Pedagang Gule Gending Di Ujung Senja
Berita Warga

Salah satu makanan tradisional dari berbagai aneka ragam makanan khas Lombok adalah manisan (permen) “Gule Gending”. Gule Gending berasal dari dua kata yaitu kata “Gule” yang artinya gula atau permen dan kata “Gending” berarti musik. Adapun gule (permen) tersebut terbuat dari gula pasir berbentuk serabut dan biasanya berwarna merah. Permen Gule Gending dijajakan dengan cara berkeliling dari kampung ke kampung. Yang menarik pada Gule Gending ini yaitu ketika menjajakannya si penjual memainkan musik atau instrumen lagu-lagu tradisional sasak dengan cara memukul-mukul wadah Gule Gending. Itulah sebabnya makanan tersebut dinamakan Gule Gending karena permen (gule) yang dijajakan dengan iringan musik (gending). Wadah Gule Gending memang dirancang selain difungsikan sebagai wadah tempat menaruh Gule Gending, juga sebagai alat musik yang bisa menghasilkan suara yang bagus dan merdu untuk menarik perhatian para calon pembeli Gule Gending.
Dulunya ketika dari kejauhan terdengar sayup-sayup sampai suara alunan musik pedagang Gule Gending, anak-anak dengan suka cita berkumpul untuk menyongsong si pedagang Gule Gending tiba. Mereka tidak hanya mau membeli manisan Gule Gending namun mereka juga ingin sekedar menikmati alunan musik tradisional yang dimain kan oleh si pedagang Gule Gending. Alunan musik sejenak hening pertanda ada yang membeli Gule Gending. Setelah melayani para pembeli, musik Gule Gending mulai ditabuh kembali. Kali ini anak-anak yang sudah mendapatkan Gule Gending tidak sadar menggoyang-goyangkan tubuhnya sambil makan Gule Gending. Mereka sungguh kelihatan riang dan gembira.
Namun dengan berjalannya waktu, varian makanan khususnya jenis, model, bentuk maupun aroma manisan (permen) saat ini semakain banyak di pasaran, sehingga manisan Gule Gending semakin terdesak. Banyak ana-anak yang lebih memilih permen dengan cita rasa dan aroma yang lebih variatif serta tersedia kapan saja mereka inginkan ketimbang Gule Gending yang tidak bisa dibeli setiap saat. Demikian juga jenis musik yang dimainkan oleh pedagang Gule Gending sudah tidak menarik lagi karena musik-musik tersebut sudah tidak sesuai dengan selera anak-anak masa kini. Inilah sebabnya kenapa pedagang Gule Gending yang dulunya cukup banyak, kini kian langka, bahkan bisa dikatakan hampir punah.
Mencermati permasalahan tersebut maka pedagang Gule Gending seharusnya lebih kreatif dan inovatif dalam menghadapi persaingan global saat ini. Mereka seharusnya lebih peka terhadap selera dan harapan konsumen kalau mereka ingin selalu tetap eksis. Diantaranya dengan memproduksi permen Gule Gending dengan aroma, cita rasa dan warna manisan Gule Gending yang lebih memikat selera para konsumen, terutama anak-anak. Disamping itu juga para pedagang Gule Gending harus bisa memainkan instumen musik sasak yang dikolaborasikan dengan genre musik sesuai dengan selera anak-anak masa ini, seperti lagu-lagu yang dilantunkan oleh boyband, girlband ataupun instrumen lain yang lagi populer saat ini.
Disamping itu, agar pedagang Gule Gending tetap bisa eksis dan berkembang, maka pihak pemerintah juga seharusnya bisa memfasilitasi mereka dengan cara memberikan modal dan mempromosikannya sebagai salah satu aset budaya yang dapat menarik wisatawan. Dengan Atraksi mereka didalam memainkan irama wadah Gule Gendingnya bisa dijadikan sebagai salah satu acara seremonial untuk menyambut para tamu, baik para tamu lokal maupun tamu dari mancanegara serta wisatawan asing yang kebetulan berlibur ke daerah kita. Insya Allah dengan demikian pedagang Gule Gending akan tetap eksis bahkan akan berkembang sehingga bisa membuka lapangan kerja baru. Demikian juga dengan daya tarik pedagang Gule Gending sebagai salah ssatu aset budaya, maka diharapkan wisatawan yang berkunjung ke daerah kita akan semakin bertambah yang tentunya akan berdampak pada bertambahnya devisa negara pada umumnya dan pendapatan daerah NTB pada khususnya. Semoga.(Zul)
Dulunya ketika dari kejauhan terdengar sayup-sayup sampai suara alunan musik pedagang Gule Gending, anak-anak dengan suka cita berkumpul untuk menyongsong si pedagang Gule Gending tiba. Mereka tidak hanya mau membeli manisan Gule Gending namun mereka juga ingin sekedar menikmati alunan musik tradisional yang dimain kan oleh si pedagang Gule Gending. Alunan musik sejenak hening pertanda ada yang membeli Gule Gending. Setelah melayani para pembeli, musik Gule Gending mulai ditabuh kembali. Kali ini anak-anak yang sudah mendapatkan Gule Gending tidak sadar menggoyang-goyangkan tubuhnya sambil makan Gule Gending. Mereka sungguh kelihatan riang dan gembira.
Namun dengan berjalannya waktu, varian makanan khususnya jenis, model, bentuk maupun aroma manisan (permen) saat ini semakain banyak di pasaran, sehingga manisan Gule Gending semakin terdesak. Banyak ana-anak yang lebih memilih permen dengan cita rasa dan aroma yang lebih variatif serta tersedia kapan saja mereka inginkan ketimbang Gule Gending yang tidak bisa dibeli setiap saat. Demikian juga jenis musik yang dimainkan oleh pedagang Gule Gending sudah tidak menarik lagi karena musik-musik tersebut sudah tidak sesuai dengan selera anak-anak masa kini. Inilah sebabnya kenapa pedagang Gule Gending yang dulunya cukup banyak, kini kian langka, bahkan bisa dikatakan hampir punah.
Mencermati permasalahan tersebut maka pedagang Gule Gending seharusnya lebih kreatif dan inovatif dalam menghadapi persaingan global saat ini. Mereka seharusnya lebih peka terhadap selera dan harapan konsumen kalau mereka ingin selalu tetap eksis. Diantaranya dengan memproduksi permen Gule Gending dengan aroma, cita rasa dan warna manisan Gule Gending yang lebih memikat selera para konsumen, terutama anak-anak. Disamping itu juga para pedagang Gule Gending harus bisa memainkan instumen musik sasak yang dikolaborasikan dengan genre musik sesuai dengan selera anak-anak masa ini, seperti lagu-lagu yang dilantunkan oleh boyband, girlband ataupun instrumen lain yang lagi populer saat ini.
Disamping itu, agar pedagang Gule Gending tetap bisa eksis dan berkembang, maka pihak pemerintah juga seharusnya bisa memfasilitasi mereka dengan cara memberikan modal dan mempromosikannya sebagai salah satu aset budaya yang dapat menarik wisatawan. Dengan Atraksi mereka didalam memainkan irama wadah Gule Gendingnya bisa dijadikan sebagai salah satu acara seremonial untuk menyambut para tamu, baik para tamu lokal maupun tamu dari mancanegara serta wisatawan asing yang kebetulan berlibur ke daerah kita. Insya Allah dengan demikian pedagang Gule Gending akan tetap eksis bahkan akan berkembang sehingga bisa membuka lapangan kerja baru. Demikian juga dengan daya tarik pedagang Gule Gending sebagai salah ssatu aset budaya, maka diharapkan wisatawan yang berkunjung ke daerah kita akan semakin bertambah yang tentunya akan berdampak pada bertambahnya devisa negara pada umumnya dan pendapatan daerah NTB pada khususnya. Semoga.(Zul)