ICG, Aksi Sosial Dari Dunia Maya Membesar di Dunia Nyata
Citizen News 
Berawal dari keinginan yang untuk memanfaatkan media sosial sebagai pematik gerakan sosial di tengah masyarakat, Sujoko dan Heri Rado membuat grup FB bernama ICG pada Oktober 2016. ICG adalah singkatan dari Info Cegatan Gunungkidul dan ICJ sebagai inspirasinya.
Sujoko yang di tahun 2016 masih bekerja di eropa, secara daring dengan Heri Rado warga Girisubo, Gunungkidul membentuk Grup FB dengan tujuan saling bertukar informasi tentang kondisi wilayah di Gunungkidul. Melalui postingan nitizen di grup FB ICG, informasi dan berita tentang suatu wilayah sangat cepat mendapat respon. Awalnya informasi yang dibagikan hanya terbatas tentang kondisi lalu lintas jalan, khususnya lalu lintas menuju dan dari obyek pariwisata di Gunungkidul. Termasuk beberapa kejadian penting di wilayah anggota grup. Namun melalui Grup FB ini, ternyata menghadirkan para relawan spontanitas yang bergerak berdasarkan informasi yang muncul di grup FB ini. Akhirnya anggota grup dengan berbagai latar belakang itu berkumpul dan membentuk Relawan ICG.
ICG menjadi relawan dadakan yang standby di hari-hari tertentu. Mereka akan bergerak ketika ada postingan di grup bahwa ada yang membutuhkan bantuan di jalan.
Saat musim hujan, merekapun melakukan pemantauan air sungai dan saling memposting kondisi terkini. Kadang ICG bergabung dengan SAR Pantai untuk sekedar berjaga-jaga jika dibutuhkan.
Kemudian, Badai Cempaka yang terjadi pada bulan November 2017, dimobilisasi relawan bernama Agus Gundul, ICG terjun membantu korban bencana. Badai Cempaka 2017 ini sempat melumpuhkan aktifitas masyarakat. Permukaan air di mana-mana naik. Banyak perkampungan terdampak, jembatan putus, rumah roboh, pertanian luluh lantak.
Melihat banyaknya postingan pencari informasi berkaitan dengan Becana Alam Badai Cempaka 2017 di grup medsos FB. Sujoko yang masih berada di Eropa dan Rado yang berada di Gunungkidul menjadikan beberapa member grup sebagai admin dan moderator. Serta membuka Posko Bencana Mandiri bersama 2 komunitas lain, yaitu Komunitas Gunungkidul Photography dan Ikatan Anak Rantau Gunungkidul . Lalu memanfaatkan sebuah kios milik keluarga Sujoko sebagai Posko Tanggap Bencana.
Melalui media sosial, Posko Tanggap Bencana itu mempertemukan banyak komunitas dari luar Gunungkidul yang peduli dengan bencana yang terjadi. Posko Tanggap Bencana yang dimotori oleh 3 komunitas yaitu ICG, GP dan IKARAGIL itu menjadi salah satu posko tanggap bencana terbesar yang dibangun oleh warga masyarakat secara mandiri. Banyaknya bantuan membuat relawan harus mengatur pendistribusiannya. Tidak jarang relawan yang benar-benar tanpa bayaran itu memilih tinggal di posko alakadarnya itu. Dan hampir 1,5 bulan posko tanggap bencana ini menjadi rujukan dari berbagai komunitas atau organisasi yang ingin memberikan bantuannya.
Setelah Bencana Badai Cempaka 2017 , komunitas ICG semakin solid dan memiliki banyak anggota baik online maupun offline. Tercatat lebih dari 158ribu anggota grup media sosial dengan tingkat aktifitas berbagi informasi lebih dari 45% menjadikan ICG yang terbangun dari media sosial itu sebagai komunitas terbesar warga bantu warga di Gunungkidul. Giat kerelawananpun semakin luas. Dari sekedar baksos sampai advokasi warga kurang mampu dan lain-lain.
Hingga di tahun 2020, kebijakan facebook membuat grup medsos ICG itu lenyap. Padahal relawan dan warga sangat membutuhkan informasi. Bahkan relawan ICG bergabung dengan instasi kebencanaan BPBD Kabupaten Gunungkidul menjadi Relawan Covid19 dan vaksin masal.
Hingga tahun 2022 ini Relawan Komunitas ICG masih terus terlibat dalam bebagai kegiatan sosial tidak hanya di Gunungkidul saja. Saat ini ICG juga ada di Hongkong oleh saudara-saudara TKI disana.
Walau Grup FB yang baru hanya sekitar 5000an anggota tapi kegiatan sosial tetap terus dilakukan dengan sukarela. Selain tetap menjaga kepercayaan donatur untuk menyampaikan berbagai bentuk bantuan bagi warga yang membutuhkan.
#ayomenulis #wargabantuwarga #AtmaGo
Sujoko yang di tahun 2016 masih bekerja di eropa, secara daring dengan Heri Rado warga Girisubo, Gunungkidul membentuk Grup FB dengan tujuan saling bertukar informasi tentang kondisi wilayah di Gunungkidul. Melalui postingan nitizen di grup FB ICG, informasi dan berita tentang suatu wilayah sangat cepat mendapat respon. Awalnya informasi yang dibagikan hanya terbatas tentang kondisi lalu lintas jalan, khususnya lalu lintas menuju dan dari obyek pariwisata di Gunungkidul. Termasuk beberapa kejadian penting di wilayah anggota grup. Namun melalui Grup FB ini, ternyata menghadirkan para relawan spontanitas yang bergerak berdasarkan informasi yang muncul di grup FB ini. Akhirnya anggota grup dengan berbagai latar belakang itu berkumpul dan membentuk Relawan ICG.
ICG menjadi relawan dadakan yang standby di hari-hari tertentu. Mereka akan bergerak ketika ada postingan di grup bahwa ada yang membutuhkan bantuan di jalan.
Saat musim hujan, merekapun melakukan pemantauan air sungai dan saling memposting kondisi terkini. Kadang ICG bergabung dengan SAR Pantai untuk sekedar berjaga-jaga jika dibutuhkan.
Kemudian, Badai Cempaka yang terjadi pada bulan November 2017, dimobilisasi relawan bernama Agus Gundul, ICG terjun membantu korban bencana. Badai Cempaka 2017 ini sempat melumpuhkan aktifitas masyarakat. Permukaan air di mana-mana naik. Banyak perkampungan terdampak, jembatan putus, rumah roboh, pertanian luluh lantak.
Melihat banyaknya postingan pencari informasi berkaitan dengan Becana Alam Badai Cempaka 2017 di grup medsos FB. Sujoko yang masih berada di Eropa dan Rado yang berada di Gunungkidul menjadikan beberapa member grup sebagai admin dan moderator. Serta membuka Posko Bencana Mandiri bersama 2 komunitas lain, yaitu Komunitas Gunungkidul Photography dan Ikatan Anak Rantau Gunungkidul . Lalu memanfaatkan sebuah kios milik keluarga Sujoko sebagai Posko Tanggap Bencana.
Melalui media sosial, Posko Tanggap Bencana itu mempertemukan banyak komunitas dari luar Gunungkidul yang peduli dengan bencana yang terjadi. Posko Tanggap Bencana yang dimotori oleh 3 komunitas yaitu ICG, GP dan IKARAGIL itu menjadi salah satu posko tanggap bencana terbesar yang dibangun oleh warga masyarakat secara mandiri. Banyaknya bantuan membuat relawan harus mengatur pendistribusiannya. Tidak jarang relawan yang benar-benar tanpa bayaran itu memilih tinggal di posko alakadarnya itu. Dan hampir 1,5 bulan posko tanggap bencana ini menjadi rujukan dari berbagai komunitas atau organisasi yang ingin memberikan bantuannya.
Setelah Bencana Badai Cempaka 2017 , komunitas ICG semakin solid dan memiliki banyak anggota baik online maupun offline. Tercatat lebih dari 158ribu anggota grup media sosial dengan tingkat aktifitas berbagi informasi lebih dari 45% menjadikan ICG yang terbangun dari media sosial itu sebagai komunitas terbesar warga bantu warga di Gunungkidul. Giat kerelawananpun semakin luas. Dari sekedar baksos sampai advokasi warga kurang mampu dan lain-lain.
Hingga di tahun 2020, kebijakan facebook membuat grup medsos ICG itu lenyap. Padahal relawan dan warga sangat membutuhkan informasi. Bahkan relawan ICG bergabung dengan instasi kebencanaan BPBD Kabupaten Gunungkidul menjadi Relawan Covid19 dan vaksin masal.
Hingga tahun 2022 ini Relawan Komunitas ICG masih terus terlibat dalam bebagai kegiatan sosial tidak hanya di Gunungkidul saja. Saat ini ICG juga ada di Hongkong oleh saudara-saudara TKI disana.
Walau Grup FB yang baru hanya sekitar 5000an anggota tapi kegiatan sosial tetap terus dilakukan dengan sukarela. Selain tetap menjaga kepercayaan donatur untuk menyampaikan berbagai bentuk bantuan bagi warga yang membutuhkan.
#ayomenulis #wargabantuwarga #AtmaGo
