Kompor dan Kemandirian Energi
Diskusi Komunitas

Linimasa penggunaan perapian merentang jauh ke belakang hingga gulungan abad. Sari informasi yang terhimpun dari pelbagai sumber, rupanya, sudah mulai digunakan di zaman Dinasti Qin pada 207 SM. Hal tersebut dicirikan dengan penemuan bekas perapian berupa tungku api dari tanah liat dan berbahan kayu bakar.
Lalu, kebijakan seperti apa sih di sektor energi yang bisa mendorong ketahanan warga dari kenaikan BBM dan pemulihan ekonomi pasca pandemi? Sebelum ke sana, mari simak seperti apa sih, penggunaan perapian yang menemani hari-hari umat manusia dari masa ke masa.
Perapian merupakan hal urgen dalam peradaban umat manusia. Praktinya mengalami perkembangan dari waktu melintasi lipatan zaman yang berbeda. Praktik perapian bisa dilacak dari proses ritual hingga mematangkan masakan.
Praktik pemakaian tungku api ini banyak direflikasi di sejumlah wilayah di dunia hingga akhir abad ke 16. Lalu, memasuki dekade 1795-an, Benjamin Thompson atau lebih dikenal dengan nama Count Rumford, mengembangkan tungku besi dan tetap menggunakan kayu sebagai bahan bakar.
Alexis Soyer, seorang koki dari Prancis yang menghabiskan masa hidupnya di Inggris, pada 1801 mengembangkan kompor berbahan minyak dengan dua jenis, yakni penggunaan tekanan udara dan untaian sumbu, khusus kompor sumbu ini jamak di Indonesia.
Berselang setahun, pada 1802, Zachaus Winzler, penemu dari Jerman sudah mampu menampilkan prototipe kompor berbahan gas. Lalu, James Sharp dari Inggris mengembangkannya lagi hingga kompor berbahan gas ini jadi lebih ramah digunakan.
Kompor listrik sendiri mulai dikembangkan pada 1892, yang terkenal adalah pengembangan penemu dari Kanada bernama Thomas Ahearn. Hingga kini penggunaan kompor listrik memang sudah banyak digunakan. Akan tetapi, penggunaannya belumlah meluas dikarenakan manufakturnya masih terbilang mahal.
Melirik Kompor Biogas
Lalu, bagaimana dengan penggunaan biogas dalam perapian. Apakah praktik ini tidak ada dalam lini masa sejarah rancangbangun perkembangan perapian umat manusia dari masa ke masa? Mengapa pula hal ini tidak pernah menjadi dasar gagasan dalam mengajukan konsepsi ketahanan energi.
Rupanya, penggunan biogas juga sudah lama digunakan oleh masyarakat Mesir, China, dan Roma kuno di mana gas methan dibakar untuk menghasilkan panas. Dua ilmuwan beda negara di abad ke 16, Robert Boyle dari Irlandia dan Stephen Fowler Hale berasal dari USA mulai mengamati gas methan yang terbakar dari sedimen sungai yang mengalami pengadukan.
Alessandro Volta, penemu berkebangsaan Italia pada 1776 melakukan uji coba berupa proses fermentasi bahan organik untuk menghasilkan gas methan. Selanjutnya pada 1806, ilmuwan dan eks Presiden ke-9 Amerika Serikat, William Henry mengembangkan penelitian mikrobiologi yang membentuk methan.
Rangkaian capaian penelitian antar generasi tentang perapian terus dikembangkan hingga dilakukan penggunaan tangki tertutup yang kini dikenal digester dan digunakan pada 1859 di wilayah koloni Inggris di India. Barulah pada 1975 pemerintah Tiongkok dan India menerpakan kebijakan penggunaan biogas untuk perapian rumah tangga.
Sejak sejak saat itulah reflikasi kompor biogas merambah ke sejumlah wilayah sebagai bentuk perluasan dalam memasyaratkan penggunaan energi terbarukan. Tentu saja dalam perkembangannya mengalami perbaharuan sesuai kondisi.
Lembaga Demokrasi Celebes melalui program Empowering Farmers for Generating Organic Waste Productively in Pangkep (RESOPA) yang didukung Corus Internasional telah menunjukkan penggunaan kompor biogas berbahan kotoran hewan (kohe) dalam hal ini tahi sapi, mampu menopang kemandirian energi terbarukan untuk perapian.
Lokus program mencakup dua wilayah, yakni di Kampung Belae Kelurahan Biraeng, Minasatene dan Kampung Sampakang Desa Kanauangan, Labakkang. Mendorong kemandirian energi perapian di pedesaan memiliki peluang yang tak bisa disamaratakan dari kebijakan pusat.
Lalu, kebijakan seperti apa sih di sektor energi yang bisa mendorong ketahanan warga dari kenaikan BBM dan pemulihan ekonomi pasca pandemi? Sebelum ke sana, mari simak seperti apa sih, penggunaan perapian yang menemani hari-hari umat manusia dari masa ke masa.
Perapian merupakan hal urgen dalam peradaban umat manusia. Praktinya mengalami perkembangan dari waktu melintasi lipatan zaman yang berbeda. Praktik perapian bisa dilacak dari proses ritual hingga mematangkan masakan.
Praktik pemakaian tungku api ini banyak direflikasi di sejumlah wilayah di dunia hingga akhir abad ke 16. Lalu, memasuki dekade 1795-an, Benjamin Thompson atau lebih dikenal dengan nama Count Rumford, mengembangkan tungku besi dan tetap menggunakan kayu sebagai bahan bakar.
Alexis Soyer, seorang koki dari Prancis yang menghabiskan masa hidupnya di Inggris, pada 1801 mengembangkan kompor berbahan minyak dengan dua jenis, yakni penggunaan tekanan udara dan untaian sumbu, khusus kompor sumbu ini jamak di Indonesia.
Berselang setahun, pada 1802, Zachaus Winzler, penemu dari Jerman sudah mampu menampilkan prototipe kompor berbahan gas. Lalu, James Sharp dari Inggris mengembangkannya lagi hingga kompor berbahan gas ini jadi lebih ramah digunakan.
Kompor listrik sendiri mulai dikembangkan pada 1892, yang terkenal adalah pengembangan penemu dari Kanada bernama Thomas Ahearn. Hingga kini penggunaan kompor listrik memang sudah banyak digunakan. Akan tetapi, penggunaannya belumlah meluas dikarenakan manufakturnya masih terbilang mahal.
Melirik Kompor Biogas
Lalu, bagaimana dengan penggunaan biogas dalam perapian. Apakah praktik ini tidak ada dalam lini masa sejarah rancangbangun perkembangan perapian umat manusia dari masa ke masa? Mengapa pula hal ini tidak pernah menjadi dasar gagasan dalam mengajukan konsepsi ketahanan energi.
Rupanya, penggunan biogas juga sudah lama digunakan oleh masyarakat Mesir, China, dan Roma kuno di mana gas methan dibakar untuk menghasilkan panas. Dua ilmuwan beda negara di abad ke 16, Robert Boyle dari Irlandia dan Stephen Fowler Hale berasal dari USA mulai mengamati gas methan yang terbakar dari sedimen sungai yang mengalami pengadukan.
Alessandro Volta, penemu berkebangsaan Italia pada 1776 melakukan uji coba berupa proses fermentasi bahan organik untuk menghasilkan gas methan. Selanjutnya pada 1806, ilmuwan dan eks Presiden ke-9 Amerika Serikat, William Henry mengembangkan penelitian mikrobiologi yang membentuk methan.
Rangkaian capaian penelitian antar generasi tentang perapian terus dikembangkan hingga dilakukan penggunaan tangki tertutup yang kini dikenal digester dan digunakan pada 1859 di wilayah koloni Inggris di India. Barulah pada 1975 pemerintah Tiongkok dan India menerpakan kebijakan penggunaan biogas untuk perapian rumah tangga.
Sejak sejak saat itulah reflikasi kompor biogas merambah ke sejumlah wilayah sebagai bentuk perluasan dalam memasyaratkan penggunaan energi terbarukan. Tentu saja dalam perkembangannya mengalami perbaharuan sesuai kondisi.
Lembaga Demokrasi Celebes melalui program Empowering Farmers for Generating Organic Waste Productively in Pangkep (RESOPA) yang didukung Corus Internasional telah menunjukkan penggunaan kompor biogas berbahan kotoran hewan (kohe) dalam hal ini tahi sapi, mampu menopang kemandirian energi terbarukan untuk perapian.
Lokus program mencakup dua wilayah, yakni di Kampung Belae Kelurahan Biraeng, Minasatene dan Kampung Sampakang Desa Kanauangan, Labakkang. Mendorong kemandirian energi perapian di pedesaan memiliki peluang yang tak bisa disamaratakan dari kebijakan pusat.