BNPB Tingkatkan Ketangguhan Masyarakat Sulawesi Tengah melalui Program IDRIP
Berita Warga

Badan Nasional Penanggulangan Bencana melalui Kedeputian Bidang Sistem dan Strategi menggelar dua kegiatan yang termasuk dalam program Indonesia Disaster Resilience Initiatives Project (IDRIP) di Sulawesi Tengah pada tanggal 14 dan 15 November 2023. Kegiatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi tsunami di wilayah tersebut.
Kegiatan pertama diampu oleh Direktorat Pengembangan Srategi Penanggulanan Bencana dengan melakukan Diskusi Publik 1 Rancangan Dokumen Analisis Pengembangan Strategi Penanggulangan Bencana di Kawasan Megathrust Sulawesi Utara. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada Selasa (14/11).
Sementara kegiatan lainnya, Sosialisasi Kajian Risiko Bencana Tsunami akan dilaksanakan pada Rabu (15/11) di bawah koordinasi Direktorat Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana (PERB). Dokumen KRB Tsunami yang disosialisasikan memuat lokus kajian di tiga Kabupaten/Kota di Sulawesi Rengah yakni Kota Palu, Kabupaten Donggala, dan Kabupaten Parigi Moutong.
Dalam kegiatan pembukaan, Dr. Akris Fattah Yunus, MM., selaku Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Sulawesi Tengah menyoroti beberapa isu krusial. Akris mencatat sebagian besar kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tengah masih belum memiliki Dokumen Kajian Risiko Bencana (KRB). Dari 13 Kabupaten/Kota, baru 7 wilayah yang memiliki Dokumen KRB.
Perhatian khusus juga diberikan pada kebijakan anggaran, di mana alokasi dana Penanggulangan Bencana belum menjadi prioritas utama.
"Saat ini, anggaran dominan dialokasikan untuk pendidikan dan kesehatan, mencapai 80% dari APBD. Karena itu perlu adanya kegiatan yang bisa meningkatkan kesadaran masyarakat dan juga pemerintah daerah terkait perlunya memprioritaskan penanggulangan bencana," katanya
Kepala BPBD juga menyoroti masalah pergantian personel di BPBD yang dinilai mengakibatkan kehilangan jejak pekerjaan dan ilmu. Untuk mengatasi hal ini, disarankan adanya mekanisme dengan rekomendasi dari pusat saat terjadi perpindahan SDM.
Lebih lanjut, disampaikan masalah budaya masyarakat yang sulit dipahami terkait risiko tsunami. Kepala BPBD menegaskan pentingnya penegakan aturan dan keberanian pimpinan dalam melakukan penertiban. Selain itu, beliau mengusulkan pembuatan aturan pemerintah khusus terkait SDM di BPBD, dimana perpindahan hanya diizinkan dalam konteks promosi untuk meningkatkan stabilitas dan kontinuitas SDM di BPBD.
Anggota Komisi VIII DPR RI, Martindas J. Rumambi, S.Sos, menyoroti secara serius pentingnya melakukan kajian risiko bencana, terutama setelah mengalami gempa bumi dan tsunami pada tahun 2018. Beliau menekankan bahwa investasi yang masuk harus diiringi dengan kajian yang mendalam untuk mencegah kerugian jiwa dan materi yang signifikan.
Martindas juga menyampaikan, pembangunan sarana dan prasarana termasuk pemetaan risiko sangat penting, dan perlu adanya percepatan pemetaan untuk jalur evakuasi dan sistem peringatan dini. Beliau juga menekankan peran legislatif dalam mengawal isu pengurangan risiko bencana. Ketika dipantik masalah revisi Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2007 serta perbaikan kelembagaan, beliau menjawab "It"s not a task, but an order," tegasnya.
Deputi Sistem dan Strategi, Dr. Raditya Jati menjelaskan bahwa Komisi VIII adalah mitra pusat yang berkolaborasi dengan daerah. Acara ini menjadi penting karena menghadirkan hasil proyek idrip KRB secara detil, termasuk pemetaan skala 1:5000 hingga level rumah tangga.
Radit kembali menekankan pentingnya kolaborasi harmonis antara BPBD dan BAPPEDA, serta perlunya simulasi bulanan untuk membentuk kesadaran masyarakat. Dirinya juga menyoroti agenda kelanjutan terkait perpres Indonesia Emas 2045 dan resiliensi masyarakat yang harus berkelanjutan.
Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana, Dr. Udrekh, memberikan pengantar sosialisasi KRB dengan menjelaskan pentingnya data detil dalam menghadapi risiko bencana.
"Data tersebut diperlukan untuk pemetaan evakuasi dan titik tinggi tsunami. Data yang detil dan hasil pemodelan harus melibatkan partisipasi masyarakat untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat," jelas Udrekh.
Data ini juga dijadikan dasar untuk membangun evaluasi vertikal. Pembaruan data akan disimpan dalam portal untuk keberlanjutan informasi.
Sehubungan dengan agenda Sosialisasi Kajian Resiko Bencana Tsunami, disampaikan hasil Kajian yang dilaksanakan di 6 Desa di Kota Palu, 7 Desa di Kabupaten Donggal dan 6 Desa di Kabupaten Parigi Moutong. Kegiatan Sosialisasi yang dihadiri unsur Pentahalix baik ditingkat Provinsi dan Kabupaten seperti BPBD, Bappeda, PU, TNI-Polri, Kecamatan, dan Desa diharapkan dapat menindaklanjuti lebih lanjut hasil kajian yang disampaikan sesuai tugas-pokok dari instansi bersangkutan.
Kegiatan dilanjutkan dengan penyerahan simbolis peta dan plakat kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di wilayah Sulawesi Tengah.
Kegiatan ini juga dihadiri Kepala Pelaksana BPBD Kota Bitung, Kepala Pelaksana BPBD Kota Palu, jajaran pemerintah daerah dari Provinsi Sulawesi Utara, Kota Palu, Kabupaten Donggala, Kabupaten Parigi Moutong, Kota Bitung, serta perwakilan Desa Besusu Barat, Lere, Mamboro Barat, Pantoloan, Silae, Bantaya, Palasa, Sausu Piore, Silampayang, Tomini, Maesa, Labean, Sioyong, Tanjung Batu, dan Tonggolobibi.
Sumber: Humas BNPB
Abdul Muhari, Ph.D.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB
Kegiatan pertama diampu oleh Direktorat Pengembangan Srategi Penanggulanan Bencana dengan melakukan Diskusi Publik 1 Rancangan Dokumen Analisis Pengembangan Strategi Penanggulangan Bencana di Kawasan Megathrust Sulawesi Utara. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada Selasa (14/11).
Sementara kegiatan lainnya, Sosialisasi Kajian Risiko Bencana Tsunami akan dilaksanakan pada Rabu (15/11) di bawah koordinasi Direktorat Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana (PERB). Dokumen KRB Tsunami yang disosialisasikan memuat lokus kajian di tiga Kabupaten/Kota di Sulawesi Rengah yakni Kota Palu, Kabupaten Donggala, dan Kabupaten Parigi Moutong.
Dalam kegiatan pembukaan, Dr. Akris Fattah Yunus, MM., selaku Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Sulawesi Tengah menyoroti beberapa isu krusial. Akris mencatat sebagian besar kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tengah masih belum memiliki Dokumen Kajian Risiko Bencana (KRB). Dari 13 Kabupaten/Kota, baru 7 wilayah yang memiliki Dokumen KRB.
Perhatian khusus juga diberikan pada kebijakan anggaran, di mana alokasi dana Penanggulangan Bencana belum menjadi prioritas utama.
"Saat ini, anggaran dominan dialokasikan untuk pendidikan dan kesehatan, mencapai 80% dari APBD. Karena itu perlu adanya kegiatan yang bisa meningkatkan kesadaran masyarakat dan juga pemerintah daerah terkait perlunya memprioritaskan penanggulangan bencana," katanya
Kepala BPBD juga menyoroti masalah pergantian personel di BPBD yang dinilai mengakibatkan kehilangan jejak pekerjaan dan ilmu. Untuk mengatasi hal ini, disarankan adanya mekanisme dengan rekomendasi dari pusat saat terjadi perpindahan SDM.
Lebih lanjut, disampaikan masalah budaya masyarakat yang sulit dipahami terkait risiko tsunami. Kepala BPBD menegaskan pentingnya penegakan aturan dan keberanian pimpinan dalam melakukan penertiban. Selain itu, beliau mengusulkan pembuatan aturan pemerintah khusus terkait SDM di BPBD, dimana perpindahan hanya diizinkan dalam konteks promosi untuk meningkatkan stabilitas dan kontinuitas SDM di BPBD.
Anggota Komisi VIII DPR RI, Martindas J. Rumambi, S.Sos, menyoroti secara serius pentingnya melakukan kajian risiko bencana, terutama setelah mengalami gempa bumi dan tsunami pada tahun 2018. Beliau menekankan bahwa investasi yang masuk harus diiringi dengan kajian yang mendalam untuk mencegah kerugian jiwa dan materi yang signifikan.
Martindas juga menyampaikan, pembangunan sarana dan prasarana termasuk pemetaan risiko sangat penting, dan perlu adanya percepatan pemetaan untuk jalur evakuasi dan sistem peringatan dini. Beliau juga menekankan peran legislatif dalam mengawal isu pengurangan risiko bencana. Ketika dipantik masalah revisi Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2007 serta perbaikan kelembagaan, beliau menjawab "It"s not a task, but an order," tegasnya.
Deputi Sistem dan Strategi, Dr. Raditya Jati menjelaskan bahwa Komisi VIII adalah mitra pusat yang berkolaborasi dengan daerah. Acara ini menjadi penting karena menghadirkan hasil proyek idrip KRB secara detil, termasuk pemetaan skala 1:5000 hingga level rumah tangga.
Radit kembali menekankan pentingnya kolaborasi harmonis antara BPBD dan BAPPEDA, serta perlunya simulasi bulanan untuk membentuk kesadaran masyarakat. Dirinya juga menyoroti agenda kelanjutan terkait perpres Indonesia Emas 2045 dan resiliensi masyarakat yang harus berkelanjutan.
Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana, Dr. Udrekh, memberikan pengantar sosialisasi KRB dengan menjelaskan pentingnya data detil dalam menghadapi risiko bencana.
"Data tersebut diperlukan untuk pemetaan evakuasi dan titik tinggi tsunami. Data yang detil dan hasil pemodelan harus melibatkan partisipasi masyarakat untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat," jelas Udrekh.
Data ini juga dijadikan dasar untuk membangun evaluasi vertikal. Pembaruan data akan disimpan dalam portal untuk keberlanjutan informasi.
Sehubungan dengan agenda Sosialisasi Kajian Resiko Bencana Tsunami, disampaikan hasil Kajian yang dilaksanakan di 6 Desa di Kota Palu, 7 Desa di Kabupaten Donggal dan 6 Desa di Kabupaten Parigi Moutong. Kegiatan Sosialisasi yang dihadiri unsur Pentahalix baik ditingkat Provinsi dan Kabupaten seperti BPBD, Bappeda, PU, TNI-Polri, Kecamatan, dan Desa diharapkan dapat menindaklanjuti lebih lanjut hasil kajian yang disampaikan sesuai tugas-pokok dari instansi bersangkutan.
Kegiatan dilanjutkan dengan penyerahan simbolis peta dan plakat kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di wilayah Sulawesi Tengah.
Kegiatan ini juga dihadiri Kepala Pelaksana BPBD Kota Bitung, Kepala Pelaksana BPBD Kota Palu, jajaran pemerintah daerah dari Provinsi Sulawesi Utara, Kota Palu, Kabupaten Donggala, Kabupaten Parigi Moutong, Kota Bitung, serta perwakilan Desa Besusu Barat, Lere, Mamboro Barat, Pantoloan, Silae, Bantaya, Palasa, Sausu Piore, Silampayang, Tomini, Maesa, Labean, Sioyong, Tanjung Batu, dan Tonggolobibi.
Sumber: Humas BNPB
Abdul Muhari, Ph.D.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB