Mahdis, Pejuang OYPMK Dari Timur
Berita Warga

Sureq JW - Luwu Utara. Bertempat di Hotel Horison Ultima kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan, NLR Indonesia, berkolaborasi dengan PPMN, dan Jaring.Id melakukan kegiatan bootcamp yang bertemakan, Suara kusta dari timur.
Kegiatan tersebut berlangsung selama lima hari, sejak tanggal 29-2 November 2024. Pesertanya berasal dari berbagai kalangan, utamanya masyarakat yang pernah mengalami penyakit kusta dan jurnalis, ada yang berlatar belakang jurnalis televisi, jurnalis mainstreem, dan jurnalis warga.
Diantaranya peserta yang pernah menderita kusta, atau disebut dengan orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) adalah Mahdis. OYPMK yang sangat memberi inspirasi, bukan hanya karena keaktifan selama kegiatan tetapi kontribusi terkait issu kusta telah banyak dilakukan.
Kepeduliannya terkait dengan penyakit kusta, tidak muncul begitu saja. Tetapi dilatar belakangi oleh beberapa hal, diantaranya, Mahdis mengalami sendiri betapa dahsyat penyakit kusta. Sejak 2010 ia berjuang melawan penyakitnya tersebut, relah meninggal sanak keluarga demi menghindari stigma di masyarakat.
"Saya setelah dinyatakan sakit kusta, sangat terbebani, apa lagi orang tua saya, bapak adalah seorang penyuluh kusta, malu ditengah masyarakat" cerita Mahdis.
Setelah mengalami pengobatan, Mahdis memilih untuk membuang diri ke Sulawesi tenggara, dengan alasan mencari kerja, padahal mencoba menjaga nama baik keluarga.
Beberapa bulan berada di Sulawesi tenggara, tepatnya daerah poso, ia kembali mengalami penyakit tersebut (reaksi kusta) karena faktor beban pikiran, stress dan kondisi yang jau dari keluarga.
"Saat itu saya memilih kembali ke Makassar dan berobat selama 12 bulan, diselah selah pengobatan, saya berpikir untuk keluar dari beban pikiran dan menerima keadaan saya," tambah Mahdis.
Sejak mengalami pengobatan 12 bulan dan berangsur membaik, Mahdis mencoba menarik diri dari kampung, dari Kab. Sinjai ke Kota Makassar, dengan alasan fasilitas lebih menjamin dan masyarakat perkotaan cuek terkait penyakit kusta.
Selama di Makassar, bapak dari seorang anak tersebut, berjuang bagaimana OYPMK bisa keluar dari stigma masyarakat, bahwa penyakit kusta adalah penyakit menular yang tidak bisa disembuhkan.
Mulai dari bergabung diorganisasi Permata sampai mengorganisir OYMPK yang membutuhkan pendidikan melalui pendidikan paket di rumah sakit rumah sakit Tajuddin Chalik (RSCT) agar dapat mendapatkan ruang pekerjaan sesuai kemampuan OYMPK.
Mahdis, pernah diwawancarai oleh salah satu stasiun televisi nasional, dan memberi inspirasi bahwa OYMPK bisa keluar dari stigma dan melanjutkan hidup seperti masyarakat biasa lainnya.
Harapan saya, "OYMPK dapat diberdayakan setelah mengalami pengobatan, tidak disisihkan. Jangan diberi label, jangan didekati karena penyakit yang pernah diderita," Harap Mahdis.
Kegiatan tersebut berlangsung selama lima hari, sejak tanggal 29-2 November 2024. Pesertanya berasal dari berbagai kalangan, utamanya masyarakat yang pernah mengalami penyakit kusta dan jurnalis, ada yang berlatar belakang jurnalis televisi, jurnalis mainstreem, dan jurnalis warga.
Diantaranya peserta yang pernah menderita kusta, atau disebut dengan orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) adalah Mahdis. OYPMK yang sangat memberi inspirasi, bukan hanya karena keaktifan selama kegiatan tetapi kontribusi terkait issu kusta telah banyak dilakukan.
Kepeduliannya terkait dengan penyakit kusta, tidak muncul begitu saja. Tetapi dilatar belakangi oleh beberapa hal, diantaranya, Mahdis mengalami sendiri betapa dahsyat penyakit kusta. Sejak 2010 ia berjuang melawan penyakitnya tersebut, relah meninggal sanak keluarga demi menghindari stigma di masyarakat.
"Saya setelah dinyatakan sakit kusta, sangat terbebani, apa lagi orang tua saya, bapak adalah seorang penyuluh kusta, malu ditengah masyarakat" cerita Mahdis.
Setelah mengalami pengobatan, Mahdis memilih untuk membuang diri ke Sulawesi tenggara, dengan alasan mencari kerja, padahal mencoba menjaga nama baik keluarga.
Beberapa bulan berada di Sulawesi tenggara, tepatnya daerah poso, ia kembali mengalami penyakit tersebut (reaksi kusta) karena faktor beban pikiran, stress dan kondisi yang jau dari keluarga.
"Saat itu saya memilih kembali ke Makassar dan berobat selama 12 bulan, diselah selah pengobatan, saya berpikir untuk keluar dari beban pikiran dan menerima keadaan saya," tambah Mahdis.
Sejak mengalami pengobatan 12 bulan dan berangsur membaik, Mahdis mencoba menarik diri dari kampung, dari Kab. Sinjai ke Kota Makassar, dengan alasan fasilitas lebih menjamin dan masyarakat perkotaan cuek terkait penyakit kusta.
Selama di Makassar, bapak dari seorang anak tersebut, berjuang bagaimana OYPMK bisa keluar dari stigma masyarakat, bahwa penyakit kusta adalah penyakit menular yang tidak bisa disembuhkan.
Mulai dari bergabung diorganisasi Permata sampai mengorganisir OYMPK yang membutuhkan pendidikan melalui pendidikan paket di rumah sakit rumah sakit Tajuddin Chalik (RSCT) agar dapat mendapatkan ruang pekerjaan sesuai kemampuan OYMPK.
Mahdis, pernah diwawancarai oleh salah satu stasiun televisi nasional, dan memberi inspirasi bahwa OYMPK bisa keluar dari stigma dan melanjutkan hidup seperti masyarakat biasa lainnya.
Harapan saya, "OYMPK dapat diberdayakan setelah mengalami pengobatan, tidak disisihkan. Jangan diberi label, jangan didekati karena penyakit yang pernah diderita," Harap Mahdis.