MENGULIK SEJARAH PENINGGALAN BELANDA DI NGAWI; Benteng "Pendem" Van Den Bosch
Berita Warga

#PART_1 (Takeshi Castle-nya Ngawi)
Oleh: Qimayatul Milla
Seperti biasa, kala liburan Sekolah tiba, kami menyempatkan waktu untuk mudik ke Madiun, dan sengaja kali ini kami mengagendakan untuk menjelajahi destinasi alam sekaligus belajar sejarah ke suatu tempat. Ya.. diantara kami, Author dan si Suami memiliki hobby yang sama yakni suka berpetualang menjelajahi destinasi alam dan sejarah.
Dan akhirnya kami melipir ke Ngawi, dimana kota kecil ini menyimpan sejarah yang cukup penting bagi Indonesia di masa lalu. Jaraknya pun tidak terlalu jauh dari rumah kami di Madiun, hanya 34 km selama ± 1 jam mengendarai motor ala-ala club touring. 🤗
Tidak sulit menemukan tempat ini, "BENTENG VAN DEN BOSCH" atau yang dikenal dengan "BENTENG PENDEM". Sebab lokasinya sangat strategis dan mudah dijangkau, apalagi jaman sekarang Google Maps sangat membantu. Terletak di Jl. Untung Suropati, Kel. Pelem, Kec. Ngawi, Kab. Ngawi, Jawa Timur. Dekat dengan Alun-alun dan pusat Kantor Pemerintahan Kab. Ngawi ± 1 km.
Awalnya Author sempat terperanjat ragu, ketika akan masuk ke area Benteng ini, karena di gerbang awal disambut dengan tulisan Kompleks Batalyon Artileri Medan (Yon Armed) 12/Kostrad "ANGICIPI YUDHA". Yang membuat Author mengira ini bukan Benteng bersejarah melainkan Markas TNI biasa, namun rasa penasaran Author terjawab saat ada beberapa personil yang bertugas bilang bahwasanya markas ini memang betul dulunya adalah Benteng bersejarah.
Setelah kemerdekaan, bangunan Belanda ini dikuasai bangsa Indonesia, dan pada tahun 1962 Benteng Pendem diputuskan menjadi markas Komando Yon Armed yang berada di Rampal, Malang. Selama menjadi markas TNI, kawasan Benteng menjadi daerah terlarang bagi masyarakat umum karena saat itu difungsikan sebagai gudang amunisi dan untu kegiatan latihan militer, di bawah tanggungjawab Yon Armed 12 Kostrad. Setelah Yon Armed 12 dipindah karena Benteng Pendem dianggap sudah tidak layak lagi menjadi markas militer. Barulah kawasan tersebut dibuka untuk umum.
Masuklah kami ke halaman Benteng, ada beberapa pemuda yang berjaga di loket pintu masuk, dengan membayar tiket Rp. 5000/orang saja. Dari loket ini pun kami belum bisa melihat keberadaan Benteng teraebut, secara Bentengnya tertutupi oleh gundukan tanah yang lebih tinggi di sekelilingnya, seolah-olah terlihat terpendam dari luar. Juga dulunya adanya parit yang lebar dengan kedalaman ± 2 m yang penuh dengan air, sehingga orang yang masuk ke Benteng ini harus menggunakan perahu untuk sampai ke pintu gerbang, itulah kenapa Benteng ini disebut sebagai "BENTENG PENDEM".
Karena gundukan tanah di sekelilingnya dibuat sebagai tanggul penahan banjir, sebab lokasinya yang diapit oleh dua sungai besar, yaitu Sungai Bengawan Solo dan Sungai Madiun, hingga sering disebut sebagai "Kali Tempuk". Pertemuan dua sungai itu terlihat jelas apabila kita keluar dari gerbang belakang Benteng Pendem.
Di dalam parit itu juga, konon katanya sengaja dipelihara buaya buas untuk menjaga jika para tawanan dan pekerja rodhi jaman itu melarikan diri dari penjara dalam Benteng, serta mempersulit musuh untuk mendekati dan memasuki area utama Benteng. Seperti yang diuraikan singkat oleh para pemuda di loket tersebut, atas keheranan kami tentang letak Benteng yang sebenarnya.
Terkesima itulah yang kami rasakan, tatkala berada tepat di depan pintu gerbang Benteng. Bangunan yang megah, bergaya khas kolonial Belanda, corak Eropa yang begitu kental karena terdapat banyak ruangan seperti Koloseum di Roma, dan setiap bangunan memiliki keterangan sejarahnya masing-masing. Menjadikan bangunan ini terkesan vintage dan tentunya Instagramable banget bagi yang suka instagenic.
(sama kayak si Author nih..🤣)
Benteng yang memiliki ukuran bangunan 165 m x 80 m dengan luas tanah ± 15 Ha dan bertuliskan 1839 - 1845 yang tertulis jelas di dinding Benteng Utama, dimana tahun tersebut menandakan pembangunan Benteng Pendem. Dibangun oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda yang membawahi Jawa dan Sumatera yakni Johannes Van Den Bosch, juga merupakan orang yang membuat ide sistem tanam paksa di Indonesia. Ia membangun Benteng di Ngawi sebagai markas besar dalam menyusun rencana-rencananya. Itulah sebabnya Benteng Pendem ini dikenal juga sebagai "BENTENG VAN DEN BOSCH".
Pada abad ke-19, sebelum Benteng dibangun, wilayah ini menjadi salah satu pusat perdagangan dan pelayaran di wilayah Jawa Timur dan dijadikan pusat pertahanan Belanda di wilayah Madiun dan sekitarnya dalam Perang Diponegoro.
Benteng tersebut dibangun Pemerintah Hindia Belanda untuk mempertahankan kedudukan dan fungsi strategis Ngawi serta menguasai jalur perdagangan. Maka jangan heran jika di Benteng ini lengkap dengan sejumlah perlengkapan pertahanan peninggalan Pemerintahan Hindia Belanda.
(⏩⏩BERSAMBUNG⏪⏪)
Kandang Semangkon, 22 Oktober 2019
(Selamat Hari Santri Nasional) 😍
#7harikonsistenmenuliscitizenjournalism
#kelasjurnalistikonline #CiJo
#lastday #day7of7 #belajarnulis
#belajarliterasi #destinasisejarah
#hijabtraveller #explorengawi
#ngawiramah #ngawihits #instangawi
#mudikasyik #mampirdolan #jatimkeren
Oleh: Qimayatul Milla
Seperti biasa, kala liburan Sekolah tiba, kami menyempatkan waktu untuk mudik ke Madiun, dan sengaja kali ini kami mengagendakan untuk menjelajahi destinasi alam sekaligus belajar sejarah ke suatu tempat. Ya.. diantara kami, Author dan si Suami memiliki hobby yang sama yakni suka berpetualang menjelajahi destinasi alam dan sejarah.
Dan akhirnya kami melipir ke Ngawi, dimana kota kecil ini menyimpan sejarah yang cukup penting bagi Indonesia di masa lalu. Jaraknya pun tidak terlalu jauh dari rumah kami di Madiun, hanya 34 km selama ± 1 jam mengendarai motor ala-ala club touring. 🤗
Tidak sulit menemukan tempat ini, "BENTENG VAN DEN BOSCH" atau yang dikenal dengan "BENTENG PENDEM". Sebab lokasinya sangat strategis dan mudah dijangkau, apalagi jaman sekarang Google Maps sangat membantu. Terletak di Jl. Untung Suropati, Kel. Pelem, Kec. Ngawi, Kab. Ngawi, Jawa Timur. Dekat dengan Alun-alun dan pusat Kantor Pemerintahan Kab. Ngawi ± 1 km.
Awalnya Author sempat terperanjat ragu, ketika akan masuk ke area Benteng ini, karena di gerbang awal disambut dengan tulisan Kompleks Batalyon Artileri Medan (Yon Armed) 12/Kostrad "ANGICIPI YUDHA". Yang membuat Author mengira ini bukan Benteng bersejarah melainkan Markas TNI biasa, namun rasa penasaran Author terjawab saat ada beberapa personil yang bertugas bilang bahwasanya markas ini memang betul dulunya adalah Benteng bersejarah.
Setelah kemerdekaan, bangunan Belanda ini dikuasai bangsa Indonesia, dan pada tahun 1962 Benteng Pendem diputuskan menjadi markas Komando Yon Armed yang berada di Rampal, Malang. Selama menjadi markas TNI, kawasan Benteng menjadi daerah terlarang bagi masyarakat umum karena saat itu difungsikan sebagai gudang amunisi dan untu kegiatan latihan militer, di bawah tanggungjawab Yon Armed 12 Kostrad. Setelah Yon Armed 12 dipindah karena Benteng Pendem dianggap sudah tidak layak lagi menjadi markas militer. Barulah kawasan tersebut dibuka untuk umum.
Masuklah kami ke halaman Benteng, ada beberapa pemuda yang berjaga di loket pintu masuk, dengan membayar tiket Rp. 5000/orang saja. Dari loket ini pun kami belum bisa melihat keberadaan Benteng teraebut, secara Bentengnya tertutupi oleh gundukan tanah yang lebih tinggi di sekelilingnya, seolah-olah terlihat terpendam dari luar. Juga dulunya adanya parit yang lebar dengan kedalaman ± 2 m yang penuh dengan air, sehingga orang yang masuk ke Benteng ini harus menggunakan perahu untuk sampai ke pintu gerbang, itulah kenapa Benteng ini disebut sebagai "BENTENG PENDEM".
Karena gundukan tanah di sekelilingnya dibuat sebagai tanggul penahan banjir, sebab lokasinya yang diapit oleh dua sungai besar, yaitu Sungai Bengawan Solo dan Sungai Madiun, hingga sering disebut sebagai "Kali Tempuk". Pertemuan dua sungai itu terlihat jelas apabila kita keluar dari gerbang belakang Benteng Pendem.
Di dalam parit itu juga, konon katanya sengaja dipelihara buaya buas untuk menjaga jika para tawanan dan pekerja rodhi jaman itu melarikan diri dari penjara dalam Benteng, serta mempersulit musuh untuk mendekati dan memasuki area utama Benteng. Seperti yang diuraikan singkat oleh para pemuda di loket tersebut, atas keheranan kami tentang letak Benteng yang sebenarnya.
Terkesima itulah yang kami rasakan, tatkala berada tepat di depan pintu gerbang Benteng. Bangunan yang megah, bergaya khas kolonial Belanda, corak Eropa yang begitu kental karena terdapat banyak ruangan seperti Koloseum di Roma, dan setiap bangunan memiliki keterangan sejarahnya masing-masing. Menjadikan bangunan ini terkesan vintage dan tentunya Instagramable banget bagi yang suka instagenic.
(sama kayak si Author nih..🤣)
Benteng yang memiliki ukuran bangunan 165 m x 80 m dengan luas tanah ± 15 Ha dan bertuliskan 1839 - 1845 yang tertulis jelas di dinding Benteng Utama, dimana tahun tersebut menandakan pembangunan Benteng Pendem. Dibangun oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda yang membawahi Jawa dan Sumatera yakni Johannes Van Den Bosch, juga merupakan orang yang membuat ide sistem tanam paksa di Indonesia. Ia membangun Benteng di Ngawi sebagai markas besar dalam menyusun rencana-rencananya. Itulah sebabnya Benteng Pendem ini dikenal juga sebagai "BENTENG VAN DEN BOSCH".
Pada abad ke-19, sebelum Benteng dibangun, wilayah ini menjadi salah satu pusat perdagangan dan pelayaran di wilayah Jawa Timur dan dijadikan pusat pertahanan Belanda di wilayah Madiun dan sekitarnya dalam Perang Diponegoro.
Benteng tersebut dibangun Pemerintah Hindia Belanda untuk mempertahankan kedudukan dan fungsi strategis Ngawi serta menguasai jalur perdagangan. Maka jangan heran jika di Benteng ini lengkap dengan sejumlah perlengkapan pertahanan peninggalan Pemerintahan Hindia Belanda.
(⏩⏩BERSAMBUNG⏪⏪)
Kandang Semangkon, 22 Oktober 2019
(Selamat Hari Santri Nasional) 😍
#7harikonsistenmenuliscitizenjournalism
#kelasjurnalistikonline #CiJo
#lastday #day7of7 #belajarnulis
#belajarliterasi #destinasisejarah
#hijabtraveller #explorengawi
#ngawiramah #ngawihits #instangawi
#mudikasyik #mampirdolan #jatimkeren