Sadar Lingkungan Sadar Wisata, Prinsip Desa Bugisan Lawan Sampah Liar
Berita Warga

Desa Bugisan di Kecamatan Prambanan dinobatkan sebagai salah satu desa wisata terbaik di Jawa Tengah pada 2021 lalu. Sebagai desa wisata, Desa Bugisan memiliki tanggung jawab pelesatian lingkungan wisata.
Seperti halnya lokasi wisata yang lain, sampah menjadi salah satu masalah utama yang harus dihadapi oleh Desa Bugisan. Guna mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah desa setempat memberlakukan peraturan desa (perdes) penanggulangan sampah.
Kepala Desa Bugisan, Heru Nugroho mengatakan Perdes tersebut disusun di tahun 2016 berupa larangan membuang sampah sembarangan di wilayah Desa Bugisan. Hal ini menyikapi banyaknya tumpukan sampah liar yang sering ditemui, sehingga mengganggu kenyamanan bagi warga dan pengunjung.
“Kami di tahun 2016 membuat Perdes yaitu larangan membuang sampah sembarangan dengan menggunakan sanksi. Jadi setiap warga yang membuang sampah sembarangan, kita kenai sanksi Rp200.000,00. Lalu nanti masyarakat yang mengetahui warga yang membuang sampah sembarangan, kita berikan hadiah Rp100.000,00,” jelas Heru.
Sanksi tersebut bukan hanya berlaku warga setempat, namun juga warga manapun yang membuang sampah sembarangan di wilayah Bugisan. Tindak lanjutnya dengan Pemdes Bugisan bersama dengan Muspika Prambanan mendatangi warga bersangkutan untuk diberikan pembinaan.
“Aturan ini sangat efektif dan didukung oleh seluruh masyarakat Desa Bugisan yang berperan aktif untuk menjaga lingkungannya. Karena sadar lingkungan juga merupakan bagian dari sadar wisata,” paparnya.
Keterlibatan masyarakat tersebut menurutnya sangat penting dalam mengatasi masalah sampah liar. Pasalnya meski ada satuan tugas (satgas) yang ditunjuk untuk penegakannya, namun aturan tersebut tidak akan efektif tanpa adanya kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan.
“Gerakan sadar lingkungan ini lahir karena masyarakat Bugisan memiliki kesadaran wisata di desanya. Sehingga ikut serta menjaga lingkungan desa wisata,” katanya.
Heru menambahkan perdes tersebut kemudian dijabarkan kembali pada 2020 yang cakupannya menjadi lebih luas hingga ke pengelolaan sampah. Lewat perdes tersebut lahirlah bank sampah yang kemudian bertransformasi menjadi Tempat Pemrosesan Sementara (TPS) sampah dengan berbasis 3R, reuse, reduce, dan recycle.
“Dikarenakan desa kami sudah mempunyai bank sampah, sehingga masyarakat harus ikut andil dalam pembuangan sampah. Jadi, kita melarang pembuangan sampah itu karena kita sudah ada wadahnya yaitu tempat pembuangan sampah yang benar. Di sana dipilah nanti yang terjual ataupun nanti yang bisa menjadi pupuk organik,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Klaten, Srihadi menyebut Desa Bugisan merupakan salah satu desa yang berhasil menangani permasalahan sampah di wilayahnya. Saat ini terdapat 28 TPS 3R tingkat desa yang sudah beroperasi, TPS 3R Karya Sentoso Desa Bugisan dinilai sebagai TPS 3R yang berperan aktif mengurangi sampah yang masuk ke TPA Troketon.
“Kami harapkan pemerinta desa lain ikut andil dalam penanganan sampah di wilayahnya. Jika ada desa yang bisa, seharusnya desa lain juga mampu melakukan hal yang sama bahkan lebih. Tentu DLH Klaten juga akan terus mendampingi agar desa bisa mandiri menangani masalah sampah di wilayahnya,” katanya.
Sumber: Humas Pemkab Klaten
Seperti halnya lokasi wisata yang lain, sampah menjadi salah satu masalah utama yang harus dihadapi oleh Desa Bugisan. Guna mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah desa setempat memberlakukan peraturan desa (perdes) penanggulangan sampah.
Kepala Desa Bugisan, Heru Nugroho mengatakan Perdes tersebut disusun di tahun 2016 berupa larangan membuang sampah sembarangan di wilayah Desa Bugisan. Hal ini menyikapi banyaknya tumpukan sampah liar yang sering ditemui, sehingga mengganggu kenyamanan bagi warga dan pengunjung.
“Kami di tahun 2016 membuat Perdes yaitu larangan membuang sampah sembarangan dengan menggunakan sanksi. Jadi setiap warga yang membuang sampah sembarangan, kita kenai sanksi Rp200.000,00. Lalu nanti masyarakat yang mengetahui warga yang membuang sampah sembarangan, kita berikan hadiah Rp100.000,00,” jelas Heru.
Sanksi tersebut bukan hanya berlaku warga setempat, namun juga warga manapun yang membuang sampah sembarangan di wilayah Bugisan. Tindak lanjutnya dengan Pemdes Bugisan bersama dengan Muspika Prambanan mendatangi warga bersangkutan untuk diberikan pembinaan.
“Aturan ini sangat efektif dan didukung oleh seluruh masyarakat Desa Bugisan yang berperan aktif untuk menjaga lingkungannya. Karena sadar lingkungan juga merupakan bagian dari sadar wisata,” paparnya.
Keterlibatan masyarakat tersebut menurutnya sangat penting dalam mengatasi masalah sampah liar. Pasalnya meski ada satuan tugas (satgas) yang ditunjuk untuk penegakannya, namun aturan tersebut tidak akan efektif tanpa adanya kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan.
“Gerakan sadar lingkungan ini lahir karena masyarakat Bugisan memiliki kesadaran wisata di desanya. Sehingga ikut serta menjaga lingkungan desa wisata,” katanya.
Heru menambahkan perdes tersebut kemudian dijabarkan kembali pada 2020 yang cakupannya menjadi lebih luas hingga ke pengelolaan sampah. Lewat perdes tersebut lahirlah bank sampah yang kemudian bertransformasi menjadi Tempat Pemrosesan Sementara (TPS) sampah dengan berbasis 3R, reuse, reduce, dan recycle.
“Dikarenakan desa kami sudah mempunyai bank sampah, sehingga masyarakat harus ikut andil dalam pembuangan sampah. Jadi, kita melarang pembuangan sampah itu karena kita sudah ada wadahnya yaitu tempat pembuangan sampah yang benar. Di sana dipilah nanti yang terjual ataupun nanti yang bisa menjadi pupuk organik,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Klaten, Srihadi menyebut Desa Bugisan merupakan salah satu desa yang berhasil menangani permasalahan sampah di wilayahnya. Saat ini terdapat 28 TPS 3R tingkat desa yang sudah beroperasi, TPS 3R Karya Sentoso Desa Bugisan dinilai sebagai TPS 3R yang berperan aktif mengurangi sampah yang masuk ke TPA Troketon.
“Kami harapkan pemerinta desa lain ikut andil dalam penanganan sampah di wilayahnya. Jika ada desa yang bisa, seharusnya desa lain juga mampu melakukan hal yang sama bahkan lebih. Tentu DLH Klaten juga akan terus mendampingi agar desa bisa mandiri menangani masalah sampah di wilayahnya,” katanya.
Sumber: Humas Pemkab Klaten