LAKPESDAM NU Dan CRCS UGM Kerjasama Riset Advokasi Dengan Pendekatan Inklusi Sosial Di Tasikmalaya
Berita Warga

Lembaga Kajian dan Pengembangan SDM (LAKPESDAM) Nahdlatul Ulama Kota Tasikmalaya menghadiri FGD tentang praktik Advokasi dengan Pendekatan Inklusi Sosial yang digelar oleh CRCS Universitas Gadjahmada, Yogyakarta, Kamis, (23/01/2020).
LAKPESDAM NU diundang atas kiprahnya selama ini mendampingi kelompok rentan dan marjinal di Kota dan Kabupaten Tasikmalaya.
Ketua LAKPESDAM NU Kota Tasikmalaya, Andi Ibnu Hadi mengatakan dengan pendekatan inklusi sosial terbukti ampuh dalam membantu meminimalisir potensi konflik serta meningkatkan pengakuan (reckognisi) dan penerimaan terhadap kelompok minoritas dan rentan di Tasikmalaya.
“Di Tasikmalaya masih terdapat kelompok paham keagamaan, difabel, dan kelompok perempuan yang kerap termarginalkan, baik dalam hal layanan ataupun kebijakan, sehingga harus ada upaya sistematis yang dilakukan agar kelompok ini mendapat kesempatan yang sama untuk menjadi setara dengan yang lainnya”, Katanya.
Andi melanjutkan ketertinggalan dan ketidaksetaraan itu berdampak secara tidak langsung terhadap angka kemiskinan.
Ketika sebagian kelompok warga sudah mendapat stigma negatif, mereka tereksklusi, mereka kemudian tidak dapat menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah, kondisi seperti itu menjadi salah satu alasan kenapa angka kemiskinan di Tasik tinggi”, sambungnya.
Jemaat Ahmadiyah misalnya, selama ini mereka kerap mendapat stigma sebagai kelompok yang sesat, sehingga kesulitan mendapatkan hak haknya sebagai warga negara.
“Padahal mereka seringkali menyelenggarakan berbagai kegiatan sosial seperti Donor Darah, Bakti Sosial, bahkan mereka menjadi satu satunya kelompok di Tasikmalaya yang ribuan anggotanya siap mendonorkan kornea mata kepada warga yang membutuhkan”, sambungnya.
Sayangnya apa yang mereka lakukan tidak sebanding dengan apa yang mereka dapatkan.
“Di beberapa titik mesjid mereka di segel, pencatatan pernikahan dipersulit, bahkan dalam moment-moment tertentu mereka kerap di persekusi, padahal mereka sama sama manusia dan sama sama warga negara yang memiliki hak yg sama dihadapan hukum”, sesalnya.
Disisi lain, LAKPESDAM juga selama tiga tahun terakhir mendampingi anak dengan disabilitas (AdD) dengan membentuk komunitas RBM (Rehabilitasi Berbasis Masyarakat) dan FKKAD (Forum Komunikasi Keluarga Anak Disabilitas).
“Komunitas ini dibentuk untuk menjangkau AdD yang selama ini terpinggirkan, bahkan sebagian besar dari mereka tidak memiliki akta lahir dan tidak masuk kedalam Kartu Keluarga (KK)”. Sambungnya.
Akhirnya melalui forum warga yang dibentuk baik kelompok agama minoritas atau kelompok difabel sama sama mendapatkan peluang untuk menyampaikan aspirasi, lebih dari itu layanan pemerintahan baik kesehatan, pendidikan, ekonomi bagi 2 kelompok ini berangsur membaik.
“Kami turut berbahagia dan menyambut baik inisiatif CRCS UGM melakukan kerjasama ini, semoha praktek baik LAKPESDAM di Tasikmalaya bisa memberikan inspirasi bagi yang lainnnya”, pungkasnya.
LAKPESDAM NU diundang atas kiprahnya selama ini mendampingi kelompok rentan dan marjinal di Kota dan Kabupaten Tasikmalaya.
Ketua LAKPESDAM NU Kota Tasikmalaya, Andi Ibnu Hadi mengatakan dengan pendekatan inklusi sosial terbukti ampuh dalam membantu meminimalisir potensi konflik serta meningkatkan pengakuan (reckognisi) dan penerimaan terhadap kelompok minoritas dan rentan di Tasikmalaya.
“Di Tasikmalaya masih terdapat kelompok paham keagamaan, difabel, dan kelompok perempuan yang kerap termarginalkan, baik dalam hal layanan ataupun kebijakan, sehingga harus ada upaya sistematis yang dilakukan agar kelompok ini mendapat kesempatan yang sama untuk menjadi setara dengan yang lainnya”, Katanya.
Andi melanjutkan ketertinggalan dan ketidaksetaraan itu berdampak secara tidak langsung terhadap angka kemiskinan.
Ketika sebagian kelompok warga sudah mendapat stigma negatif, mereka tereksklusi, mereka kemudian tidak dapat menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah, kondisi seperti itu menjadi salah satu alasan kenapa angka kemiskinan di Tasik tinggi”, sambungnya.
Jemaat Ahmadiyah misalnya, selama ini mereka kerap mendapat stigma sebagai kelompok yang sesat, sehingga kesulitan mendapatkan hak haknya sebagai warga negara.
“Padahal mereka seringkali menyelenggarakan berbagai kegiatan sosial seperti Donor Darah, Bakti Sosial, bahkan mereka menjadi satu satunya kelompok di Tasikmalaya yang ribuan anggotanya siap mendonorkan kornea mata kepada warga yang membutuhkan”, sambungnya.
Sayangnya apa yang mereka lakukan tidak sebanding dengan apa yang mereka dapatkan.
“Di beberapa titik mesjid mereka di segel, pencatatan pernikahan dipersulit, bahkan dalam moment-moment tertentu mereka kerap di persekusi, padahal mereka sama sama manusia dan sama sama warga negara yang memiliki hak yg sama dihadapan hukum”, sesalnya.
Disisi lain, LAKPESDAM juga selama tiga tahun terakhir mendampingi anak dengan disabilitas (AdD) dengan membentuk komunitas RBM (Rehabilitasi Berbasis Masyarakat) dan FKKAD (Forum Komunikasi Keluarga Anak Disabilitas).
“Komunitas ini dibentuk untuk menjangkau AdD yang selama ini terpinggirkan, bahkan sebagian besar dari mereka tidak memiliki akta lahir dan tidak masuk kedalam Kartu Keluarga (KK)”. Sambungnya.
Akhirnya melalui forum warga yang dibentuk baik kelompok agama minoritas atau kelompok difabel sama sama mendapatkan peluang untuk menyampaikan aspirasi, lebih dari itu layanan pemerintahan baik kesehatan, pendidikan, ekonomi bagi 2 kelompok ini berangsur membaik.
“Kami turut berbahagia dan menyambut baik inisiatif CRCS UGM melakukan kerjasama ini, semoha praktek baik LAKPESDAM di Tasikmalaya bisa memberikan inspirasi bagi yang lainnnya”, pungkasnya.