Ragam Nusantara: Bawe Anjat dan Wajah Perempuan di Kutai Barat
Berita Warga
Kutai Barat atau Kubar punya tradisi untuk membesarkan seorang perempuan. Di salah satu Kabupaten di Kalimantan Timur ini, lahir istilah bawe anjat.
Mayoritas penduduk di Kubar adalah orang Dayak asli. Dayak sendiri punya beberapa bagian, ada Dayak Bahau, Benuaq, Tunjung, Kenyah. Selain Dayak, di Kalimantan ada suku Kutai.
Berbicara tentang bawe, kata ini berasal dari yaitu bahasa Benuaq yang berarti perempuan. Sementara di suku Dayak lain, yaitu Bahau, perempuan disebut roh dan bahasa Tunjung disebut waweq.
Perempuan dalam konteks pada umumnya, masih dianggap sebagai mahluk kelas dua. Mereka hanya patut disimpan di dapur, kasur, dan sumur. Begitulah, mayoritas dari kita memandang perempuan.
Mayoritas juga memandang maskulinitas lelaki hanya bisa dilakukan oleh lelaki saja. Perempuan dianggap belum atau jangan sampai menjangkau pekerjaan lelaki. Seperti menafkahi keluarga, jadi buruh bangunan, dan sebagainya.
Tetapi, sebagai manusia, sebenarnya tersimpan sisi maskulin dan feminin yang sama-sama besar. Jika diasah, malah bisa membentuk karakter yang timpang di mata masyarakat.
Contohnya adalah perempuan yang memimpin sebuah geng motor yang beringas dan lelaki perancang busana perempuan. Banyak dari kita membelalak menerima kenyataan itu dan menganggap itu hal yang tabu.
Pernahkah kita melihat sejarah perempuan pendiri bangsa yang heroik pada zamannya? Ada Cut Nyak Dhien dari Aceh, Maria Walanda Maramis dari Minahasa, dan masih banyak lagi.
Lantas mengapa pandangan masih harus selalu menempatkan perempuan di tempat terbelakang? Nah, perempuan Dayak di Kubar, mengambil peran lelaki dalam kehidupan sehari-hari dan merasa tak ada yang aneh dari itu.
Di sana, mudah kita temui perempuan menjadi seorang petani, pekebun, bahkan nelayan. Mereka dituntut menjadi seorang perempuan yang kuat bekerja sesuai tradisi yang ditinggalkan leluhur.
Penulis: Rini Lestari
Editor: Almaliki
Selengkapnya: https://etnis.id/bawe-anjat-dan-wajah-perempuan-di-kutai-barat/
Mayoritas penduduk di Kubar adalah orang Dayak asli. Dayak sendiri punya beberapa bagian, ada Dayak Bahau, Benuaq, Tunjung, Kenyah. Selain Dayak, di Kalimantan ada suku Kutai.
Berbicara tentang bawe, kata ini berasal dari yaitu bahasa Benuaq yang berarti perempuan. Sementara di suku Dayak lain, yaitu Bahau, perempuan disebut roh dan bahasa Tunjung disebut waweq.
Perempuan dalam konteks pada umumnya, masih dianggap sebagai mahluk kelas dua. Mereka hanya patut disimpan di dapur, kasur, dan sumur. Begitulah, mayoritas dari kita memandang perempuan.
Mayoritas juga memandang maskulinitas lelaki hanya bisa dilakukan oleh lelaki saja. Perempuan dianggap belum atau jangan sampai menjangkau pekerjaan lelaki. Seperti menafkahi keluarga, jadi buruh bangunan, dan sebagainya.
Tetapi, sebagai manusia, sebenarnya tersimpan sisi maskulin dan feminin yang sama-sama besar. Jika diasah, malah bisa membentuk karakter yang timpang di mata masyarakat.
Contohnya adalah perempuan yang memimpin sebuah geng motor yang beringas dan lelaki perancang busana perempuan. Banyak dari kita membelalak menerima kenyataan itu dan menganggap itu hal yang tabu.
Pernahkah kita melihat sejarah perempuan pendiri bangsa yang heroik pada zamannya? Ada Cut Nyak Dhien dari Aceh, Maria Walanda Maramis dari Minahasa, dan masih banyak lagi.
Lantas mengapa pandangan masih harus selalu menempatkan perempuan di tempat terbelakang? Nah, perempuan Dayak di Kubar, mengambil peran lelaki dalam kehidupan sehari-hari dan merasa tak ada yang aneh dari itu.
Di sana, mudah kita temui perempuan menjadi seorang petani, pekebun, bahkan nelayan. Mereka dituntut menjadi seorang perempuan yang kuat bekerja sesuai tradisi yang ditinggalkan leluhur.
Penulis: Rini Lestari
Editor: Almaliki
Selengkapnya: https://etnis.id/bawe-anjat-dan-wajah-perempuan-di-kutai-barat/