Menjadi Langganan Banjir, Desa Pombakka Butuh Solusi Adaptif
Citizen News

Desa Pombakka merupakan desa yang terdapat di Kecamatan Malangke Barat, Kabupaten Luwu Utara butuh solusi yang adaptif terkait banjir langganan yang menggenangi wilayah tersebut selama berbulan-bulan.
Setiap kali memasuki musim hujan, desa Pombakka selalu menjadi langganan banjir, hal ini diungkapkan oleh Akhiruddin, kepala desa Pombakka kepada tim relawan Fatayat NU Luwu Utara saat menyalurkan bantuan ke warga terdampak banjir pada Rabu, 23 Mei 2024.
Dalam penuturannya, tahun ini yang paling parah karena hampir semua dusun digenangi air, mulai dari dusun Sauru, Lawewe apalagi dusun Pombakka I dan Pombakka II. Dua dusun Pombakka ini yang paling memprihatinkan karena air merendam perkebunan warga setinggi 1 sampai 2 meter, bahkan lebih, rumah-rumah warga tidak dapat lagi di tempati karena tingginya air terlalu beresiko untuk keselamatan mereka . Berada di ujung kabupaten dan menjadi perbatasan Kab. Luwu, wilayah ini termasuk desa terpencil. Akses darat putus total, perekonomian lumpuh dan masyarakat terpaksa mengungsi ke rumah keluarga atau kembali ke kampung halaman bagi pendatang.
Akhiruddin sangat bersyukur banyak bantuan dari relawan, akan tetapi untuk kebutuhan sehari-hari, mau sampai kapan mereka mengandalkan bantuan atau menggunakan tabungan yang masih tersisa. Bukan hanya itu, jika mereka kehabisan sembako, mereka harus menempuh perjalanan menggunakan perahu bala-bala (sampan mesin) selama kurang lebih 30 menit untk melewati banjir.
"Alhamdulillah bantuan selalu berdatangan dari berbagai sumber, baik dari pemerintah daerah maupun dari relawan. Biasa juga bantuannya lama baru diambil kasian karena harus naik perahu kesana. Medannya berbahaya, airnya dalam jadi orang berpengalaman pi yang bisa bawa perahunya" terang Akhiruddin.
Akhiruddin melanjutkan bahwa desa Pombakka memang menjadi langganan setiap kali banjir,hanya saja kali ini paling parah karena jebolnya tanggul pembatas antara desa Lembang-lembang dan desa Pombakka sehingga air meluap ke pemukiman warga dalam waktu yang lama.
" Banjir kali ini paling parah dan paling lama,karena tanggul jebol jadi airnya susah surut. Setiap hujan tambah lagi, begitu terus. Semoga saja ada solusi dari pemerintah daerah karena kasihan warga kalau ini sampai berlarut-larut. " tuturnya.
Sedangkan dari tim relawan Fatayat NU Luwu Utara, Lila berpendapat bahwa mungkin sebaiknya ada solusi adaptif untuk masyarakat desa Pombakka dari pemerintah daerah terkait penanganan banjir di wilayah ini.
"Menarik digagas diskusi kecil dengan pemerintah untuk menemukan upaya adaptasi atau kerennya "bersahabat dengan banjir" di beberapa desa yang memang langganan banjir. Misalnya, apakah infrastruktur sudah harus bertiang semua?, bukan bangunan lantai yang langsung bersentuhan dengan tanah, dan ada perahu yang siap digunakan di setiap dusun jika terjadi banjir" tutur Lila.
"Sedangkan adaptasi lain yang dapat dilakukan adalah memberikan pemahaman terhadap fenomena banjir kepada warga berdasarkan pengalaman
dan efektifitas dari upaya yang sudah diterapkan." Imbuhnya. (AD).
Setiap kali memasuki musim hujan, desa Pombakka selalu menjadi langganan banjir, hal ini diungkapkan oleh Akhiruddin, kepala desa Pombakka kepada tim relawan Fatayat NU Luwu Utara saat menyalurkan bantuan ke warga terdampak banjir pada Rabu, 23 Mei 2024.
Dalam penuturannya, tahun ini yang paling parah karena hampir semua dusun digenangi air, mulai dari dusun Sauru, Lawewe apalagi dusun Pombakka I dan Pombakka II. Dua dusun Pombakka ini yang paling memprihatinkan karena air merendam perkebunan warga setinggi 1 sampai 2 meter, bahkan lebih, rumah-rumah warga tidak dapat lagi di tempati karena tingginya air terlalu beresiko untuk keselamatan mereka . Berada di ujung kabupaten dan menjadi perbatasan Kab. Luwu, wilayah ini termasuk desa terpencil. Akses darat putus total, perekonomian lumpuh dan masyarakat terpaksa mengungsi ke rumah keluarga atau kembali ke kampung halaman bagi pendatang.
Akhiruddin sangat bersyukur banyak bantuan dari relawan, akan tetapi untuk kebutuhan sehari-hari, mau sampai kapan mereka mengandalkan bantuan atau menggunakan tabungan yang masih tersisa. Bukan hanya itu, jika mereka kehabisan sembako, mereka harus menempuh perjalanan menggunakan perahu bala-bala (sampan mesin) selama kurang lebih 30 menit untk melewati banjir.
"Alhamdulillah bantuan selalu berdatangan dari berbagai sumber, baik dari pemerintah daerah maupun dari relawan. Biasa juga bantuannya lama baru diambil kasian karena harus naik perahu kesana. Medannya berbahaya, airnya dalam jadi orang berpengalaman pi yang bisa bawa perahunya" terang Akhiruddin.
Akhiruddin melanjutkan bahwa desa Pombakka memang menjadi langganan setiap kali banjir,hanya saja kali ini paling parah karena jebolnya tanggul pembatas antara desa Lembang-lembang dan desa Pombakka sehingga air meluap ke pemukiman warga dalam waktu yang lama.
" Banjir kali ini paling parah dan paling lama,karena tanggul jebol jadi airnya susah surut. Setiap hujan tambah lagi, begitu terus. Semoga saja ada solusi dari pemerintah daerah karena kasihan warga kalau ini sampai berlarut-larut. " tuturnya.
Sedangkan dari tim relawan Fatayat NU Luwu Utara, Lila berpendapat bahwa mungkin sebaiknya ada solusi adaptif untuk masyarakat desa Pombakka dari pemerintah daerah terkait penanganan banjir di wilayah ini.
"Menarik digagas diskusi kecil dengan pemerintah untuk menemukan upaya adaptasi atau kerennya "bersahabat dengan banjir" di beberapa desa yang memang langganan banjir. Misalnya, apakah infrastruktur sudah harus bertiang semua?, bukan bangunan lantai yang langsung bersentuhan dengan tanah, dan ada perahu yang siap digunakan di setiap dusun jika terjadi banjir" tutur Lila.
"Sedangkan adaptasi lain yang dapat dilakukan adalah memberikan pemahaman terhadap fenomena banjir kepada warga berdasarkan pengalaman
dan efektifitas dari upaya yang sudah diterapkan." Imbuhnya. (AD).