Hindari Kesombongan Terselubung, Ustadz Abdul Razaq Ingatkan Makna "Kalau Bukan Saya, Siapa?"
Berita Warga

Atmago.com, Yogyakarta---Di hari ke-tiga belas, ceramah jelang Tarawih di Masjid Darussalam, Kampung Pujokusuman, Kelurahan Keparakan, Kemantren Mergangsan, Kota Yogyakarta, pada Kamis (13/3/2025) malam, ceramah disampaikan oleh Ustadz Abdul Razaq, M.Si, seorang Dosen ASMI Desanta Yogyakarta. Dalam ceramahnya, ia mengajak jamaah merenungkan makna di balik ungkapan yang sering terdengar dalam kehidupan sehari-hari: “Kalau bukan saya, siapa?”
Ungkapan ini, menurutnya, sekilas tampak wajar dan menunjukkan inisiatif, namun jika tidak disadari, bisa menyiratkan kesombongan (kibr), pamer (riya’), serta kebanggaan diri (ujub) yang berpotensi merendahkan kontribusi orang lain.
“Sering kali kita mendengar atau bahkan mengucapkan sendiri, ‘Kalau bukan saya, tidak akan jadi seperti ini’ atau ‘Kalau bukan dia, semuanya akan berantakan’. Tanpa sadar, kita menafikan peran orang lain, bahkan lupa bahwa semua keberhasilan datang dari Allah SWT,” ujar Ustadz Razaq yang juga aktivis sosial dan keagamaan.
Ia kemudian mengingatkan jamaah dengan firman Allah dalam Surat Al-Hujurat ayat 11: "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk...".
Diksi yang mengandung unsur kesombongan sering kali muncul tanpa kita sadari dalam kehidupan sehari-hari. Ustadz Razaq mencontohkan bagaimana seseorang yang merasa paling berjasa dalam suatu keberhasilan cenderung meremehkan peran orang lain. Padahal, Islam mengajarkan untuk selalu rendah hati dan menyadari bahwa setiap pencapaian merupakan hasil kerja bersama serta kehendak Allah SWT.
Ia juga mengutip firman Allah dalam Surat Lukman ayat 18: "Janganlah memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi ini dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi sangat membanggakan diri.” (QS. Lukman: 18).
Lebih lanjut, Ustadz Razaq mengingatkan bahwa yang dinilai oleh Allah bukanlah status, harta, atau pencapaian seseorang, melainkan hati dan amalannya. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim: "Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati dan amalan kalian." (HR. Muslim).
Mengakhiri ceramahnya, Ustadz Razaq mengajak jamaah untuk senantiasa menjaga lisan dan hati agar terhindar dari sikap sombong yang terselubung dalam kata-kata.
“Mari kita biasakan untuk mengakui dan menghargai peran orang lain dalam setiap pencapaian. Jangan sampai kita merasa paling hebat, padahal sejatinya segala sesuatu adalah kehendak Allah. Hilangkan rasa sombong dan bangun sikap tawadhu’ dalam kehidupan kita,” pungkasnya. (KangRozaq)
Ungkapan ini, menurutnya, sekilas tampak wajar dan menunjukkan inisiatif, namun jika tidak disadari, bisa menyiratkan kesombongan (kibr), pamer (riya’), serta kebanggaan diri (ujub) yang berpotensi merendahkan kontribusi orang lain.
“Sering kali kita mendengar atau bahkan mengucapkan sendiri, ‘Kalau bukan saya, tidak akan jadi seperti ini’ atau ‘Kalau bukan dia, semuanya akan berantakan’. Tanpa sadar, kita menafikan peran orang lain, bahkan lupa bahwa semua keberhasilan datang dari Allah SWT,” ujar Ustadz Razaq yang juga aktivis sosial dan keagamaan.
Ia kemudian mengingatkan jamaah dengan firman Allah dalam Surat Al-Hujurat ayat 11: "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk...".
Diksi yang mengandung unsur kesombongan sering kali muncul tanpa kita sadari dalam kehidupan sehari-hari. Ustadz Razaq mencontohkan bagaimana seseorang yang merasa paling berjasa dalam suatu keberhasilan cenderung meremehkan peran orang lain. Padahal, Islam mengajarkan untuk selalu rendah hati dan menyadari bahwa setiap pencapaian merupakan hasil kerja bersama serta kehendak Allah SWT.
Ia juga mengutip firman Allah dalam Surat Lukman ayat 18: "Janganlah memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi ini dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi sangat membanggakan diri.” (QS. Lukman: 18).
Lebih lanjut, Ustadz Razaq mengingatkan bahwa yang dinilai oleh Allah bukanlah status, harta, atau pencapaian seseorang, melainkan hati dan amalannya. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim: "Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati dan amalan kalian." (HR. Muslim).
Mengakhiri ceramahnya, Ustadz Razaq mengajak jamaah untuk senantiasa menjaga lisan dan hati agar terhindar dari sikap sombong yang terselubung dalam kata-kata.
“Mari kita biasakan untuk mengakui dan menghargai peran orang lain dalam setiap pencapaian. Jangan sampai kita merasa paling hebat, padahal sejatinya segala sesuatu adalah kehendak Allah. Hilangkan rasa sombong dan bangun sikap tawadhu’ dalam kehidupan kita,” pungkasnya. (KangRozaq)