JANGAN MENYIMPAN TELUR DALAM SATU KERANJANG
Diskusi Komunitas

Setiap orang pasti membutuhkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Setiap hari berusaha dan bekerja untuk mendapatkan penghasilan, dengan harapan menghasilkan uang yang banyak, atau dalam konteks tulisan ini diibaratkan sebagai telur. Sedangkan sumber pendapatan dianalogikan sebagai keranjang.
Sebagian besar orang merasa sudah aman ketika mendapatkan gaji. Apalagi bila sudah menjadi seorang karyawan yang bergaji bulanan. Benarkah sudah aman?
Pandemi covid mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu pekerjaan yang benar-benar aman. Dampak pandemi membuktikan banyak usaha yang gulung tikar. Akibatnya banyak karyawan yang di rumah kan. Jika tidak menyiapkan sumber penghasilan lain, apa yang terjadi? Bagaimana memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari?
Hal ini juga berlaku pada perempuan-perempuan yang hanya mengandalkan gaji dari suami, dan tidak mandiri secara ekonomi.
Awal memulai usaha, banyak yang bertanya, mengapa saya susah payah membuat makanan dan minuman untuk dijual, padahal gaji suami cukup untuk kebutuhan sehari-hari, bahkan lebih.
Saat itu, saya tidak berpikir usaha saya adalah untuk mencari tambahan penghasilan. Hanya sebagai hobby, mencari kesibukan, yang Alhamdulillah bisa mendapatkan uang. Memang tidak sebanding dengan gaji suami, tapi saya mandiri secara ekonomi. Tidak selalu minta "uang belanja" pada suami. Bahkan sering kita liburan dengan keluarga dengan hasil usaha saya.
Jadi dalam keluarga, saya mempunyai 2 keranjang telur, yaitu keranjang suami dan keranjang istri.
Ibarat keranjang suami berisi 10 telur, dan keranjang istri berisi 4 telur.
Apakah harus mempunyai lebih dari satu keranjang, toh keranjang satu telurnya cukup untuk keluarga?
Empat tahun lalu, karena sesuatu hal, suami saya resign dari pekerjaannya. Otomatis hilanglah keranjang yang berisi telur paling banyak. Untuk mengganti keranjang berisi telur yang sama tidaklah mudah. Butuh keahlian dan kemampuan untuk beralih dari karyawan menjadi wirausaha. Butuh waktu yang tidak sebentar. Sementara kebutuhan tidak bisa ditunda.
Bersyukur masih ada keranjang lain. Walaupun telurnya tidak sebanyak keranjang pertama, tapi masih bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sambil menunggu pengganti keranjang pertama.
Tidak bisa dibayangkan, apabila saya tidak mempunyai keranjang kedua. Ibarat keranjang jatuh, telur pecah semua, tidak bisa dimasak, makan apa?
Tapi karena ada keranjang kedua, walaupun keranjang pertama jatuh dan telurnya pecah semua, masih ada cadangan telur dari keranjang kedua.
Didunia ini tidak ada yang abadi. Maka dari itu perlu rencana dan persiapan. Begitu juga dengan sumber pendapatan. Jangan terlalu berharap pada satu jenis saja. Ciptakan keranjang-keranjang telur yang lain. Semakin banyak berarti cadangan telur kita semakin baik.
Ayo, semangat menciptakan keranjang dan menghasilkan telur-telur untuk kita dan untuk keluarga. Percayalah, mandiri ekonomi itu perasaan yang luar biasa. Selain bisa menghasilkan uang sendiri juga bisa membuat perempuan lebih percaya diri dan mandiri.
Sudah ada berapa keranjang telur dalam rumahmu?
Sebagian besar orang merasa sudah aman ketika mendapatkan gaji. Apalagi bila sudah menjadi seorang karyawan yang bergaji bulanan. Benarkah sudah aman?
Pandemi covid mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu pekerjaan yang benar-benar aman. Dampak pandemi membuktikan banyak usaha yang gulung tikar. Akibatnya banyak karyawan yang di rumah kan. Jika tidak menyiapkan sumber penghasilan lain, apa yang terjadi? Bagaimana memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari?
Hal ini juga berlaku pada perempuan-perempuan yang hanya mengandalkan gaji dari suami, dan tidak mandiri secara ekonomi.
Awal memulai usaha, banyak yang bertanya, mengapa saya susah payah membuat makanan dan minuman untuk dijual, padahal gaji suami cukup untuk kebutuhan sehari-hari, bahkan lebih.
Saat itu, saya tidak berpikir usaha saya adalah untuk mencari tambahan penghasilan. Hanya sebagai hobby, mencari kesibukan, yang Alhamdulillah bisa mendapatkan uang. Memang tidak sebanding dengan gaji suami, tapi saya mandiri secara ekonomi. Tidak selalu minta "uang belanja" pada suami. Bahkan sering kita liburan dengan keluarga dengan hasil usaha saya.
Jadi dalam keluarga, saya mempunyai 2 keranjang telur, yaitu keranjang suami dan keranjang istri.
Ibarat keranjang suami berisi 10 telur, dan keranjang istri berisi 4 telur.
Apakah harus mempunyai lebih dari satu keranjang, toh keranjang satu telurnya cukup untuk keluarga?
Empat tahun lalu, karena sesuatu hal, suami saya resign dari pekerjaannya. Otomatis hilanglah keranjang yang berisi telur paling banyak. Untuk mengganti keranjang berisi telur yang sama tidaklah mudah. Butuh keahlian dan kemampuan untuk beralih dari karyawan menjadi wirausaha. Butuh waktu yang tidak sebentar. Sementara kebutuhan tidak bisa ditunda.
Bersyukur masih ada keranjang lain. Walaupun telurnya tidak sebanyak keranjang pertama, tapi masih bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sambil menunggu pengganti keranjang pertama.
Tidak bisa dibayangkan, apabila saya tidak mempunyai keranjang kedua. Ibarat keranjang jatuh, telur pecah semua, tidak bisa dimasak, makan apa?
Tapi karena ada keranjang kedua, walaupun keranjang pertama jatuh dan telurnya pecah semua, masih ada cadangan telur dari keranjang kedua.
Didunia ini tidak ada yang abadi. Maka dari itu perlu rencana dan persiapan. Begitu juga dengan sumber pendapatan. Jangan terlalu berharap pada satu jenis saja. Ciptakan keranjang-keranjang telur yang lain. Semakin banyak berarti cadangan telur kita semakin baik.
Ayo, semangat menciptakan keranjang dan menghasilkan telur-telur untuk kita dan untuk keluarga. Percayalah, mandiri ekonomi itu perasaan yang luar biasa. Selain bisa menghasilkan uang sendiri juga bisa membuat perempuan lebih percaya diri dan mandiri.
Sudah ada berapa keranjang telur dalam rumahmu?