JEBAKAN UANG CHINA
Citizen News

Dalam video yang dapat Atmaguys temukan di Youtube dan sebagainya ketika mengetik kata kunci "Chinese money trap" tersebut memang sejalan dengan kekhawatiran atas ketidakmampuan untuk membayar ganti pinjaman besar yang diberikan Tiongkok pada berbagai negara, Malaysia misalnya. Perdana Menteri Malaysia, Tun Mahathir Mohamad menghentikan beberapa investasi Tiongkok di Malaysia salah satunya karena alasan itu.
Pada tahun 2016, Forbes merilis sebuah artikel yang ditulis oleh Wade Shepard. Dalam tulisan yang berjudul China Tells Sri Lanka: We Want Our Money, Not Your Empty Airport tersebut, Shepard menjelaskan bahwa Sri Lanka tengah mengalami permasalahan utang karena tidak mampu membayar kembali pinjaman yang diberikan Tiongkok.
Alternatif yang diberikan oleh pemerintah Sri Lanka adalah memberikan kontrol terhadap Tiongkok atas beberapa infrastruktur di negara tersebut. Salah satu contohnya adalah pelabuhan Hambantota yang diberikan 80 persen kepada Tiongkok.
Selain Sri Lanka, Zimbabwe pun juga mengalami persoalan serupa pada tahun 2017, demikianpun dengan negara-negara Afrika lainnya yang tidak luput dari risiko utang serupa, seperti Zambia, Djibouti dan Ethiopia.
Hal ini juga nyatanya mengancam beberapa negara di Asia dan Eropa. Setidaknya ada delapan negara yang dianggap rentan terhadap utang tinggi yang bersumber dari Tiongkok, di antaranya Kyrgyzstan, Maladewa, Mongolia, Pakistan, Tajikistan, dan Montenegro.
>>Lalu, bagaimana dengan Indonesia?
Nilai impor Indonesia dari Tiongkok menunjukkan angka US$ 34,3 miliar (Rp 489 triliun) pada tahun 2017. Nilai tersebut menempatkan Tiongkok sebagai importir terbesar di Indonesia. Selain perdagangan dan investasi, negara itu juga memiliki kerja sama dengan Indonesia dalam bidang keuangan yang dianggap menguntungkan oleh pemerintah Tiongkok.
Jokowi juga sempat bertemu dengan Xi Jinping dalam rangkaian kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Pacific Economic Cooperation (KTT APEC) pada November 2018. Dalam pertemuan tersebut, Jokowi membahas perdagangan Indonesia-Tiongkok dan menyampaikan keinginannya agar negara tersebut mempermudah ekspor Indonesia.
Tren investasi Tiongkok di Indonesia juga menunjukkan peningkatan nilai. Berdasarkan data realisasi investasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), tren investasi Tiongkok meningkat dari US$ 800,029 juta (Rp 11,4 triliun) dengan 501 unit proyek pada tahun 2014 menjadi US$ 2376,5 juta (Rp 33,86 triliun) dengan 1562 unit proyek pada tahun 2018.
Karena Jokowi dan Tiongkok memiliki kedekatan dalam bidang ekonomi, perdagangan, dan investasi, isu perangkap uang dapat juga menjadi kekhawatiran di masyarakat. Hebohnya video mengenai perangkap uang tersebut menunjukkan bahwa terdapat ketakutan tertentu dari masyarakat terhadap Tiongkok meskipun hubungan Indonesia-Tiongkok di bidang ekonomi disebut-sebut menguntungkan.
>> Cerita Zimbabwe Gagal Bayar Utang ke China, hingga Izinkan Mata Uang jadi Yuan
Pembangunan infrastruktur sebuah negara kerap kali membutuhkan dana segar atau pinjaman dari asing, salah satu yang sering dilakukan adalah dengan skema pinjamanutang luar negeri.
pembiayaan infrastruktur melalui utang luar negeri tak selalu berjalan mulus, ada beberapa negara yang gagal bayar atau bangkrut.
Peneliti di Institute dor Fevelopment of Economics and Finance ( INDEF) Rizal Taufikurahman memberikan salah satu contoh negara tersebut, yakni Zimbabwe.
Pada 2016, negara ini memiliki GDP per kapita 1.008 dollar AS. Menurut Rizal, Zimbabwe menelan pil pahit karena gagal membayar utang sebesar 40 juta dollar AS kepada China.
Dalam kasus tersebut, Zimbabwe tak mampu membayarkan utangnya kepada China, hingga akhirnya harus mengganti mata uangnya menjadi mata uang China atau Yuan sebagai imbalan penghapusan utang.
Penggantian mata uang itu berlaku sejak 1 Januari 2016, setelah Zimbabwe tidak mampu membayar utang jatuh tempo pada akhir Desember 2015.
Dengan contoh tersebut, Indef ingin agar pemerintah berhati-hati dan cermat terhadap kenaikan utang luar negeri. Terutama jika digunakan lebih banyak untuk pembiayaan infrastruktur.
>> Kementerian Keuangan: Chinese Money Trap tidak terjadi di Indonesia
Berikut ini disajikan beberapa data dan fakta terkait utang pemerintah sebagai berikut:
1) Soal Utang
Utang pemerintah terdiri dari dua kelompok besar yaitu Pinjaman dan Surat Berharga Negara (SBN). Prosentase utang yang berasal dari pemberi pinjaman adalah sebesar 18,23 persen per akhir 2018. Sementara yang berasal dari SBN investor di pasar modal sebesar 81,77 persen.
2) Soal Pemberi Utang
Untuk pemberi pinjaman kepada pemerintah berasal dari berbagai lembaga dunia dan beberapa negara antara lain yaitu: World Bank, Asian Development Bank (ADB), Jepang, Jerman, Perancis, dan juga China. Pada akhir 2018, pinjaman pemerintah kepada China sekitar Rp22 triliun atau sebesar 0,50 persen dari jumlah total utang Pemerintah.
Untuk pinjaman oleh perusahaan swasta Indonesia dari China dilakukan secara Business to Business, sedangkan pinjaman Pemerintah dilakukan secara Government to Government.
Perjanjian pinjaman Pemerintah dengan China dan juga negara lainnya dilakukan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dan aman bagi Pemerintah. Hal ini juga sudah diatur berdasarkan pedoman pengadaan pinjaman pada Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 2011.
3) Soal Rasio Utang
Untuk melihat kewajaran suatu utang, dapat dibandingkan dengan penghasilannya. Dalam suatu negara, penghasilan dilihat melalui Produk Domestik Bruto (PDB).
Saat ini rasio utang per PDB Indonesia adalah 29,78 persen, sementara negara-negara yang disebutkan dalam video tersebut berturut-turut adalah Sri Lanka (77,6 persen), Papua New Guinea (33,5 persen), Pakistan (67,2 persen), Malaysia (50,9 persen), Laos (50,0 persen), Mongolia (79,4 persen), Mesir (101,2 persen), Kenya (57,1 persen), dan Afrika Selatan (53,1 persen).
Pemerintah Indonesia juga memiliki kemampuan untuk membayar kembali utangnya, di mana pembayarannya yang telah dianggarkan setiap tahun dalam APBN yang pengelolaannya diatur dalam Undang-undang (UU) APBN serta dibahas secara mendalam dan teliti melalui persetujuan DPR.
Kementrian keuangan mengklaim pinjaman Pemerintah dari China relatif aman secara jumlah dan secara ketentuan dalam perjanjian pinjamannya.
>> Ketakutan Lain & Manuver Politik Internasional
Investasi Tiongkok di bidang pembangunan infrastruktur diikuti dengan fenomena tenaga kerja dari negara tersebut. Kritik dari oposisi politik Jokowi menyebutkan bahwa konteks ini juga diperparah dengan adanya Perpres No. 20 Tahun 2018 yang diterbitkan Jokowi untuk mempermudah izin tenaga kerja asing. Hal ini pun juga memunculkan kekhawatiran di masyarakat atas minimnya lapangan kerja bagi tenaga kerja lokal.
Lalu, apakah hubungan Jokowi dan Tiongkok di bidang ekonomi melulu baik sepenuhnya? Jawabannya tidak juga.
Pasalnya, nilai investasi negara tersebut mengalami penurunan satu tahun terakhir ini. Berbagai proyek infrastruktur dengan pinjaman dari Tiongkok juga tidak menemui target dan ditunda.
Dalam teori two-level game yang dikemukakan Robert D. Putnam dalam tulisannya yang berjudul “Diplomacy and Domestic Politics: The Logic of Two-Level Games”, pemimpin politik dalam negosiasinya dengan pihak internasional selalu mempertimbankan dua tingkat, yaitu negara-negara lain dan konteks politik nasional di negaranya.
Pilihan politik yang dilakukan pemimpin tersebut bisa saja baik dalam satu tingkat dan buruk di tingkat lainnya. Jokowi pun sepertinya memperhatikan tekanan dari dua tingkat tersebut. Bagaimanapun juga, isu Tiongkok dalam konteks politik dalam negeri menentukan kekuasaannya di periode berikut.
Dengan turunnya nilai investasi dan ditundanya beberapa proyek infrastruktur, Jokowi mungkin saja mulai menjaga jarak dengan Tiongkok akibat narasi-narasi politik negatif yang tersebar di masyarakat, termasuk terkait perangkap uang tersebut.
Di sisi lain, hal ini bisa dimaknai secara berbeda dalam konteks kepentingan Tiongkok terhadap Jokowi. Bisa saja negara tersebutlah yang sengaja menurunkan intensitas hubungan, demi mendukung Jokowi terpilih lagi. Benarkah demikian? Menarik untuk ditunggu kelanjutannya.
Namun tidak bisa dipungkuri juga bahwa Indonesia masih dianggap sebagai target empuk negara-negara besar lain dengan SDA yang melimpah dan dalam fase pembangunan besar-besaran, para negara besar tersebut juga saling sikut untuk "menguasai" Indonesia. Dalam kasus "Chinese Money Trap" ini tentu akan menguntungkan bagi negara-negara dan instansi asing lain yang memiliki kepentingan di Indonesia seperti Jepang, Bank Dunia, IMF, dll termasuk Amerika yang makin hari merasa terancam hegemoninya oleh China yang makin memperluas pengaruhnya di kancah internasional.
~Avicenna WSM~
#Encyclopiracy #Ency_video #InvestasiAsing #JebakanUangChina #NasDaily #ChineseMoneyTrap #Tiongkok #AWSM #indonesia #investorasing #Infrastruktur #APBN #HutangIndonesia #TenagaKerjaAsing #TKA #Ency_Politic #Politik #Ekonomi #China
Sumber:
https://pinterpolitik.com/jokowi-dan-perangkap-uang-tiongkok/
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/03/21/161116226/bangun-infrastuktur-pakai-utang-dari-china-negara-negara-ini-malah-bangkrut
https://money.kompas.com/read/2019/03/12/160532526/soal-chinese-money-trap-kemenkeu-pastikan-indonesia-tak-terdampak
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/03/22/083000526/cerita-zimbabwe-gagal-bayar-utang-ke-china-hingga-izinkan-mata-uang-jadi
https://m.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis-global/18/10/12/pgf356370-apa-bedanya-bank-dunia-dan-imf
https://money.kompas.com/read/2019/03/09/170543026/chinese-money-trap-tidak-terjadi-di-indonesia
Repost from official account line Encyclopiracy
Pada tahun 2016, Forbes merilis sebuah artikel yang ditulis oleh Wade Shepard. Dalam tulisan yang berjudul China Tells Sri Lanka: We Want Our Money, Not Your Empty Airport tersebut, Shepard menjelaskan bahwa Sri Lanka tengah mengalami permasalahan utang karena tidak mampu membayar kembali pinjaman yang diberikan Tiongkok.
Alternatif yang diberikan oleh pemerintah Sri Lanka adalah memberikan kontrol terhadap Tiongkok atas beberapa infrastruktur di negara tersebut. Salah satu contohnya adalah pelabuhan Hambantota yang diberikan 80 persen kepada Tiongkok.
Selain Sri Lanka, Zimbabwe pun juga mengalami persoalan serupa pada tahun 2017, demikianpun dengan negara-negara Afrika lainnya yang tidak luput dari risiko utang serupa, seperti Zambia, Djibouti dan Ethiopia.
Hal ini juga nyatanya mengancam beberapa negara di Asia dan Eropa. Setidaknya ada delapan negara yang dianggap rentan terhadap utang tinggi yang bersumber dari Tiongkok, di antaranya Kyrgyzstan, Maladewa, Mongolia, Pakistan, Tajikistan, dan Montenegro.
>>Lalu, bagaimana dengan Indonesia?
Nilai impor Indonesia dari Tiongkok menunjukkan angka US$ 34,3 miliar (Rp 489 triliun) pada tahun 2017. Nilai tersebut menempatkan Tiongkok sebagai importir terbesar di Indonesia. Selain perdagangan dan investasi, negara itu juga memiliki kerja sama dengan Indonesia dalam bidang keuangan yang dianggap menguntungkan oleh pemerintah Tiongkok.
Jokowi juga sempat bertemu dengan Xi Jinping dalam rangkaian kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Pacific Economic Cooperation (KTT APEC) pada November 2018. Dalam pertemuan tersebut, Jokowi membahas perdagangan Indonesia-Tiongkok dan menyampaikan keinginannya agar negara tersebut mempermudah ekspor Indonesia.
Tren investasi Tiongkok di Indonesia juga menunjukkan peningkatan nilai. Berdasarkan data realisasi investasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), tren investasi Tiongkok meningkat dari US$ 800,029 juta (Rp 11,4 triliun) dengan 501 unit proyek pada tahun 2014 menjadi US$ 2376,5 juta (Rp 33,86 triliun) dengan 1562 unit proyek pada tahun 2018.
Karena Jokowi dan Tiongkok memiliki kedekatan dalam bidang ekonomi, perdagangan, dan investasi, isu perangkap uang dapat juga menjadi kekhawatiran di masyarakat. Hebohnya video mengenai perangkap uang tersebut menunjukkan bahwa terdapat ketakutan tertentu dari masyarakat terhadap Tiongkok meskipun hubungan Indonesia-Tiongkok di bidang ekonomi disebut-sebut menguntungkan.
>> Cerita Zimbabwe Gagal Bayar Utang ke China, hingga Izinkan Mata Uang jadi Yuan
Pembangunan infrastruktur sebuah negara kerap kali membutuhkan dana segar atau pinjaman dari asing, salah satu yang sering dilakukan adalah dengan skema pinjamanutang luar negeri.
pembiayaan infrastruktur melalui utang luar negeri tak selalu berjalan mulus, ada beberapa negara yang gagal bayar atau bangkrut.
Peneliti di Institute dor Fevelopment of Economics and Finance ( INDEF) Rizal Taufikurahman memberikan salah satu contoh negara tersebut, yakni Zimbabwe.
Pada 2016, negara ini memiliki GDP per kapita 1.008 dollar AS. Menurut Rizal, Zimbabwe menelan pil pahit karena gagal membayar utang sebesar 40 juta dollar AS kepada China.
Dalam kasus tersebut, Zimbabwe tak mampu membayarkan utangnya kepada China, hingga akhirnya harus mengganti mata uangnya menjadi mata uang China atau Yuan sebagai imbalan penghapusan utang.
Penggantian mata uang itu berlaku sejak 1 Januari 2016, setelah Zimbabwe tidak mampu membayar utang jatuh tempo pada akhir Desember 2015.
Dengan contoh tersebut, Indef ingin agar pemerintah berhati-hati dan cermat terhadap kenaikan utang luar negeri. Terutama jika digunakan lebih banyak untuk pembiayaan infrastruktur.
>> Kementerian Keuangan: Chinese Money Trap tidak terjadi di Indonesia
Berikut ini disajikan beberapa data dan fakta terkait utang pemerintah sebagai berikut:
1) Soal Utang
Utang pemerintah terdiri dari dua kelompok besar yaitu Pinjaman dan Surat Berharga Negara (SBN). Prosentase utang yang berasal dari pemberi pinjaman adalah sebesar 18,23 persen per akhir 2018. Sementara yang berasal dari SBN investor di pasar modal sebesar 81,77 persen.
2) Soal Pemberi Utang
Untuk pemberi pinjaman kepada pemerintah berasal dari berbagai lembaga dunia dan beberapa negara antara lain yaitu: World Bank, Asian Development Bank (ADB), Jepang, Jerman, Perancis, dan juga China. Pada akhir 2018, pinjaman pemerintah kepada China sekitar Rp22 triliun atau sebesar 0,50 persen dari jumlah total utang Pemerintah.
Untuk pinjaman oleh perusahaan swasta Indonesia dari China dilakukan secara Business to Business, sedangkan pinjaman Pemerintah dilakukan secara Government to Government.
Perjanjian pinjaman Pemerintah dengan China dan juga negara lainnya dilakukan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dan aman bagi Pemerintah. Hal ini juga sudah diatur berdasarkan pedoman pengadaan pinjaman pada Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 2011.
3) Soal Rasio Utang
Untuk melihat kewajaran suatu utang, dapat dibandingkan dengan penghasilannya. Dalam suatu negara, penghasilan dilihat melalui Produk Domestik Bruto (PDB).
Saat ini rasio utang per PDB Indonesia adalah 29,78 persen, sementara negara-negara yang disebutkan dalam video tersebut berturut-turut adalah Sri Lanka (77,6 persen), Papua New Guinea (33,5 persen), Pakistan (67,2 persen), Malaysia (50,9 persen), Laos (50,0 persen), Mongolia (79,4 persen), Mesir (101,2 persen), Kenya (57,1 persen), dan Afrika Selatan (53,1 persen).
Pemerintah Indonesia juga memiliki kemampuan untuk membayar kembali utangnya, di mana pembayarannya yang telah dianggarkan setiap tahun dalam APBN yang pengelolaannya diatur dalam Undang-undang (UU) APBN serta dibahas secara mendalam dan teliti melalui persetujuan DPR.
Kementrian keuangan mengklaim pinjaman Pemerintah dari China relatif aman secara jumlah dan secara ketentuan dalam perjanjian pinjamannya.
>> Ketakutan Lain & Manuver Politik Internasional
Investasi Tiongkok di bidang pembangunan infrastruktur diikuti dengan fenomena tenaga kerja dari negara tersebut. Kritik dari oposisi politik Jokowi menyebutkan bahwa konteks ini juga diperparah dengan adanya Perpres No. 20 Tahun 2018 yang diterbitkan Jokowi untuk mempermudah izin tenaga kerja asing. Hal ini pun juga memunculkan kekhawatiran di masyarakat atas minimnya lapangan kerja bagi tenaga kerja lokal.
Lalu, apakah hubungan Jokowi dan Tiongkok di bidang ekonomi melulu baik sepenuhnya? Jawabannya tidak juga.
Pasalnya, nilai investasi negara tersebut mengalami penurunan satu tahun terakhir ini. Berbagai proyek infrastruktur dengan pinjaman dari Tiongkok juga tidak menemui target dan ditunda.
Dalam teori two-level game yang dikemukakan Robert D. Putnam dalam tulisannya yang berjudul “Diplomacy and Domestic Politics: The Logic of Two-Level Games”, pemimpin politik dalam negosiasinya dengan pihak internasional selalu mempertimbankan dua tingkat, yaitu negara-negara lain dan konteks politik nasional di negaranya.
Pilihan politik yang dilakukan pemimpin tersebut bisa saja baik dalam satu tingkat dan buruk di tingkat lainnya. Jokowi pun sepertinya memperhatikan tekanan dari dua tingkat tersebut. Bagaimanapun juga, isu Tiongkok dalam konteks politik dalam negeri menentukan kekuasaannya di periode berikut.
Dengan turunnya nilai investasi dan ditundanya beberapa proyek infrastruktur, Jokowi mungkin saja mulai menjaga jarak dengan Tiongkok akibat narasi-narasi politik negatif yang tersebar di masyarakat, termasuk terkait perangkap uang tersebut.
Di sisi lain, hal ini bisa dimaknai secara berbeda dalam konteks kepentingan Tiongkok terhadap Jokowi. Bisa saja negara tersebutlah yang sengaja menurunkan intensitas hubungan, demi mendukung Jokowi terpilih lagi. Benarkah demikian? Menarik untuk ditunggu kelanjutannya.
Namun tidak bisa dipungkuri juga bahwa Indonesia masih dianggap sebagai target empuk negara-negara besar lain dengan SDA yang melimpah dan dalam fase pembangunan besar-besaran, para negara besar tersebut juga saling sikut untuk "menguasai" Indonesia. Dalam kasus "Chinese Money Trap" ini tentu akan menguntungkan bagi negara-negara dan instansi asing lain yang memiliki kepentingan di Indonesia seperti Jepang, Bank Dunia, IMF, dll termasuk Amerika yang makin hari merasa terancam hegemoninya oleh China yang makin memperluas pengaruhnya di kancah internasional.
~Avicenna WSM~
#Encyclopiracy #Ency_video #InvestasiAsing #JebakanUangChina #NasDaily #ChineseMoneyTrap #Tiongkok #AWSM #indonesia #investorasing #Infrastruktur #APBN #HutangIndonesia #TenagaKerjaAsing #TKA #Ency_Politic #Politik #Ekonomi #China
Sumber:
https://pinterpolitik.com/jokowi-dan-perangkap-uang-tiongkok/
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/03/21/161116226/bangun-infrastuktur-pakai-utang-dari-china-negara-negara-ini-malah-bangkrut
https://money.kompas.com/read/2019/03/12/160532526/soal-chinese-money-trap-kemenkeu-pastikan-indonesia-tak-terdampak
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/03/22/083000526/cerita-zimbabwe-gagal-bayar-utang-ke-china-hingga-izinkan-mata-uang-jadi
https://m.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis-global/18/10/12/pgf356370-apa-bedanya-bank-dunia-dan-imf
https://money.kompas.com/read/2019/03/09/170543026/chinese-money-trap-tidak-terjadi-di-indonesia
Repost from official account line Encyclopiracy