan, Kemantren Mergangsan, Kota Yogyakarta, (25/4/2025), sebagai imam dan khotib Ustadz Abdul Razaq, M.Si. yang juga Dosen ASMI Desanta. Ia mengangkat tema "Memaksimalkan Ibadah Pasca Ramadhan."
Dalam khutbahnya, Ustadz Abdul Razaq mengajak jamaah untuk melakukan muhasabah, mengoreksi perjalanan hidup masing-masing, khususnya peran kita sebagai bagian dari masyarakat.
Ia menegaskan bahwa Ramadan bukanlah akhir dari perjuangan, melainkan awal dari perjalanan panjang menuju kehidupan yang lebih bermakna dan bertakwa. Dengan mengutip QS. Al-Hasyr ayat 18, beliau menekankan pentingnya memperhatikan amal perbuatan sebagai bekal untuk hari esok di akhirat.
Beliau mengingatkan bahwa Bulan Syawal bukan sekadar momentum halal bi halal dan saling memaafkan, tetapi media untuk memperkokoh silaturrahmi, mempererat persaudaraan, serta saling memotivasi dalam meniti jalan kebaikan yang berkelanjutan.
Ia mengutip pemahaman salafus salih, beliau mengurai tiga makna besar Syawal, yaitu Pertama, Irtifa’a (Peningkatan). Pasca-Ramadhan, iman, ibadah, dan amal shalih seharusnya mengalami peningkatan.
Ustadz Abdul Razaq menegaskan, seorang Muslim harus semakin yakin, semakin taat, semakin dekat kepada Allah, memperbanyak ibadah, dan menjadi pribadi yang lebih bermanfaat.
"Jadilah hamba Rabb, bukan sekadar hamba Ramadan," ujarnya, seraya mengingatkan pentingnya konsistensi amal, sekecil apa pun, sebagaimana hadits riwayat Bukhari dan Muslim.
Makna kedua, Ibtidā’ al-Khoir (Permulaan Kebaikan). Syawal menjadi titik awal untuk memulai kembali kebiasaan-kebiasaan baik yang telah dibentuk di bulan Ramadan.
"Ini adalah waktu terbaik untuk memulai sesuatu yang baik. Saling memaafkan, menata hati, dan melangkah dengan semangat baru," tutur beliau, mengutip sabda Rasulullah tentang pentingnya menghargai kebaikan sekecil apa pun, bahkan dengan sekadar memberikan senyuman.
Makna ketiga, Istimror (Berkelanjutan). Ustadz Abdul Razaq mengajak jamaah untuk menjaga kesinambungan amal kebaikan, sebagaimana perintah Allah dalam QS. Al-Ahqaf:13 tentang keutamaan istiqamah.
Ia menegaskan pentingnya mempertahankan amal baik pasca-Ramadhan agar menjadi bagian dari karakter seorang Muslim sejati.
Dalam khutbahnya, beliau juga berbagi lima kunci agar istiqamah selepas Ramadan: memperdalam ilmu agama, mencari lingkungan yang baik, menyibukkan diri dengan ketaatan, meluruskan niat, serta memperbanyak doa kepada Allah agar diberi keteguhan hati.
Ia mengutip doa penuh makna dari QS. Ali Imran:8, seraya mengingatkan pentingnya senantiasa memohon kepada Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, agar tetap teguh di atas jalan-Nya.
Di akhir khutbahnya, ia mengajak seluruh jama’ah untuk tidak berhenti di puncak Ramadan, melainkan terus melangkah, memperbaiki diri, menjaga cahaya iman dalam setiap tapak kehidupan, hingga bertemu kembali dengan Sang Pemilik Kehidupan. (KangRozaq)
Dalam khutbahnya, Ustadz Abdul Razaq mengajak jamaah untuk melakukan muhasabah, mengoreksi perjalanan hidup masing-masing, khususnya peran kita sebagai bagian dari masyarakat.
Ia menegaskan bahwa Ramadan bukanlah akhir dari perjuangan, melainkan awal dari perjalanan panjang menuju kehidupan yang lebih bermakna dan bertakwa. Dengan mengutip QS. Al-Hasyr ayat 18, beliau menekankan pentingnya memperhatikan amal perbuatan sebagai bekal untuk hari esok di akhirat.
Beliau mengingatkan bahwa Bulan Syawal bukan sekadar momentum halal bi halal dan saling memaafkan, tetapi media untuk memperkokoh silaturrahmi, mempererat persaudaraan, serta saling memotivasi dalam meniti jalan kebaikan yang berkelanjutan.
Ia mengutip pemahaman salafus salih, beliau mengurai tiga makna besar Syawal, yaitu Pertama, Irtifa’a (Peningkatan). Pasca-Ramadhan, iman, ibadah, dan amal shalih seharusnya mengalami peningkatan.
Ustadz Abdul Razaq menegaskan, seorang Muslim harus semakin yakin, semakin taat, semakin dekat kepada Allah, memperbanyak ibadah, dan menjadi pribadi yang lebih bermanfaat.
"Jadilah hamba Rabb, bukan sekadar hamba Ramadan," ujarnya, seraya mengingatkan pentingnya konsistensi amal, sekecil apa pun, sebagaimana hadits riwayat Bukhari dan Muslim.
Makna kedua, Ibtidā’ al-Khoir (Permulaan Kebaikan). Syawal menjadi titik awal untuk memulai kembali kebiasaan-kebiasaan baik yang telah dibentuk di bulan Ramadan.
"Ini adalah waktu terbaik untuk memulai sesuatu yang baik. Saling memaafkan, menata hati, dan melangkah dengan semangat baru," tutur beliau, mengutip sabda Rasulullah tentang pentingnya menghargai kebaikan sekecil apa pun, bahkan dengan sekadar memberikan senyuman.
Makna ketiga, Istimror (Berkelanjutan). Ustadz Abdul Razaq mengajak jamaah untuk menjaga kesinambungan amal kebaikan, sebagaimana perintah Allah dalam QS. Al-Ahqaf:13 tentang keutamaan istiqamah.
Ia menegaskan pentingnya mempertahankan amal baik pasca-Ramadhan agar menjadi bagian dari karakter seorang Muslim sejati.
Dalam khutbahnya, beliau juga berbagi lima kunci agar istiqamah selepas Ramadan: memperdalam ilmu agama, mencari lingkungan yang baik, menyibukkan diri dengan ketaatan, meluruskan niat, serta memperbanyak doa kepada Allah agar diberi keteguhan hati.
Ia mengutip doa penuh makna dari QS. Ali Imran:8, seraya mengingatkan pentingnya senantiasa memohon kepada Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, agar tetap teguh di atas jalan-Nya.
Di akhir khutbahnya, ia mengajak seluruh jama’ah untuk tidak berhenti di puncak Ramadan, melainkan terus melangkah, memperbaiki diri, menjaga cahaya iman dalam setiap tapak kehidupan, hingga bertemu kembali dengan Sang Pemilik Kehidupan. (KangRozaq)