Korelasi Iqra dan Literasi dalam kehidupan
Berita Warga

Oleh: Taufik Rahman
Sungguh sangat mengherankan perintah pertama Tuhan kepada Nabi Muhammad dalam wahyu-Nya yakni Iqra (“Bacalah!”). Betapa tidak, beliau diperintahkan membaca padahal beliau tidak pandai baca tulis. Namun keheranan itu akan sirna begitu kita menyadari bahwa membaca adalah tangga menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Perintah pertama itu tidak menyebut obyek bacaan tetapi menyebut motivasi dan tujuan membaca yakni bismirabbika yakni "dengan atau demi karena Tuhanmu". Iqra pada mulanya berarti "menghimpun." Jika ada sebuah kata, misalnya “membaca,” maka sebelum Anda mengucapkannya dengan lidah atau di dalam benak, Anda sebenarnya melihat ketujuh huruf itu satu persatu terlebih dahulu. Setelah itu Anda akan mengurut lalu menghimpunnya dan terjadi proses yang sangat cepat hingga susunan huruf tersebut berbunyi “membaca.”
Saya mencoba mencari penjelasan mengapa iqra menjadi perintah pertama yang tentunya penting dalam kehidupan manusia. Setelah membaca dan menelaah berbagai sumber saya mulai menemukan korelasi iqra dalam menggapai kebahagiaan hidup.
Berdasar survey The World"s Most Literate Nations (WMLN) yang dilakukan oleh Central Connecticut State University (CCSU) pada tahun 2016 Indonesia berada di dua urutan terbawah atau tepat di atas negara Botswana. Hasil penelitian terakhir yang terbit di jurnal Nature pada tahun 2019 mengatakan nenek moyang orang Indonesia berasal dari Botswana. Jika penelitian tersebut benar, posisi kita setingkat di atas nenek moyang kita dari segi kepintaran.
Minat Baca Orang Indonesia VS Finlandia
Masyarakat Indonesia memiliki minat baca yang berbanding terbalik dengan minat baca penduduk Finlandia yang merupakan negara paling literat sesuai survey WMLN 2016. Orang Indonesia rata-rata membaca 2 atau 3 buku setahun, itu pun biasanya kalau sedang menghadapi ujian atau ingin sertifikasi. Sedangkan orang Finlandia bisa membaca 40 buku per tahun. Menurut data UNESCO minat baca orang Indonesia 1 banding 1000. Artinya jika total penduduk Indonesia 250 juta, maka hanya 250 ribu saja yang suka membaca buku, padahal kita, mayoritas muslim, tentu lebih mengerti makna iqra.
Melihat data tersebut dapat kita simpulkan bahwa tempat paling sunyi di Indonesia setelah kuburan dan kamar mayat adalah perpustakaan. Setiap minggu yang datang ke perpustakaan tidak seberapa jumlahnya, termasuk para mahasiswa pun jarang ke sana. Padahal perpustakaan di Indonesia itu gratis dan ada di setiap kabupaten atau kota tapi rata-rata pengunjung perpustakaan daerah hanya 25 orang per hari atau dibawah 100 orang.
Data ini saya simpulkan dari pengalaman pribadi. Setiap berkunjung ke perpustakaan kabupaten maupun kota Bekasi, rata–rata pengunjungnya tidak lebih dari 25 orang.
Di sisi lain menurut data BNN angka penyalahgunaan narkoba di Indonesia tahun 2017 sebanyak 3,37 juta jiwa dengan rentang usia 10-59 tahun. Tahun 2019 naik menjadi 3,6 juta. Sedangkan penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar di 2018 mencapai angka 2,29 juta dan terus naik tiap tahun.
Dari data di atas kita mengetahui bahwa orang Indonesia cenderung lebih senang mengonsumsi narkoba daripada menjalankan perintah pertama dalam agama yaitu Iqra. Padahal tidak ada orang yang mati karena iqra, sebaliknya narkoba sudah jelas mengancam nyawa. Fakta ini tentu memiriskan perasaan kita semua.
Baru-baru ini kita juga mendengar bahwa Indonesia berada di urutan nomor 5 negara paling cerewet di media sosial. Pengguna media sosial di DKI Jakarta dan Bekasi paling cerewet di Indonesia, rata-rata me-twitt 15 kali per detik. ‘Prestasi’ ini sungguh menyedihkan, masyarakat yang tidak suka membaca tapi cerewet di media sosial dan isinya pun kebanyakan ujaran kebencian dan hoax, dan komentar atas berbagai persoalan mulai hal kecil hingga masalah besar.
Negara Literat = Negara Bahagia
Ada 5 negara paling literat di muka bumi, yaitu Finlandia, Islandia, Norwegia, Swedia dan Swiss. Uniknya negara-negara
Sungguh sangat mengherankan perintah pertama Tuhan kepada Nabi Muhammad dalam wahyu-Nya yakni Iqra (“Bacalah!”). Betapa tidak, beliau diperintahkan membaca padahal beliau tidak pandai baca tulis. Namun keheranan itu akan sirna begitu kita menyadari bahwa membaca adalah tangga menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Perintah pertama itu tidak menyebut obyek bacaan tetapi menyebut motivasi dan tujuan membaca yakni bismirabbika yakni "dengan atau demi karena Tuhanmu". Iqra pada mulanya berarti "menghimpun." Jika ada sebuah kata, misalnya “membaca,” maka sebelum Anda mengucapkannya dengan lidah atau di dalam benak, Anda sebenarnya melihat ketujuh huruf itu satu persatu terlebih dahulu. Setelah itu Anda akan mengurut lalu menghimpunnya dan terjadi proses yang sangat cepat hingga susunan huruf tersebut berbunyi “membaca.”
Saya mencoba mencari penjelasan mengapa iqra menjadi perintah pertama yang tentunya penting dalam kehidupan manusia. Setelah membaca dan menelaah berbagai sumber saya mulai menemukan korelasi iqra dalam menggapai kebahagiaan hidup.
Berdasar survey The World"s Most Literate Nations (WMLN) yang dilakukan oleh Central Connecticut State University (CCSU) pada tahun 2016 Indonesia berada di dua urutan terbawah atau tepat di atas negara Botswana. Hasil penelitian terakhir yang terbit di jurnal Nature pada tahun 2019 mengatakan nenek moyang orang Indonesia berasal dari Botswana. Jika penelitian tersebut benar, posisi kita setingkat di atas nenek moyang kita dari segi kepintaran.
Minat Baca Orang Indonesia VS Finlandia
Masyarakat Indonesia memiliki minat baca yang berbanding terbalik dengan minat baca penduduk Finlandia yang merupakan negara paling literat sesuai survey WMLN 2016. Orang Indonesia rata-rata membaca 2 atau 3 buku setahun, itu pun biasanya kalau sedang menghadapi ujian atau ingin sertifikasi. Sedangkan orang Finlandia bisa membaca 40 buku per tahun. Menurut data UNESCO minat baca orang Indonesia 1 banding 1000. Artinya jika total penduduk Indonesia 250 juta, maka hanya 250 ribu saja yang suka membaca buku, padahal kita, mayoritas muslim, tentu lebih mengerti makna iqra.
Melihat data tersebut dapat kita simpulkan bahwa tempat paling sunyi di Indonesia setelah kuburan dan kamar mayat adalah perpustakaan. Setiap minggu yang datang ke perpustakaan tidak seberapa jumlahnya, termasuk para mahasiswa pun jarang ke sana. Padahal perpustakaan di Indonesia itu gratis dan ada di setiap kabupaten atau kota tapi rata-rata pengunjung perpustakaan daerah hanya 25 orang per hari atau dibawah 100 orang.
Data ini saya simpulkan dari pengalaman pribadi. Setiap berkunjung ke perpustakaan kabupaten maupun kota Bekasi, rata–rata pengunjungnya tidak lebih dari 25 orang.
Di sisi lain menurut data BNN angka penyalahgunaan narkoba di Indonesia tahun 2017 sebanyak 3,37 juta jiwa dengan rentang usia 10-59 tahun. Tahun 2019 naik menjadi 3,6 juta. Sedangkan penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar di 2018 mencapai angka 2,29 juta dan terus naik tiap tahun.
Dari data di atas kita mengetahui bahwa orang Indonesia cenderung lebih senang mengonsumsi narkoba daripada menjalankan perintah pertama dalam agama yaitu Iqra. Padahal tidak ada orang yang mati karena iqra, sebaliknya narkoba sudah jelas mengancam nyawa. Fakta ini tentu memiriskan perasaan kita semua.
Baru-baru ini kita juga mendengar bahwa Indonesia berada di urutan nomor 5 negara paling cerewet di media sosial. Pengguna media sosial di DKI Jakarta dan Bekasi paling cerewet di Indonesia, rata-rata me-twitt 15 kali per detik. ‘Prestasi’ ini sungguh menyedihkan, masyarakat yang tidak suka membaca tapi cerewet di media sosial dan isinya pun kebanyakan ujaran kebencian dan hoax, dan komentar atas berbagai persoalan mulai hal kecil hingga masalah besar.
Negara Literat = Negara Bahagia
Ada 5 negara paling literat di muka bumi, yaitu Finlandia, Islandia, Norwegia, Swedia dan Swiss. Uniknya negara-negara