Kisah Pak Agus, Berpenghasilan 40 Ribu Yang Gratiskan Dagangannya Untuk Anak Yatim
Berita Warga

Kisah Pak Agus, Berpenghasilan 40 Ribu Yang Gratiskan Dagangannya Untuk Anak Yatim Bahkan Di Tengah Pandemi
Laporan oleh :
Agung Hari Baskoro
Sudarwanto alias Agus, warga Kedondong, Tegalsari, Surabaya sudah menggratiskan dagangannya untuk anak-anak yatim piatu sejak tahun 2001. Tapi, jangan dikira Agus adalah pengusaha kaya. Ia hanya pedagang gorengan keliling dengan penghasilan 40 ribu per hari di kota besar, Surabaya.
Kepada suarasurabaya.net, ia bercerita, ketika mulai berjualan sosis dan gorengan lain di awal 2001, ia terharu melihat anak-anak yatim piatu yang tidak bisa njajan seperti anak lain seumurannya. Ia sempat berdiskusi dengan kakaknya soal hal ini. Ia bercerita, ada satu pesan dari saudaranya itu yang ia pegang teguh sampai hari ini.
“Kakak saya bilang, kalau mau menggratiskan (untuk) anak yatim, jangan buat mainan. Biasanya saya kasih siomay goreng. Kalau pas habis, terserah anaknya (mau apa) saya kasih,” ujarnya.
Ketika menggratiskan, ia juga tak punya persyaratan “neko-neko”. Ia bahkan tidak membatasi berapa jatah gratis untuk anak yatim piatu tiap harinya. Ia mengenang, sempat dalam sehari ada 50-an anak yatim yang ia beri gorengan gratis sampai-sampai pulang tanpa membawa uang.
Belum lagi, seringkali ia ditipu oleh anak-anak yang ingin mendapatkan gorengan gratisnya.
“Ada juga, kadang yang bohong. Gak yatim bilang yatim. Banyak. Pak, saya yatim, abis dikasih (gorengan) lari. Terus teriak, woy saya gak yatim! ada,” kenangnya.
Tentu saja, ia sempat bermasalah dengan istri soal prinsipnya yang teguh ini.
“Dulu sempat masalah sama istri saya. Gimana kalau digratiskan terus gak dapat uang gitu-gitu. Sudah, uang itu nanti ada rejeki sendiri. Walaupun saya pulang gak bawa uang, gak papa. Yang penting saya ikhlas. Kamu ini gak bisa kaya gini-gini, (kata) istri saya itu, berbenturan terus. Tiap malam,” jelasnya.
Kisah selengkapnya, silahkan klik link/tautan berikut ini :
https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2020/kisah-pak-agus-berpenghasilan-40-ribu-yang-gratiskan-dagangannya-untuk-anak-yatim-bahkan-di-tengah-pandemi
Laporan oleh :
Agung Hari Baskoro
Sudarwanto alias Agus, warga Kedondong, Tegalsari, Surabaya sudah menggratiskan dagangannya untuk anak-anak yatim piatu sejak tahun 2001. Tapi, jangan dikira Agus adalah pengusaha kaya. Ia hanya pedagang gorengan keliling dengan penghasilan 40 ribu per hari di kota besar, Surabaya.
Kepada suarasurabaya.net, ia bercerita, ketika mulai berjualan sosis dan gorengan lain di awal 2001, ia terharu melihat anak-anak yatim piatu yang tidak bisa njajan seperti anak lain seumurannya. Ia sempat berdiskusi dengan kakaknya soal hal ini. Ia bercerita, ada satu pesan dari saudaranya itu yang ia pegang teguh sampai hari ini.
“Kakak saya bilang, kalau mau menggratiskan (untuk) anak yatim, jangan buat mainan. Biasanya saya kasih siomay goreng. Kalau pas habis, terserah anaknya (mau apa) saya kasih,” ujarnya.
Ketika menggratiskan, ia juga tak punya persyaratan “neko-neko”. Ia bahkan tidak membatasi berapa jatah gratis untuk anak yatim piatu tiap harinya. Ia mengenang, sempat dalam sehari ada 50-an anak yatim yang ia beri gorengan gratis sampai-sampai pulang tanpa membawa uang.
Belum lagi, seringkali ia ditipu oleh anak-anak yang ingin mendapatkan gorengan gratisnya.
“Ada juga, kadang yang bohong. Gak yatim bilang yatim. Banyak. Pak, saya yatim, abis dikasih (gorengan) lari. Terus teriak, woy saya gak yatim! ada,” kenangnya.
Tentu saja, ia sempat bermasalah dengan istri soal prinsipnya yang teguh ini.
“Dulu sempat masalah sama istri saya. Gimana kalau digratiskan terus gak dapat uang gitu-gitu. Sudah, uang itu nanti ada rejeki sendiri. Walaupun saya pulang gak bawa uang, gak papa. Yang penting saya ikhlas. Kamu ini gak bisa kaya gini-gini, (kata) istri saya itu, berbenturan terus. Tiap malam,” jelasnya.
Kisah selengkapnya, silahkan klik link/tautan berikut ini :
https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2020/kisah-pak-agus-berpenghasilan-40-ribu-yang-gratiskan-dagangannya-untuk-anak-yatim-bahkan-di-tengah-pandemi