Log In Sign Up

Panggung Ruwatan Bumi - Gerebeg Mekotek

Citizen News
Gerebek Mekotek adalah ritual yang memakai sarana kayu biasanya yang paling banyak dipakai dari jenis pulet yang dimainkan secara bersama-sama untuk merayakan kemenangan dharma (kebaikan) melawan adharma (kejahatan).

Ritual mekotek biasanya dilaksanakan di halaman Pura Desa oleh remaja pria atau para bapak-bapak. Tradisi yang juga dikenal dengan istilah ngerebek ini dilakoni warga secara turun-temurun sejak 1932. Di awal, makotek menggunakan tombak yang terbuat dari besi.

Namun seiring perkembangan zaman dan untuk menghindari peserta yang terluka, maka sejak tahun 1948, tombak besi mulai digantikan tombak dari bahan kayu pulet. Tombak yang asli dilestarikan dan disimpan di pura. Rangkaian makotek diawali dengan upacara Mendak Betara di Pura Dalem lalu umat mengelilingi desa.

Upacara berakhir di Pura Puseh. Tradisi ini untuk memperingati kemenangan Kerajaan Mengwi saat perang melawan kerajaan Blambangan dari Banyuwangi. Ida Bagus Gede Mahadewa, Ketua Kerth Desa, mengatakan bahwa warga desa percaya perang Makotek dapat menjauhkan segala bentuk bencana. "Dulu tradisi ini pernah ditiadakan, tapi kemudian ada bencana menimpa warga kami, bahkan tiba-tiba ada 11 orang meninggal," katanya.

Setelah peristiwa itu, tradisi ini dilakukan kembali oleh warga Desa Munggu, namun tidak menggunakan tombak, melainkan kayu.Nama makotek berasal dari suara kayu yang saling bertabrakan saat disatukan menjadi bentuk gunung yang menyudut. "Makotek timbul dari suara kayu-kayu yang digabung jadi satu, bunyinya tek..tek.. tek.. Sebenarnya tradisi ini bernama grebek yang artinya saling dorong.

Perang Makotek dilakukan oleh ratusan kaum pria warga desa Munggu dari umur 13 tahun hingga 60 tahun. Umumnya atraksi ini dilakukan sore hari, dengan cara menggabungkan puluhan kayu sepanjang 3,5 meter dari poho pullet hingga membentuk kerucut, kemudian salah satu pemuda menaiki kayu hingga berada di ujung dengan posisi berdiri. Ini juga dilakukan oleh kelompok lain yang nantinya kedua kelompok tersebut akan dipertemukan untuk berperang layaknya panglima perang.

Meski cukup berbahaya namun tradisi ini dianggap menyenangkan. Bahkan beberapa orang yang mencoba naik ke atas kayu terjatuh dan ada pula yang tersangkut di pohon. Sebelum memulai atraksi ini peserta terlebih dahulu melakukan persembahyangan bersama di Puradesa, dengan dipercikkan air suci. "Atraksi ini ada pantangannya.

Peserta yang ikut tidak boleh ada yang keluarganya sedang meninggal, dan istrinya melahirkan," ujarnya. Tradisi unik tersebut disaksikan ribuan penonton baik dari kalangan masyarakat lokal, wisatawan nusantara, maupun wisatawan asing. Penonton, berbaur memadati areal depan Pura Kahyangan Tiga dan sepanjang sudut desa.

Popular Hashtag

Citizen News Related

Citizen News Most Popular

Citizen News Recent Posts

Explore more information

Citizen News

Latest news in your neighborhood

Job

Job vacancies information for you

Event

Discover local events to attend

Report

Problems in your neighborhood

Community

AtmaGo community rooms

Check out selected news, curated especially for you!

Log In Sign Up