Ruwahan di Makam Kyai Glethak: Tradisi Penuh Makna untuk Mendoakan Leluhur
Berita Warga

Atmago.com, Yogyakarta---Ratusan warga berkumpul dalam suasana khidmat di Kompleks Makam Kyai Glethak, Pakelrejo, Kelurahan Sorosutan, Kemantren Umbulharjo, Kota Yogyakarta, pada Kamis (13/2/2025). Mereka datang bukan sekadar untuk berziarah, tetapi untuk mengikuti acara "Ruwahan", tradisi tahunan yang penuh makna dalam rangka mendoakan keluarga dan leluhur yang telah berpulang.
Lebih dari 200 ahli waris keluarga hadir dalam acara ini, bersatu dalam doa dan dzikir bersama untuk para pendahulu mereka. Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Lurah Sorosutan, M. Zul Azmi, yang menyampaikan apresiasinya kepada warga yang tetap melestarikan tradisi ini sebagai bentuk bakti kepada orang tua dan leluhur.
Dalam sambutannya, Lurah Sorosutan, M. Zul Azmi, mengajak warga untuk terus melestarikan acara ini sebagai wujud dzikrul maut, yakni mengingat kematian.
"Semoga acara seperti ini mengingatkan kita semua untuk selalu mencari bekal terbaik dengan amal kebaikan sebelum ajal menjemput," pesannya.
Acara ini diinisiasi oleh pengurus makam Kyai Glethak yang diketuai oleh Bapak R. Sunarno dari RW 04, Kelurahan Sorosutan, Umbulharjo. Dalam laporannya, beliau menyampaikan bahwa saldo paguyuban hingga saat ini telah mencapai lebih dari 243 juta rupiah. Dana tersebut akan digunakan untuk membeli tanah makam yang diperuntukkan bagi warga yang tergabung dalam paguyuban makam Kyai Glethak.
"Pengurus paguyuban tidak pernah menggunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi karena dana ini merupakan amanah dari warga demi kemaslahatan bersama," tegas R. Sunarno.
Acara berlanjut dengan dzikir dan doa yang dipimpin oleh Rois RW 01 Sorosutan, Ustadz Mulyono. Sebelum memulai doa, beliau memberikan nasihat kepada para hadirin mengenai adab dalam berziarah ke makam. Beberapa hal yang ditekankan di antaranya adalah niat yang tulus untuk mendoakan kerabat yang telah wafat, berwudhu sebelum memasuki area makam, tidak menggunakan sandal di dalam makam, serta menjaga kesopanan dengan tidak bercanda atau duduk di atas nisan makam.
Suasana semakin syahdu saat doa bersama dipanjatkan. Usai dzikir dan doa, para ahli waris menyebar ke makam keluarga mereka masing-masing, berdoa dengan penuh haru dan keikhlasan.
Salah seorang ahli waris, Mardiana Wati, S.Pd., cucu dari RM. Mangundikoro dan ahli waris dari R. Bedjo Purwohartono, mengungkapkan rasa syukur dan apresiasinya terhadap kegiatan ini.
"Saya selalu menyempatkan hadir dalam acara ini untuk bersama-sama dzikir, tahlil, dan mendoakan keluarga serta leluhur saya. Selain itu, secara rutin saya datang ke makam untuk mendoakan mereka, karena doa anak sholeh sangat diharapkan oleh para leluhur yang telah berpulang," ujar Mardiana Wati.
Tradisi Ruwahan ini bukan sekadar ritual tahunan, tetapi juga menjadi pengingat bagi setiap individu tentang pentingnya menghormati dan mendoakan mereka yang telah mendahului. Dalam kebersamaan, terselip makna mendalam tentang bakti kepada orang tua dan leluhur, serta kesadaran akan kefanaan dunia. (KangRozaq)
Lebih dari 200 ahli waris keluarga hadir dalam acara ini, bersatu dalam doa dan dzikir bersama untuk para pendahulu mereka. Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Lurah Sorosutan, M. Zul Azmi, yang menyampaikan apresiasinya kepada warga yang tetap melestarikan tradisi ini sebagai bentuk bakti kepada orang tua dan leluhur.
Dalam sambutannya, Lurah Sorosutan, M. Zul Azmi, mengajak warga untuk terus melestarikan acara ini sebagai wujud dzikrul maut, yakni mengingat kematian.
"Semoga acara seperti ini mengingatkan kita semua untuk selalu mencari bekal terbaik dengan amal kebaikan sebelum ajal menjemput," pesannya.
Acara ini diinisiasi oleh pengurus makam Kyai Glethak yang diketuai oleh Bapak R. Sunarno dari RW 04, Kelurahan Sorosutan, Umbulharjo. Dalam laporannya, beliau menyampaikan bahwa saldo paguyuban hingga saat ini telah mencapai lebih dari 243 juta rupiah. Dana tersebut akan digunakan untuk membeli tanah makam yang diperuntukkan bagi warga yang tergabung dalam paguyuban makam Kyai Glethak.
"Pengurus paguyuban tidak pernah menggunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi karena dana ini merupakan amanah dari warga demi kemaslahatan bersama," tegas R. Sunarno.
Acara berlanjut dengan dzikir dan doa yang dipimpin oleh Rois RW 01 Sorosutan, Ustadz Mulyono. Sebelum memulai doa, beliau memberikan nasihat kepada para hadirin mengenai adab dalam berziarah ke makam. Beberapa hal yang ditekankan di antaranya adalah niat yang tulus untuk mendoakan kerabat yang telah wafat, berwudhu sebelum memasuki area makam, tidak menggunakan sandal di dalam makam, serta menjaga kesopanan dengan tidak bercanda atau duduk di atas nisan makam.
Suasana semakin syahdu saat doa bersama dipanjatkan. Usai dzikir dan doa, para ahli waris menyebar ke makam keluarga mereka masing-masing, berdoa dengan penuh haru dan keikhlasan.
Salah seorang ahli waris, Mardiana Wati, S.Pd., cucu dari RM. Mangundikoro dan ahli waris dari R. Bedjo Purwohartono, mengungkapkan rasa syukur dan apresiasinya terhadap kegiatan ini.
"Saya selalu menyempatkan hadir dalam acara ini untuk bersama-sama dzikir, tahlil, dan mendoakan keluarga serta leluhur saya. Selain itu, secara rutin saya datang ke makam untuk mendoakan mereka, karena doa anak sholeh sangat diharapkan oleh para leluhur yang telah berpulang," ujar Mardiana Wati.
Tradisi Ruwahan ini bukan sekadar ritual tahunan, tetapi juga menjadi pengingat bagi setiap individu tentang pentingnya menghormati dan mendoakan mereka yang telah mendahului. Dalam kebersamaan, terselip makna mendalam tentang bakti kepada orang tua dan leluhur, serta kesadaran akan kefanaan dunia. (KangRozaq)