Budaya Nusantara: Festival Mosintuwu, Festivalnya Rakyat Desa
Berita Warga
Mengingat, menjaga dan merayakan tanah, air, hutan terasa kuat sejak sekumpulan kelompok perempuan, anak muda dan tetua adat berkumpul membawa beragam hasil bumi di taman kota Tentena. Sejak tanggal 9-12 November 2022, Festival Mosintuwu kembali di gelar di Yosi, kelurahan Pamona kecamatan Pamona Puselemba. Ini kelima kalinya ajang yang mempertemukan warga dari desa-desa di pinggir Danau Poso, Lembah Bada hingga wilayah Poso Pesisir di Teluk Tomini digelar. Tidak ada seremonial pembukaan sampai penutupan. Festival dibuka bersama-sama para perempuan, anak muda dan tetua ada dalam nyanyian lagu Desaku dan Tanah, Air , Hutan lagu resmi yang dibuat khusus untuk festival Mosintuwu 2022. Berpakaian tradisional , sebagian lainnya menggunakan pakaian petani dan harian. Kesederhanaan sekaligus kebersahajaan nampak dari iring-iringan karnaval.
“Yang khas dari Festival ini, selalu dimulai dengan karnaval. Ini semacam usaha mengingatkan ulang masyarakat tentang pentingnya alam untuk dijaga”kata Martince Baleona, koordinator Pengorganisasian dan Pendidikan Institut Mosintuwu. Dia juga yang memimpin karnaval pagi itu dari Taman Kota Tentena menuju Yosi yang berjarak sekitar 2 kilometer.
Kekuatan hasil bumi dalam olahan menu-menu desa tersebar di warung desa. Di arena Festival Mosintuwu, sebuah lahan berukuran tidak sampai 1 hektar di tepi Danau Poso, warung dari desa-desa peserta Festival menyediakan menu tradisional. Jangan cari Mie Instan disini. Yang ada Woku Ikan Gabus, olahan Jantung Pisang hingga Batang Pisang. Entah bagaimana, bagian tengah Batang Pisang bisa jadi santapan lezat ditangan ibu-ibu dari desa Owini.
Satria dari Desa Kelei menyebutkan , makanan di warung desa yang mereka olah berasal dari alam mereka sendiri tanpa menggunakan penyedap makanan. Soal Warung Desa ini, berkaitan dengan usaha mengingatkan kembali warga pengunjung bahwa makanan dari bahan-bahan yang ada disekitar bisa menjadi lezat dan menyehatkan. Yang paling penting dari itu adalah merintangi budaya makanan instan yang merusak lingkungan.
Kita tahu, produk makanan instan bukan saja mengancam kesehatan tubuh, tapi juga lingkungan. Ide untuk mengingat kesehatan lingkungan dalam pengolahan tanah, air dan hutan dibicarakan dalam serangkaian seminar Saya Pilih Bumi. Prigi Arisandi dari Ecological Observation and Wetlands Conservation atau ECOTON, menelusuri pinggiran Danau Poso bersama sekelompok anak muda peserta festival . Dalam penelusurannya, menemukan sampah plastik yang sudah menjadi mikroplastik di Danau Poso. Dalam uji sampel air di sekitar jembatan Tentena, dia menemukan 4 jenis mikroplastik yakni Foam, Filamen, Fiber, dan Fragmen.
Foto: Basri Marzuki
Penulis: Pian Siruyu
Selengkapnya bisa dibaca di: https://www.mosintuwu.com/2022/11/18/festival-mosintuwu-festivalnya-rakyat-desa/
“Yang khas dari Festival ini, selalu dimulai dengan karnaval. Ini semacam usaha mengingatkan ulang masyarakat tentang pentingnya alam untuk dijaga”kata Martince Baleona, koordinator Pengorganisasian dan Pendidikan Institut Mosintuwu. Dia juga yang memimpin karnaval pagi itu dari Taman Kota Tentena menuju Yosi yang berjarak sekitar 2 kilometer.
Kekuatan hasil bumi dalam olahan menu-menu desa tersebar di warung desa. Di arena Festival Mosintuwu, sebuah lahan berukuran tidak sampai 1 hektar di tepi Danau Poso, warung dari desa-desa peserta Festival menyediakan menu tradisional. Jangan cari Mie Instan disini. Yang ada Woku Ikan Gabus, olahan Jantung Pisang hingga Batang Pisang. Entah bagaimana, bagian tengah Batang Pisang bisa jadi santapan lezat ditangan ibu-ibu dari desa Owini.
Satria dari Desa Kelei menyebutkan , makanan di warung desa yang mereka olah berasal dari alam mereka sendiri tanpa menggunakan penyedap makanan. Soal Warung Desa ini, berkaitan dengan usaha mengingatkan kembali warga pengunjung bahwa makanan dari bahan-bahan yang ada disekitar bisa menjadi lezat dan menyehatkan. Yang paling penting dari itu adalah merintangi budaya makanan instan yang merusak lingkungan.
Kita tahu, produk makanan instan bukan saja mengancam kesehatan tubuh, tapi juga lingkungan. Ide untuk mengingat kesehatan lingkungan dalam pengolahan tanah, air dan hutan dibicarakan dalam serangkaian seminar Saya Pilih Bumi. Prigi Arisandi dari Ecological Observation and Wetlands Conservation atau ECOTON, menelusuri pinggiran Danau Poso bersama sekelompok anak muda peserta festival . Dalam penelusurannya, menemukan sampah plastik yang sudah menjadi mikroplastik di Danau Poso. Dalam uji sampel air di sekitar jembatan Tentena, dia menemukan 4 jenis mikroplastik yakni Foam, Filamen, Fiber, dan Fragmen.
Foto: Basri Marzuki
Penulis: Pian Siruyu
Selengkapnya bisa dibaca di: https://www.mosintuwu.com/2022/11/18/festival-mosintuwu-festivalnya-rakyat-desa/