Kampung Sampakang Segera Miliki Biogas
Community Discussion

Keberadaan energi terbarukan semakin menjadi trend, meski dalam perkembangannya, juga mengalami pasang surut. Keberadaan biogas, umpamanya, di Pangkep sudah pernah ada upaya dalam mendorong keberdayaan warga untuk memanfaatkan kotoran ternak, khususnya sapi untuk dikonversi menjadi perapian rumah tangga.
Jika kita mengunjungi Desa Tompobulu di Kecamatan Balocci maka akan ditemukan warga bernama Misbah yang sudah memanfaatkan tahi sapi ternaknya untuk keperluan memasak. Selain itu, bioslurry yang dikeluarkan dari reaktor biogas dijadikan pupuk organik oleh kelompok tani yang ada di sana.
Selain di Tompobulu, Sjamsuddin Moedji, Program Manager RESOPA, program yang saat ini dijalankan Lembaga Demokrasi Celebes untuk mendorong petani di Kampung Sampakang dan Kampung Belae untuk memanfaatkan tahi sapi sebagai bahan utama biogas, menyampaikan jika di Desa Kassiloe dan Desa Batara, keduanya di Kecamatan Labakkang, juga pernah ada upaya pembangunan biogas. Hanya saja, menurut Sjamsuddin tidak berjalan maksimal.
User (Pengguna) adalah Kunci
Melalui program Empowering Farmers for Generating Organic Waste Productively in Pangkep (RESOPA) yang mulai dicanangkan pada April lalu di dua lokus di Pangkep, yakni Kampung Sampakang, Desa Kanaungan, Labakkang dan Kampung Belae, Kelurahan Biraeng, Minasatene menujukkan capaian yang signifikan.
Kerja cepat dua user, Tajuddin dan Musakkir, penerima langsung program pembangunan reaktor biogas di Kampung Sampakang menumbuhkan asa bagi tim kerja Lembaga Demokrasi Celebes kalau program ini akan berjalan sesuai terget program yang telah dicanangkan.
Pada Sabtu, (21/5), Sjamsuddin Moedji, Program Manager sudah mendistribusikan bahan baku pembangunan reaktor. Dua hari sebelumnya, Rosmiaty Lantara, Konsultan Program telah mengenalkan Basuki, tukang ahli pembuatan reaktor biogas kepada Tajuddin dan Musakkir.
“Galian sudah sesuai standar, hari ini (red), Minggu, (22/5) sudah bisa dimulai pengerjaan. ujar Rosmiaty Lantara.
Hal itu juga diyakinkan oleh Basuki, ia mencoba berkelahi dengan curah hujan yang selalu turun di sore hari dua hari terakhir ini di Kampung Sampakang. “Hari Minggu rencana sudah membuat lantai dasar reaktor,” ucapnya
Basuki bercerita terkait pengalamannya terlibat dalam pembangunan reaktor biogas model kubah selalu memberikan hasil yang maksimal. “Jika nanti ada persoalan teknis yang dialami, bukan terletak pada konstruksi reaktor, melainkan pada komitmen user untuk mematuhi prosedur pengisian bahan dasar berupa tahi sapi,” ujarnya.
“Jika sekadar membangun reaktor itu mudah saja, jika bahan ada maka bangunan jadi.” Ia menambahkan.
Basuki meyakini kalau user merupakan kunci utama agar reaktor terus berfungsi dan menghasilkan gas metan yang konstan. Ada beberapa model reaktor biogas. Tetapi, model kubah ini yang paling direkomendasikan untuk kawasan pedesaan.
Tajuddin juga menujukkan sikap optimis. Ia mengikuti petunjuk penggalian lubang agar sesuai standar. Semula diameter lubang yang digali agak kecil, setelah dilakukan pengukuran ulang perlu ditambahkan, hal itu segera dikerjakannya.
“Jadi, setiap hari nanti saya akan berurusan dengan tahi sapi,” kelakarnya.
*
Jika kita mengunjungi Desa Tompobulu di Kecamatan Balocci maka akan ditemukan warga bernama Misbah yang sudah memanfaatkan tahi sapi ternaknya untuk keperluan memasak. Selain itu, bioslurry yang dikeluarkan dari reaktor biogas dijadikan pupuk organik oleh kelompok tani yang ada di sana.
Selain di Tompobulu, Sjamsuddin Moedji, Program Manager RESOPA, program yang saat ini dijalankan Lembaga Demokrasi Celebes untuk mendorong petani di Kampung Sampakang dan Kampung Belae untuk memanfaatkan tahi sapi sebagai bahan utama biogas, menyampaikan jika di Desa Kassiloe dan Desa Batara, keduanya di Kecamatan Labakkang, juga pernah ada upaya pembangunan biogas. Hanya saja, menurut Sjamsuddin tidak berjalan maksimal.
User (Pengguna) adalah Kunci
Melalui program Empowering Farmers for Generating Organic Waste Productively in Pangkep (RESOPA) yang mulai dicanangkan pada April lalu di dua lokus di Pangkep, yakni Kampung Sampakang, Desa Kanaungan, Labakkang dan Kampung Belae, Kelurahan Biraeng, Minasatene menujukkan capaian yang signifikan.
Kerja cepat dua user, Tajuddin dan Musakkir, penerima langsung program pembangunan reaktor biogas di Kampung Sampakang menumbuhkan asa bagi tim kerja Lembaga Demokrasi Celebes kalau program ini akan berjalan sesuai terget program yang telah dicanangkan.
Pada Sabtu, (21/5), Sjamsuddin Moedji, Program Manager sudah mendistribusikan bahan baku pembangunan reaktor. Dua hari sebelumnya, Rosmiaty Lantara, Konsultan Program telah mengenalkan Basuki, tukang ahli pembuatan reaktor biogas kepada Tajuddin dan Musakkir.
“Galian sudah sesuai standar, hari ini (red), Minggu, (22/5) sudah bisa dimulai pengerjaan. ujar Rosmiaty Lantara.
Hal itu juga diyakinkan oleh Basuki, ia mencoba berkelahi dengan curah hujan yang selalu turun di sore hari dua hari terakhir ini di Kampung Sampakang. “Hari Minggu rencana sudah membuat lantai dasar reaktor,” ucapnya
Basuki bercerita terkait pengalamannya terlibat dalam pembangunan reaktor biogas model kubah selalu memberikan hasil yang maksimal. “Jika nanti ada persoalan teknis yang dialami, bukan terletak pada konstruksi reaktor, melainkan pada komitmen user untuk mematuhi prosedur pengisian bahan dasar berupa tahi sapi,” ujarnya.
“Jika sekadar membangun reaktor itu mudah saja, jika bahan ada maka bangunan jadi.” Ia menambahkan.
Basuki meyakini kalau user merupakan kunci utama agar reaktor terus berfungsi dan menghasilkan gas metan yang konstan. Ada beberapa model reaktor biogas. Tetapi, model kubah ini yang paling direkomendasikan untuk kawasan pedesaan.
Tajuddin juga menujukkan sikap optimis. Ia mengikuti petunjuk penggalian lubang agar sesuai standar. Semula diameter lubang yang digali agak kecil, setelah dilakukan pengukuran ulang perlu ditambahkan, hal itu segera dikerjakannya.
“Jadi, setiap hari nanti saya akan berurusan dengan tahi sapi,” kelakarnya.
*