Banjir dan Mitigasi
Citizen News

Saya ingin bercerita tentang banjir yang melanda di awal tahun ini. Dua kali tepatnya, 1 Januari dan 25 Februari.
Banjir ini sungguh menjadi peristiwa yang sangat berharga bagi kami dan menyadarkan kami bahwa mitigasi itu perlu.
Kami memilih KPR di wilayah Setu, Kabupaten Bekasi. Setu dikenal dengan wilayah yang masih banyak daerah serapan air, sejuk, banyak pohon tinggi, dan asri.
Jadi, kami tak berpikir akan kebanjiran meski pun tanah tempat tinggal kami lebih rendah dibandingkan tanah perkampungan di sekelilingnya.
Pergantian tahun malam itu tak ada pesta kembang api karena hujan mengguyur Bekasi sejak pukul 21.00-an. Perasaan saya yang tengah menyelesaikan laporan kantor tidak enak saat itu, tepatnya pukul 01.00 WIB karena air sudah meninggi jalanan depan rumah.
Tiga jam kemudian air masuk ke rumah kami dari tiga titik: depan, saluran air yang terhubung dengan kamar mandi, dan bagian belakang di mana ada areal persawahan. Banyak barang yang terpaksa terendam seperti kasur, kulkas, pompa air dan banyak lagi.
Air kira-kira setinggi 10 sentimeter. Hujan turus turun hingga pukul 08.00 dengan intensitas deras yang konsisten. Listrik mati. Kami hanya bisa duduk diam di dalam rumah yang tergenang air. Tak bisa memasak air hangat karena kompor tak mau menyala setelah kejatuhan bocoran dari atas.
Hujan itu bertahan sampai pukul 10.00 WIB dan banjir baru surut 12.00. Kami hanya bisa menikmati dinginnya banjir sembari berharap hujan berhenti dan banjir menyurut.
Saat-saat seperti itu, yang kami butuhkan sebagai korban banjir adalah minuman hangat, makanan cepat saji yang hangat, air bersih, toilet dan tempat berlindung.
Tapi, sekali lagi, peristiwa itu sangat mengubah pandangan kami mengenai pentingnya mitigasi bencana dari segala aspek: bahan furnitur, jenis furnitur, letaknya, skenario penyelamatan, obat-obatan darurat, dan makanan siap saji atau snack untuk menghilangkan rasa lapar.
#SetuBekasi
#CeritaBanjirku2020
Banjir ini sungguh menjadi peristiwa yang sangat berharga bagi kami dan menyadarkan kami bahwa mitigasi itu perlu.
Kami memilih KPR di wilayah Setu, Kabupaten Bekasi. Setu dikenal dengan wilayah yang masih banyak daerah serapan air, sejuk, banyak pohon tinggi, dan asri.
Jadi, kami tak berpikir akan kebanjiran meski pun tanah tempat tinggal kami lebih rendah dibandingkan tanah perkampungan di sekelilingnya.
Pergantian tahun malam itu tak ada pesta kembang api karena hujan mengguyur Bekasi sejak pukul 21.00-an. Perasaan saya yang tengah menyelesaikan laporan kantor tidak enak saat itu, tepatnya pukul 01.00 WIB karena air sudah meninggi jalanan depan rumah.
Tiga jam kemudian air masuk ke rumah kami dari tiga titik: depan, saluran air yang terhubung dengan kamar mandi, dan bagian belakang di mana ada areal persawahan. Banyak barang yang terpaksa terendam seperti kasur, kulkas, pompa air dan banyak lagi.
Air kira-kira setinggi 10 sentimeter. Hujan turus turun hingga pukul 08.00 dengan intensitas deras yang konsisten. Listrik mati. Kami hanya bisa duduk diam di dalam rumah yang tergenang air. Tak bisa memasak air hangat karena kompor tak mau menyala setelah kejatuhan bocoran dari atas.
Hujan itu bertahan sampai pukul 10.00 WIB dan banjir baru surut 12.00. Kami hanya bisa menikmati dinginnya banjir sembari berharap hujan berhenti dan banjir menyurut.
Saat-saat seperti itu, yang kami butuhkan sebagai korban banjir adalah minuman hangat, makanan cepat saji yang hangat, air bersih, toilet dan tempat berlindung.
Tapi, sekali lagi, peristiwa itu sangat mengubah pandangan kami mengenai pentingnya mitigasi bencana dari segala aspek: bahan furnitur, jenis furnitur, letaknya, skenario penyelamatan, obat-obatan darurat, dan makanan siap saji atau snack untuk menghilangkan rasa lapar.
#SetuBekasi
#CeritaBanjirku2020