Masuk Daftar

Ragam Nusantara: Ketimus, Kudapan yang Menggoyang Lidah

Berita Warga
Mungkin nama kue ini tidak begitu familier di telinga Anda. Namun kue tradisional ini tidak kalah enaknya dari kue-kue tradisional lainnya di Indonesia. Namanya ketimus atau katimus kalau orang Sunda bilang. Orang Jawa lebih mengenal dengan nama lemet.

Ketimus terbuat dari parutan singkong, gula merah, dan dicampur dengan tepung terigu. Tepung terigu di sini berfungsi sebagai perekat. Membuatnya pun tidaklah begitu sulit.

Langkah pertama, parut singkong lalu campurkan dengan gula merah. Kemudian aduk-aduk hingga gula larut. Setelah itu, tambahkan kelapa parut dan sedikit garam atau gula dan aduk rata. Siapkan pula selembar daun pisang. Taruh satu sendok adonan yang tadi telah disiapkan. Lipat daun pisang pada bagian bawah, atas, kiri, dan kanan. Kukus hingga matang.

Ajip Rosidi, budayawan Sunda, dalam Ensiklopedia Sunda: Alam, Manusia, dan Budaya termasuk Budaya Cirebon dan Betawi, menyebut katimus boleh dikatakan penganan yang murah meriah, gampang dibuat dengan biaya murah. Dihidangkan siang boleh, malam boleh. Baik untuk mengganjal perut yang suka telat makan untuk mencegah sakit kantung nasi alias maag.

“Selain merupakan kue keluarga sederhana, katimus merupakan penganan jajanan, biasanya dijajakan bersama bandrek dan bajigur,” ujarnya.

Ketimus agaknya belum lama dibuat di Indonesia. Serat Centhini, karya bersama para pujangga Keraton Surakarta yang dipimpin Sunan Pakubuwono V dan diselesaikan tahun 1814, memang menjabarkan beberapa jajanan yang pada masa sekarang lebih dikenal berbahan dasar singkong. Beberapa di antaranya getuk, tape, dan juga lemet. Sayangnya naskah ini tak menyebutkan dengan jelas soal bahan pembuatnya.

Namun, menurut Fadly Rahman dalam Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia, singkong disukai masyarakat sepanjang abad ke-19. Hal ini mendorong pemerintah untuk membudidayakan tanaman ini di Jawa sebagai bahan makanan penyangga ketika padi mengalami gagal panen. Namun, hingga sekitar 1875, budidaya singkong masih jarang. “Inilah penyebab absennya singkong sebagai pilihan bahan dalam buku masak,” tulisnya.

Singkong atau ubi kayu (Manihot Utilissima) berasal dari Amerika Selatan. Ia tumbuh liar di hutan-hutan. Bangsa Portugis kemudian mendatangkannya ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tanaman ini masuk sekira abad ke-16 melalui Maluku. Namun beberapa upaya untuk membudidayakannya secara besar-besaran di Pulau Jawa gagal. Butuh waktu lama bagi penduduk Jawa untuk melihat kegunaan tanaman singkong sebagai tanaman pangan.

Haryono Rinardi dalam Politik Singkong Zaman Kolonial menulis, penduduk Jawa agaknya dapat menerima kehadiran singkong sebagai bahan pangan mulai abad ke-20. Singkong mulai ditanam untuk konsumsi sendiri dan sebagian dijual ke pabrik pengolahan untuk dijadikan tepung. Apalagi singkong bukanlah tanaman yang rewel. Ia dapat hidup di lahan kurang subur, bahkan tanpa perawatan sekalipun. Selain itu, singkong dapat dipanen sesuai kebutuhan.

“Sifat itulah yang menyebabkan tanaman ubi kayu seringkali disebut sebagai gudang persediaan bawah tanah,” tulis Haryono.

Haryono Rinardi menambahkan, salah satu keunggulan ubi kayu sebagai bahan pangan adalah tanaman ini luwes untuk diolah menjadi aneka macam sajian makanan. Bisa dimakan dengan cara direbus atau dibakar. Bisa diolah menjadi kolak, getuk, atau sredek.

Sumber: Indonesia Kaya, portal informasi budaya Indonesia yang didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation.
Selengkapnya: https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/ketimus-kue-tradisional-dari-singkong/

Tagar Populer

Berita Warga Terkait

Berita Warga Terpopuler

Berita Warga Terbaru

Jelajahi Informasi Lebih Dalam

Berita Warga

Kabar berita terkini dari warga

Loker

Informasi lapangan pekerjaan

Acara

Undangan acara untuk warga

Laporan Warga

Masalah yang terjadi di lingkungan

Komunitas

Ruang komunitas AtmaGo

Lihat kabar pilihan, khusus dirangkum untukmu!

Masuk Daftar