Peran Perempuan dalam Melestarikan Tradisi Pacu Jalur
Berita Warga
Setiap daerah memiliki potensi budaya dan tradisinya masing-masing. Dalam tradisi masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, misalnya, terdapat budaya Pacu Jalur. Yakni perlombaan dayung tradisional yang sudah ada sejak lebih dari 100 tahun lalu dan masih berkembang hingga saat ini. Tak hanya laki-laki, dalam tradisi ini perempuan juga turut berpartisipasi dalam proses pembuatan hingga pelaksanaannya.
Perempuan dan Budaya Tradisional
Perempuan dalam budaya tradisional seringkali memiliki peran kunci dalam menjaga, mempertahankan, dan meneruskan nilai-nilai budaya kepada generasi mendatang. Melalui perannya sebagai ibu, nenek, atau kakak, perempuan mengajarkan nilai-nilai, norma, bahasa, pengetahuan tradisional dan praktik budaya. Yakni melalui penyampaian lisan atau praktik langsung.
Namun, Mitamimah mengatakan meskipun peran perempuan dalam budaya tradisional sangat penting, seringkali mereka berhadapan dengan hambatan-hambatan dalam proses pemberdayaannya. Di antara lain ada diskriminasi gender, stereotip sosial, keterbatasan akses terhadap pendidikan dan sumber daya, serta norma-norma budaya yang patriarkal. Sehingga menghambat perempuan dalam memainkan peran yang lebih luas dan berpengaruh dalam budaya tradisional.
Sejalan dengan hal itu, budaya Pacu Jalur yang merupakan hasil karya masyarakat Kuantan Singingi, Riau juga tidak terlepas dari andil perempuan didalamnya. Meskipun seringkali dalam Pacu Jalur perempuan dianggap memiliki peran yang lebih terbatas, mereka tetap memainkan peran kunci dalam menjaga keseimbangan dan relevansi budaya pacu jalur di era modern.
Perempuan dalam Menjaga dan Melestarikan Tradisi Pacu Jalur
Dalam tradisi Pacu Jalur, terdapat peran penting perempuan selama proses berlangsung. Saat upacara Rapek Nagori atau musyawarah desa, para tokoh masyarakat, tokoh adat atau ninik mamak serta pemuda melakukan perbincangan. Di antaranya mengenai waktu pencarian kayu, daerah atau hutan untuk mencari kayu tersebut, serta hal lainnya, namun para perempuan tidak ikut berunding. Mereka bertugas untuk menyiapkan hidangan kepada tamu undangan.
Hal itu karena dalam masyarakat budaya Melayu Riau, Suwardi MS menjelaskan mengenai kedudukan dan peranan perempuan dalam Kesukuan (Masyarakat Adat Melayu Riau) bahwa secara umum budaya Melayu masih mengutamakan peranan laki-laki, terkhusus pada tapuk kepemimpinan. Sehingga, ketika adanya musyawarah adat dalam pengambilan keputusan perempuan tidak mereka ikutsertakan.
Di sisi lain, perempuan dalam Adat Melayu Riau juga dulunya sangat erat dengan kegiatan melayani. Melayani yang dimaksud dalam hal ini ialah pelayan bagi kaum bangsawan. Misal dalam hal penyajian makanan bagi para bangsawan. Sehingga sampai hari ini praktik tersebut masih ada. Ini menjadi salah satu praktik subordinasi gender yang sudah seharusnya tidak kita lestarikan.
Selengkapnya: https://mubadalah.id/peran-perempuan-dalam-melestarikan-tradisi-pacu-jalur/
Perempuan dan Budaya Tradisional
Perempuan dalam budaya tradisional seringkali memiliki peran kunci dalam menjaga, mempertahankan, dan meneruskan nilai-nilai budaya kepada generasi mendatang. Melalui perannya sebagai ibu, nenek, atau kakak, perempuan mengajarkan nilai-nilai, norma, bahasa, pengetahuan tradisional dan praktik budaya. Yakni melalui penyampaian lisan atau praktik langsung.
Namun, Mitamimah mengatakan meskipun peran perempuan dalam budaya tradisional sangat penting, seringkali mereka berhadapan dengan hambatan-hambatan dalam proses pemberdayaannya. Di antara lain ada diskriminasi gender, stereotip sosial, keterbatasan akses terhadap pendidikan dan sumber daya, serta norma-norma budaya yang patriarkal. Sehingga menghambat perempuan dalam memainkan peran yang lebih luas dan berpengaruh dalam budaya tradisional.
Sejalan dengan hal itu, budaya Pacu Jalur yang merupakan hasil karya masyarakat Kuantan Singingi, Riau juga tidak terlepas dari andil perempuan didalamnya. Meskipun seringkali dalam Pacu Jalur perempuan dianggap memiliki peran yang lebih terbatas, mereka tetap memainkan peran kunci dalam menjaga keseimbangan dan relevansi budaya pacu jalur di era modern.
Perempuan dalam Menjaga dan Melestarikan Tradisi Pacu Jalur
Dalam tradisi Pacu Jalur, terdapat peran penting perempuan selama proses berlangsung. Saat upacara Rapek Nagori atau musyawarah desa, para tokoh masyarakat, tokoh adat atau ninik mamak serta pemuda melakukan perbincangan. Di antaranya mengenai waktu pencarian kayu, daerah atau hutan untuk mencari kayu tersebut, serta hal lainnya, namun para perempuan tidak ikut berunding. Mereka bertugas untuk menyiapkan hidangan kepada tamu undangan.
Hal itu karena dalam masyarakat budaya Melayu Riau, Suwardi MS menjelaskan mengenai kedudukan dan peranan perempuan dalam Kesukuan (Masyarakat Adat Melayu Riau) bahwa secara umum budaya Melayu masih mengutamakan peranan laki-laki, terkhusus pada tapuk kepemimpinan. Sehingga, ketika adanya musyawarah adat dalam pengambilan keputusan perempuan tidak mereka ikutsertakan.
Di sisi lain, perempuan dalam Adat Melayu Riau juga dulunya sangat erat dengan kegiatan melayani. Melayani yang dimaksud dalam hal ini ialah pelayan bagi kaum bangsawan. Misal dalam hal penyajian makanan bagi para bangsawan. Sehingga sampai hari ini praktik tersebut masih ada. Ini menjadi salah satu praktik subordinasi gender yang sudah seharusnya tidak kita lestarikan.
Selengkapnya: https://mubadalah.id/peran-perempuan-dalam-melestarikan-tradisi-pacu-jalur/