Sesuai Hitungan Appraisal, Pemilik Lahan Mata Air Ambung Tuntut Bupati Lombok Timur Rp55 Milyar
Berita Warga

Pemerintah daerah (Pemda) kabupaten Lombok Timur kembali didesak pemilik lahan sumber mata air Ambung, Desa Rempung, Kecamatan Pringgasela untuk segera membayar objek lahan dan ganti rugi penggunaan mata air.
Menurut Muhidin selaku kuasa hukum Asmadi dan Musmuliadi alias Adi pemilik lahan sumber mata air Ambung di Desa Rempung. Kasus ini bermula sekitar tahun 1991 silam, Pemda Lombok Timur membangun bak penampungan air PDAM di atas lahan seluas 37 Are, di Dusun Rempung Barat Utara, milik orang tua Adi.
"Dari 37 are tanah itu, ada 4 are yang digunakan untuk membangun bak penampungan air PDAM. Pembangunan tersebut diduga tanpa izin pemilik lahan," katanya, dalam release tertulis yang diterima media ini, pada Jum'at 11 Januari 2023.
Kemudian kata dia, pemanfaatan lahan dan air oleh pemerintah daerah tidak ada kompensasi kepada pemilik lahan. Sehingga pada Juli 2018, pemilik lahan kemudian menutup saluran air PDAM tersebut. Karena adanya penutupan saluran tersebut, pada Oktober 2018 silam, kata dia, Bupati Lombok Timur HM Sukiman Azmy meninjau lokasi sumber air Ambung.
Usai melakukan peninjauan, Bupati saat itu mengundang pemilik lahan ke pendopo untuk melakukan penandatanganan kesepakatan bersama yang ditandatangani Bupati Lombok Timur, HM Sukiman Azmy bersama Musmuliadi dan Asmadi pada Selasa 9 Oktober 2018.
Karena ada kesepakatan waktu itu, saluran air yang sebelumnya ditutup akhirnya dibuka kembali. Namun hingga masuk bulan Mei 2019 Pemda tidak membayar ganti rugi. Sehingga pada April 2019 lalu, pihak pemilik lahan kembali menutup saluran air, sambil menunggu kepastian dari Pemda Lombok Timur, terkait ganti rugi.
Bukannya mendapat ganti rugi, jelas dia, justru Pemda seolah acuh. Sehingga pada Rabu 1 Juli 2020 lalu, dilakukan upaya mediasi di bale mediasi NTB antara pemilik lahan sebagai pemohon dengan HM. Sukiman Azmi sebagai tergugat.
Dari hasil mediasi, kata dia, para pihak sepakat menggunakan Appraisal dalam menaksir/menilai harga tanah dan kerugian penggunaan mata air.
"Jasa Appraisal saat itu didanai oleh Pemda Lombok Timur," ujarnya
Apapun hasil penilaian jasa Appraisal saat itu, kata Kuasa Hukum, dijadikan dasar oleh para pihak untuk menentukan ganti rugi atas obyek sengketa.
"Hasil penghitungan Appraisal, kerugian materil dari tahun 1991 sampai dengan tahun 2018, dan objek lahan seluas 20 Are dengan nilai pergantian wajar sekitar Rp55 Milyar," tegasnya
Tetapi sebelum melakukan pembayaran ganti rugi berdasarkan hasil penilaian Appraisal, lanjut dia, pihak termohon yakni Bupati Lombok Timur bersama pihak pemilik lahan terlebih dahulu melakukan konsultasi dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB.
"Setelah dikonsultasikan, ternyata BPKP NTB memerintahkan untuk bisa dibayarkan, namun sampai saat ini pihak Pemda belum lakukan pembayaran dengan alasan lahan tersebut milik Pemda. Sementara pemilik lahan memiliki bukti bahwa ada surat perintah dari BPKP untuk pembayaran," ungkapnya
Masih kata dia menegaskan, jika Pemda tidak ada itikad baik melaksanakan pembayaran kepada pemilik lahan, ia mengancam akan membawa kasus tersebut ke pemerintah pusat.
"Kami dari tim kuasa hukum akan membawa kasus ini ke Pemerintah Pusat melaporkan sampai istana," ancamannya.
Di samping itu, pihaknya juga akan mengajukan gugatan kembali ke Pengadilan Negeri (PN) selong dalam perkara wanprestasi dan PMH.
Menurut Muhidin selaku kuasa hukum Asmadi dan Musmuliadi alias Adi pemilik lahan sumber mata air Ambung di Desa Rempung. Kasus ini bermula sekitar tahun 1991 silam, Pemda Lombok Timur membangun bak penampungan air PDAM di atas lahan seluas 37 Are, di Dusun Rempung Barat Utara, milik orang tua Adi.
"Dari 37 are tanah itu, ada 4 are yang digunakan untuk membangun bak penampungan air PDAM. Pembangunan tersebut diduga tanpa izin pemilik lahan," katanya, dalam release tertulis yang diterima media ini, pada Jum'at 11 Januari 2023.
Kemudian kata dia, pemanfaatan lahan dan air oleh pemerintah daerah tidak ada kompensasi kepada pemilik lahan. Sehingga pada Juli 2018, pemilik lahan kemudian menutup saluran air PDAM tersebut. Karena adanya penutupan saluran tersebut, pada Oktober 2018 silam, kata dia, Bupati Lombok Timur HM Sukiman Azmy meninjau lokasi sumber air Ambung.
Usai melakukan peninjauan, Bupati saat itu mengundang pemilik lahan ke pendopo untuk melakukan penandatanganan kesepakatan bersama yang ditandatangani Bupati Lombok Timur, HM Sukiman Azmy bersama Musmuliadi dan Asmadi pada Selasa 9 Oktober 2018.
Karena ada kesepakatan waktu itu, saluran air yang sebelumnya ditutup akhirnya dibuka kembali. Namun hingga masuk bulan Mei 2019 Pemda tidak membayar ganti rugi. Sehingga pada April 2019 lalu, pihak pemilik lahan kembali menutup saluran air, sambil menunggu kepastian dari Pemda Lombok Timur, terkait ganti rugi.
Bukannya mendapat ganti rugi, jelas dia, justru Pemda seolah acuh. Sehingga pada Rabu 1 Juli 2020 lalu, dilakukan upaya mediasi di bale mediasi NTB antara pemilik lahan sebagai pemohon dengan HM. Sukiman Azmi sebagai tergugat.
Dari hasil mediasi, kata dia, para pihak sepakat menggunakan Appraisal dalam menaksir/menilai harga tanah dan kerugian penggunaan mata air.
"Jasa Appraisal saat itu didanai oleh Pemda Lombok Timur," ujarnya
Apapun hasil penilaian jasa Appraisal saat itu, kata Kuasa Hukum, dijadikan dasar oleh para pihak untuk menentukan ganti rugi atas obyek sengketa.
"Hasil penghitungan Appraisal, kerugian materil dari tahun 1991 sampai dengan tahun 2018, dan objek lahan seluas 20 Are dengan nilai pergantian wajar sekitar Rp55 Milyar," tegasnya
Tetapi sebelum melakukan pembayaran ganti rugi berdasarkan hasil penilaian Appraisal, lanjut dia, pihak termohon yakni Bupati Lombok Timur bersama pihak pemilik lahan terlebih dahulu melakukan konsultasi dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB.
"Setelah dikonsultasikan, ternyata BPKP NTB memerintahkan untuk bisa dibayarkan, namun sampai saat ini pihak Pemda belum lakukan pembayaran dengan alasan lahan tersebut milik Pemda. Sementara pemilik lahan memiliki bukti bahwa ada surat perintah dari BPKP untuk pembayaran," ungkapnya
Masih kata dia menegaskan, jika Pemda tidak ada itikad baik melaksanakan pembayaran kepada pemilik lahan, ia mengancam akan membawa kasus tersebut ke pemerintah pusat.
"Kami dari tim kuasa hukum akan membawa kasus ini ke Pemerintah Pusat melaporkan sampai istana," ancamannya.
Di samping itu, pihaknya juga akan mengajukan gugatan kembali ke Pengadilan Negeri (PN) selong dalam perkara wanprestasi dan PMH.