Perlindungan dan Pemulihan Perempuan Penyandang Disabilitas Korban kekerasan
Diskusi Komunitas

Hari Selasa jam 10.00 – 11.00 Persatuan Penyandang Disabilitas dan Center Advokasi (PERPENCA) Jember yang diwakili Ketua Moh. Zaenuri Rofi’I, SE, S.Pd mendapat undangan untuk mengisi siaran di RRI Jember dengan tema Perlindungan dan Pemulihan Perempuan Penyandang Disabilitas Korban kekerasan. Dari UPT PPA - DP3AKB diwakili oleh Sindi Dwi Yunike dan Gea Aprilia Adha.
Tindakan kekerasan terhadap perempuan cukup sering terjadi di masyarakat kita, terutama terhadap anak perempuan penyandang disabilitas. Mereka yang mengalami disabilitas tersebut sangat rentan menjadi korban tindak kekerasan, seperti inses. Inses adalah tindakan kekerasan yang terjadi antara orang yang memiliki hubungan darah seperti yang terjadi antara orang tua dan anak kandung.
Setiap orang, tanpa memandang disabilitas memiliki hak atas perlindungan hukum atas hak-hak mereka yang dilanggar. Anak perempuan penyandang disabilitas yang menjadi korban inses membutuhkan perlindungan dari semua pihak karena keterbatasannya. Mereka cenderung hanya bisa menerima atau menuruti apa yang dilakukan pada mereka karena ketidakberdayaan mereka. Oleh karena itu, para pelaku inses harus diberikan sanksi tegas sebagai bentuk pertanggungjawaban atas perbuatannya, agar korban mendapatkan keadilan yang layak
Perlindungan sangat penting bagi semua orang sebab dalam interaksinya dalam masyarakat, tindakan kekerasan dan penyiksaan merupakan tindakan yang sangat rentan terjadi khususnya terhadap perempuan .Terkait dengan KDRT, hukum positif Indonesia telah mengatur secara spesifik mengenai Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 (untuk selanjutnya disebut sebagai UU PKDRT). Begitu juga terhadap anak perempuan penyandang disabilitas. Mereka semua berhak mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana diatur spesifik dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 Tentang
Menurut Sindi Dwi Yunike penyandang Disabilitas (untuk selanjutnya disebut sebagai UU Penyandang Disabilitas). Sebagai penyandang disabilitas mereka berhak untuk memperoleh perlindungan dari orang tuanya dengan tingkat perlindungan yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan sebagai penyandang disabilitas mereka yang karena keterbatasan yang dimilikinya sangat rentan untuk terkena tindakan kekerasan dan penyiksaan, seperti salah satu contohnya kekerasan seksual incest yang merupakan sejenis tindakan pemerkosaan yang dilakukan pihak yang memiliki ikatan darah, seperti ayah, kakek, paman, kakak ataupun kerabat dekat lainnya.
Menurut Ghea Aprilia Adha mengungkapkan program UPTD PPA – DP3AKB Kab. Jember terhadap korban yang mengalami korban kekerasan seksual khususnya disabilitas adalah untuk korban kekerasan seksual perempuan penyandang disabilitas adalah pertama korban dilakukan asesmen, pendampingan psikososial, dan pendampingan proses hukum, seperti penyusunan Berita Acara Perkara (BAP) dan konsultasi hukum. Pelaku harus dijerat dengan hkum yang setimpal sesuai dengan perbuatan yang dilakukan, sehingga dapat memberikan efek jera dan rasa aman kepada korban. Dan membuat takut pelaku-pelaku lain yang ingin coba-coba melakukan hal yang sama.
Menurut Ghea Aprilia Adha semua program dari pemerintah ini semua diberikan secara gratis tanpa dipungut biaya.
Menurut Moh. Zaenuri Rofi’I, SE.S.Pd untuk rencana tindak lanjut terhadap korban kekerasan seksual perempuan penyandang disabilitas adalah antara lain lain berupa pemeriksaan psikologi sesuai dengan permintaan penyidik yang akan dilakukan oleh tim psikolog dan melakukan visum lanjutan terhadap korban yang didampingi oleh tim terkait.
Yang paling penting lagi adalah membuat senang korban dan memberikan korban kegiatan ekonomi produktif sesuai minat bakat korban. Seperti jualan dan lain-lain sehingga korban bisa melupakan kejadian yang menimpanya.
Tindakan kekerasan terhadap perempuan cukup sering terjadi di masyarakat kita, terutama terhadap anak perempuan penyandang disabilitas. Mereka yang mengalami disabilitas tersebut sangat rentan menjadi korban tindak kekerasan, seperti inses. Inses adalah tindakan kekerasan yang terjadi antara orang yang memiliki hubungan darah seperti yang terjadi antara orang tua dan anak kandung.
Setiap orang, tanpa memandang disabilitas memiliki hak atas perlindungan hukum atas hak-hak mereka yang dilanggar. Anak perempuan penyandang disabilitas yang menjadi korban inses membutuhkan perlindungan dari semua pihak karena keterbatasannya. Mereka cenderung hanya bisa menerima atau menuruti apa yang dilakukan pada mereka karena ketidakberdayaan mereka. Oleh karena itu, para pelaku inses harus diberikan sanksi tegas sebagai bentuk pertanggungjawaban atas perbuatannya, agar korban mendapatkan keadilan yang layak
Perlindungan sangat penting bagi semua orang sebab dalam interaksinya dalam masyarakat, tindakan kekerasan dan penyiksaan merupakan tindakan yang sangat rentan terjadi khususnya terhadap perempuan .Terkait dengan KDRT, hukum positif Indonesia telah mengatur secara spesifik mengenai Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 (untuk selanjutnya disebut sebagai UU PKDRT). Begitu juga terhadap anak perempuan penyandang disabilitas. Mereka semua berhak mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana diatur spesifik dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 Tentang
Menurut Sindi Dwi Yunike penyandang Disabilitas (untuk selanjutnya disebut sebagai UU Penyandang Disabilitas). Sebagai penyandang disabilitas mereka berhak untuk memperoleh perlindungan dari orang tuanya dengan tingkat perlindungan yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan sebagai penyandang disabilitas mereka yang karena keterbatasan yang dimilikinya sangat rentan untuk terkena tindakan kekerasan dan penyiksaan, seperti salah satu contohnya kekerasan seksual incest yang merupakan sejenis tindakan pemerkosaan yang dilakukan pihak yang memiliki ikatan darah, seperti ayah, kakek, paman, kakak ataupun kerabat dekat lainnya.
Menurut Ghea Aprilia Adha mengungkapkan program UPTD PPA – DP3AKB Kab. Jember terhadap korban yang mengalami korban kekerasan seksual khususnya disabilitas adalah untuk korban kekerasan seksual perempuan penyandang disabilitas adalah pertama korban dilakukan asesmen, pendampingan psikososial, dan pendampingan proses hukum, seperti penyusunan Berita Acara Perkara (BAP) dan konsultasi hukum. Pelaku harus dijerat dengan hkum yang setimpal sesuai dengan perbuatan yang dilakukan, sehingga dapat memberikan efek jera dan rasa aman kepada korban. Dan membuat takut pelaku-pelaku lain yang ingin coba-coba melakukan hal yang sama.
Menurut Ghea Aprilia Adha semua program dari pemerintah ini semua diberikan secara gratis tanpa dipungut biaya.
Menurut Moh. Zaenuri Rofi’I, SE.S.Pd untuk rencana tindak lanjut terhadap korban kekerasan seksual perempuan penyandang disabilitas adalah antara lain lain berupa pemeriksaan psikologi sesuai dengan permintaan penyidik yang akan dilakukan oleh tim psikolog dan melakukan visum lanjutan terhadap korban yang didampingi oleh tim terkait.
Yang paling penting lagi adalah membuat senang korban dan memberikan korban kegiatan ekonomi produktif sesuai minat bakat korban. Seperti jualan dan lain-lain sehingga korban bisa melupakan kejadian yang menimpanya.