Tradisi Ruwahan Masyarakat Jawa
Berita Warga

girimulyo.atmaGo.com
AKTIVITAS budaya atau tradisi yang dilakukan masyarakat di setiap daerah, dalam rangka menyambut bulan puasa sangatlah beragam dan berbeda-beda. Tradisi menyambut puasa di Jawa Tengah atau di Yogyakarta dikenal dengan nama tradisi Ruwahan. Tradisi ini telah dilakukan selama bertahun-tahun yang menggabungkan antara kepercayaan adat dan ajaran agama. Tradisi ini dijaga kelestariaannya sampai sekarang dan masih dijalankan terutama di daerah pinggiran atau pedesaan. Seperti yang terjadi di Padukuhan Prangkokan Kalurahan Purwosari Kecamatan Girimulyo beberapa waktu yang lalu (Kamis, 2 Maret 2023).
Tradisi ini memiliki tata cara yang unik di tiap daerah, namun sebagian besar memiliki konsep yang sama, yakni untuk mendoakan para leluhur mereka dan berbagi sedekah dengan orang-orang sekitar.
Bulan Ruwah atau bulan Arwah mempunyai makna penting sebagai momentum bagi semua yang masih hidup untuk mengingat jasa dan budi baik para leluhur. Tidak hanya terbatas pada orang-orang yang telah menurunkan kita, namun juga termasuk orang-orang terdekat. Dengan demikian bagi masyarakat Jawa, bulan Ruwah adalah bulan yang baik untuk berziarah, baik kepada pendahulu, maupun keluarga yang telah meninggal
Ziarah pada bulan Ruwah ini sesungguhnya mengandung makna dan filosofi tentang keimanan pada Tuhan, agar dalam hidup ini mereka yang tengah hidup di dunia tetap mengingat tentang asal-usulnya (sangkan paraning dumadi) yang secara biologis adalah dengan cara menghormati leluhur atau nenek moyang yang menurunkan (melahirkan) kita.
Sejatinya, ziarah kubur dalam mengingatkan kita pada kematian. Dengan berziarah, kita pun sadar bahwa ada masanya kita kembali kepada Maha Pencipta. Maka seseorang yang berziarah kubur seharusnya muncul dalam kehidupan sehari-hari kita bahwa kematian itu dekat. Dengan mengingat kematian, maka tindak-tanduk kita akan lebih terarah, kehidupan kita semakin dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa. Kita tidak berani untuk melakukan hal-hal yang dimurkaiNya, bahkan hidup kita akan selalu merasa diawasi oleh Sang Pencipta. Hal ini juga dapat memberi semangat bagi kita yang masih hidup untuk selalu berlomba-lomba dalam kebaikan.
Inilah wujud dari filosofi Jawa sangkan paran dumadi yang secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai “asal dan tujuan dari ada”. Bahwa segala sesuatu yang ada dalam alam semesta ini, berasal dan akan kembali pada Pencipta.
Oleh karenanya, melalui filosofi Sangkan Paraning Dumadi manusia akan mengingat tiga hal, yakni asal alam semesta, tujuan manusia, dan penciptaan manusia.
Sekali lagi Ruwahan adalah tradisi religi untuk mengirim doa kepada leluhur, sekaligus sebagai ajang Silaturahmi seraya melantunkan rasa syukur, doa atau "panuwunan" dan "panyuwunan". Dalam kehidupan orang jawa istilah demikian sangat kental atau bahkan dipegang teguh sebagai budaya dan tradisi yang tidak bisa dipisahkan sepanjang hidup.
foto diambil dari sumber lain.
#lestari
#tradisi
#berkah
#doa.
AKTIVITAS budaya atau tradisi yang dilakukan masyarakat di setiap daerah, dalam rangka menyambut bulan puasa sangatlah beragam dan berbeda-beda. Tradisi menyambut puasa di Jawa Tengah atau di Yogyakarta dikenal dengan nama tradisi Ruwahan. Tradisi ini telah dilakukan selama bertahun-tahun yang menggabungkan antara kepercayaan adat dan ajaran agama. Tradisi ini dijaga kelestariaannya sampai sekarang dan masih dijalankan terutama di daerah pinggiran atau pedesaan. Seperti yang terjadi di Padukuhan Prangkokan Kalurahan Purwosari Kecamatan Girimulyo beberapa waktu yang lalu (Kamis, 2 Maret 2023).
Tradisi ini memiliki tata cara yang unik di tiap daerah, namun sebagian besar memiliki konsep yang sama, yakni untuk mendoakan para leluhur mereka dan berbagi sedekah dengan orang-orang sekitar.
Bulan Ruwah atau bulan Arwah mempunyai makna penting sebagai momentum bagi semua yang masih hidup untuk mengingat jasa dan budi baik para leluhur. Tidak hanya terbatas pada orang-orang yang telah menurunkan kita, namun juga termasuk orang-orang terdekat. Dengan demikian bagi masyarakat Jawa, bulan Ruwah adalah bulan yang baik untuk berziarah, baik kepada pendahulu, maupun keluarga yang telah meninggal
Ziarah pada bulan Ruwah ini sesungguhnya mengandung makna dan filosofi tentang keimanan pada Tuhan, agar dalam hidup ini mereka yang tengah hidup di dunia tetap mengingat tentang asal-usulnya (sangkan paraning dumadi) yang secara biologis adalah dengan cara menghormati leluhur atau nenek moyang yang menurunkan (melahirkan) kita.
Sejatinya, ziarah kubur dalam mengingatkan kita pada kematian. Dengan berziarah, kita pun sadar bahwa ada masanya kita kembali kepada Maha Pencipta. Maka seseorang yang berziarah kubur seharusnya muncul dalam kehidupan sehari-hari kita bahwa kematian itu dekat. Dengan mengingat kematian, maka tindak-tanduk kita akan lebih terarah, kehidupan kita semakin dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa. Kita tidak berani untuk melakukan hal-hal yang dimurkaiNya, bahkan hidup kita akan selalu merasa diawasi oleh Sang Pencipta. Hal ini juga dapat memberi semangat bagi kita yang masih hidup untuk selalu berlomba-lomba dalam kebaikan.
Inilah wujud dari filosofi Jawa sangkan paran dumadi yang secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai “asal dan tujuan dari ada”. Bahwa segala sesuatu yang ada dalam alam semesta ini, berasal dan akan kembali pada Pencipta.
Oleh karenanya, melalui filosofi Sangkan Paraning Dumadi manusia akan mengingat tiga hal, yakni asal alam semesta, tujuan manusia, dan penciptaan manusia.
Sekali lagi Ruwahan adalah tradisi religi untuk mengirim doa kepada leluhur, sekaligus sebagai ajang Silaturahmi seraya melantunkan rasa syukur, doa atau "panuwunan" dan "panyuwunan". Dalam kehidupan orang jawa istilah demikian sangat kental atau bahkan dipegang teguh sebagai budaya dan tradisi yang tidak bisa dipisahkan sepanjang hidup.
foto diambil dari sumber lain.
#lestari
#tradisi
#berkah
#doa.