Ragam Nusantara: Selaras dengan Alam: Suku Baduy Kelola Sampah menjadi Berkah
Citizen News
Di Kampung Bantar Panjang, seorang laki-laki uzur tampak mengayun-ayunkan pengamatannya. Merenung di balik kelambu, khidmat di pondoknya. Kuatnya debur ombak Teluk Banten tak mengalihkan perhatiannya.
Usia senja tak membuat Sang Puun hilang keteguhan dalam mengemban komitmen. Ia tetap setia menjalankan peran sejak dinisbat menjadi pemimpin tertinggi urang Baduy.
Petinggi adat itu tengah meresapi kemerisauan siang itu. Panggilan jiwa, bisik hati tentang geliat zaman yang menyeruak bersama kemajuan, berbeda dengan kesahajaan yang melingkupi Desa Kanekes, tempat ia mendharmakan diri.
Meski tinggal di pedalaman, desas-desus perubahan telah menjamah telinga. Namun Baduy—dan hatinya yang tua—tetap menaruh kepercayaan pada keseimbangan kosmos. Keyakinan itulah yang mendasari kearifan lokal mereka dalam mengelola perilaku dan lingkungan sekitar.
Setelah berkelindan dengan sunyi nan panjang, Sang Puun membisikkan sepenggal wejangan pada putranya yang duduk bersimpuh di sisinya, “Ieu mah teu lian, hilap ka alam rahayu.” Kemudian ia kembali memejamkan mata, menikmati gaung yang mengalun dari kejauhan.
Urang Kanekes—atau yang dikenal luas dengan sebutan Suku Baduy—adalah salah satu suku asli penduduk Banten Selatan yang masih konsisten mempertahankan tradisi nenek moyang. Secara administratif, permukiman mereka termasuk ke dalam wilayah Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Namun, tampaknya garis batas geografis tak melulu mendefinisikan suku yang juga dikenal dengan sebutan Urang Tangtu (orang asli). Esensi ke-baduy-an mereka termanifestasi pada nilai-nilai adat dan budaya yang dijaga secara turun-temurun. Salah satu ritual penting yang mereka lakukan adalah Seren Taun, upacara ritual panen dan bersih desa.
Penulis: M. Tetuko Perdhana Dirgantara
Penyunting: Nadya Gadzali
Selengkapnya bisa dibaca di: https://etnis.id/selaras-dengan-alam-suku-baduy-kelola-sampah-menjadi-berkah/
Usia senja tak membuat Sang Puun hilang keteguhan dalam mengemban komitmen. Ia tetap setia menjalankan peran sejak dinisbat menjadi pemimpin tertinggi urang Baduy.
Petinggi adat itu tengah meresapi kemerisauan siang itu. Panggilan jiwa, bisik hati tentang geliat zaman yang menyeruak bersama kemajuan, berbeda dengan kesahajaan yang melingkupi Desa Kanekes, tempat ia mendharmakan diri.
Meski tinggal di pedalaman, desas-desus perubahan telah menjamah telinga. Namun Baduy—dan hatinya yang tua—tetap menaruh kepercayaan pada keseimbangan kosmos. Keyakinan itulah yang mendasari kearifan lokal mereka dalam mengelola perilaku dan lingkungan sekitar.
Setelah berkelindan dengan sunyi nan panjang, Sang Puun membisikkan sepenggal wejangan pada putranya yang duduk bersimpuh di sisinya, “Ieu mah teu lian, hilap ka alam rahayu.” Kemudian ia kembali memejamkan mata, menikmati gaung yang mengalun dari kejauhan.
Urang Kanekes—atau yang dikenal luas dengan sebutan Suku Baduy—adalah salah satu suku asli penduduk Banten Selatan yang masih konsisten mempertahankan tradisi nenek moyang. Secara administratif, permukiman mereka termasuk ke dalam wilayah Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Namun, tampaknya garis batas geografis tak melulu mendefinisikan suku yang juga dikenal dengan sebutan Urang Tangtu (orang asli). Esensi ke-baduy-an mereka termanifestasi pada nilai-nilai adat dan budaya yang dijaga secara turun-temurun. Salah satu ritual penting yang mereka lakukan adalah Seren Taun, upacara ritual panen dan bersih desa.
Penulis: M. Tetuko Perdhana Dirgantara
Penyunting: Nadya Gadzali
Selengkapnya bisa dibaca di: https://etnis.id/selaras-dengan-alam-suku-baduy-kelola-sampah-menjadi-berkah/