Pentingnya Orientasi Mobilitas Bagi Tunanetra
Berita Warga

Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision. Tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kaca mata (kurang awas / low vision)
Tingkat ketajaman penglihatan dihasilkan dari TES SNELLEN, yang dikelompokan menjadi berbagai tingkatan
Karena tunanetra memiliki keterbatasan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran.
Orientasi merupakan penggunaan indera yang masih berfungsi agar dapat menetapkan diri hubungannya dengan objek di sekitarnya. Sedangkan mobilitas merupakan kemampuan fisik
untuk bergerak dari satu lokasi ke lokasi lainnya yang diinginkan. Dari pengertian tersebut orientasi menitikberatkan pada proses mental sedangkan mobilitas pada fisik
Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium) dengan garis merah disamping.
Strategi Pelatihan bagi Tunanetra diantaranya :
a) Upaya memodifikasi lingkungan agar sesuai dengan kondisi anak (di satu sisi).
b) Upaya pemanfaatan secara optimal indera indera yang masih berfungsi, untuk mengimbangi kelemahan yang disebabkan hilangnya fungsi penglihatan (di sisi lain)
Kenap perlunya Orientasi Mobilitas (OM) bagi tunanetra antara lain sebagai berikut:
1. Hambatan penglihatan pada tunanetra berdampak terbatasnya pada kemampuan berpindah tempat atau mobilitas.
2. Kehilangan kemampuan melihat berdampak pada kemampuan tunanetra dalam memperoleh informasi dari lingkungan
3. Keterbatasan interaksi dengan lingkungan mengakibatkan keterpisahan individu dengan lingkungan fisik dan sosial pada batas-batas terten
6 (enam) komponen dalam OM antara lain:
1. Landmark (ciri medan),
Landmark atau ciri medan adalah semua objek berupa benda maupun rangsangan indera (bau, suara, suhu atau petunjuk taktual tertentu yang bersifat konstan (menetap) dan sudah dikenal, mudah ditemukan (sudah diketahui dan tetap lokasinya) di lingkungan tersebut. lokasi yang mempunyai karakteristik tertentu yang dapat dibedakan dari lokasi lainnya.
2. Clues (tanda-tanda),
Clues atau tanda-tanda yakni suatu rangsangan rangsangan visual, auditoris (bunyi/suara), kinestetik, rangsangan taktual, bau, suhu, yang mengenai indera dan yang segera dapat diubah menjadi petunjuk untuk menetapkan suatu posisi atau suatu garis arah.
3. Numbering system (sistem penomoran),
Sistem penomoran adalah pengaturan susunan nomor dan urutan ruang/bangunan di dalam gedung maupun dalam satu komplek. Sesuatu yang saling terkait dan mempengaruhi di antara komponennya.
Sistem penomeran dikenal 2 macam, yakni di dalam ruang apabila tunanetra ada dalam ruang. Sebaliknya apabila sistem penomoran di luar ruang apabila tunanetra ada di luar ruang.
4. Measurement (pengukuran),
Merupakan proses mengukur untuk mengetahui dimensi yang tepat dan benar dari suatu objek dengan menggunakan ukuran tertentu.
5. Compas Direction (arah mata angin), dan
Merupakan arah-arah khusus yang ditentukan oleh gerak magnetik dari bumi. Selanjutnya 4 Compas Direction (arah mata angin), antara lain utara, barat, selatan dan timur.
6. Self Familiarization (memfamiliarkan diri).
Komponen orientasi secara komprehensif merupakan dasar dari Self familiarization process. Realisasi kognisi orientasi untuk tunanetra diwujudkan pada proses berpikir dan mengolah informasi di lingkungannya.
a.Where am I (di mana saya)
b. Where is my objective (di mana tujuan saya)
c. How do I get there
Tingkat ketajaman penglihatan dihasilkan dari TES SNELLEN, yang dikelompokan menjadi berbagai tingkatan
Karena tunanetra memiliki keterbatasan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran.
Orientasi merupakan penggunaan indera yang masih berfungsi agar dapat menetapkan diri hubungannya dengan objek di sekitarnya. Sedangkan mobilitas merupakan kemampuan fisik
untuk bergerak dari satu lokasi ke lokasi lainnya yang diinginkan. Dari pengertian tersebut orientasi menitikberatkan pada proses mental sedangkan mobilitas pada fisik
Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium) dengan garis merah disamping.
Strategi Pelatihan bagi Tunanetra diantaranya :
a) Upaya memodifikasi lingkungan agar sesuai dengan kondisi anak (di satu sisi).
b) Upaya pemanfaatan secara optimal indera indera yang masih berfungsi, untuk mengimbangi kelemahan yang disebabkan hilangnya fungsi penglihatan (di sisi lain)
Kenap perlunya Orientasi Mobilitas (OM) bagi tunanetra antara lain sebagai berikut:
1. Hambatan penglihatan pada tunanetra berdampak terbatasnya pada kemampuan berpindah tempat atau mobilitas.
2. Kehilangan kemampuan melihat berdampak pada kemampuan tunanetra dalam memperoleh informasi dari lingkungan
3. Keterbatasan interaksi dengan lingkungan mengakibatkan keterpisahan individu dengan lingkungan fisik dan sosial pada batas-batas terten
6 (enam) komponen dalam OM antara lain:
1. Landmark (ciri medan),
Landmark atau ciri medan adalah semua objek berupa benda maupun rangsangan indera (bau, suara, suhu atau petunjuk taktual tertentu yang bersifat konstan (menetap) dan sudah dikenal, mudah ditemukan (sudah diketahui dan tetap lokasinya) di lingkungan tersebut. lokasi yang mempunyai karakteristik tertentu yang dapat dibedakan dari lokasi lainnya.
2. Clues (tanda-tanda),
Clues atau tanda-tanda yakni suatu rangsangan rangsangan visual, auditoris (bunyi/suara), kinestetik, rangsangan taktual, bau, suhu, yang mengenai indera dan yang segera dapat diubah menjadi petunjuk untuk menetapkan suatu posisi atau suatu garis arah.
3. Numbering system (sistem penomoran),
Sistem penomoran adalah pengaturan susunan nomor dan urutan ruang/bangunan di dalam gedung maupun dalam satu komplek. Sesuatu yang saling terkait dan mempengaruhi di antara komponennya.
Sistem penomeran dikenal 2 macam, yakni di dalam ruang apabila tunanetra ada dalam ruang. Sebaliknya apabila sistem penomoran di luar ruang apabila tunanetra ada di luar ruang.
4. Measurement (pengukuran),
Merupakan proses mengukur untuk mengetahui dimensi yang tepat dan benar dari suatu objek dengan menggunakan ukuran tertentu.
5. Compas Direction (arah mata angin), dan
Merupakan arah-arah khusus yang ditentukan oleh gerak magnetik dari bumi. Selanjutnya 4 Compas Direction (arah mata angin), antara lain utara, barat, selatan dan timur.
6. Self Familiarization (memfamiliarkan diri).
Komponen orientasi secara komprehensif merupakan dasar dari Self familiarization process. Realisasi kognisi orientasi untuk tunanetra diwujudkan pada proses berpikir dan mengolah informasi di lingkungannya.
a.Where am I (di mana saya)
b. Where is my objective (di mana tujuan saya)
c. How do I get there