Aktivitas Bandara International Lombok Tidak Seramai Biasanya
Berita Warga

Praya Lombok Tengah - Bandara International Lombok (BIL) adalah satu-satunya pintu keluar masuk Pulau Lombok khususnya untuk jalur udara. Ketika terjadi pandemi sejak pertengahan Maret 2020, aktivitas bandara tampak lesu. Tidak terlihat keramaian lalu lintas seperti biasanya, baik untuk keperluan bisnis, tugas dinas maupun para tourist. Gubernur NTB, Zulkiflimansyah bahkan beberapa kali sempat menutup operasional terminal udara ini untuk alasan pencegahan covid-19.
Dalam dua bulan terakhir, sepertinya jalur udara sudah mulai dibuka dengan protokol ketat. Selain diminta melakukan Rapid Test dan membawa surat keterangan bebas influenza dari Puskesmas terdekat, calon penumpang juga harus mempersiapkan tiket penerbangan jauh-jauh hari sebelum keberangkatan. Hal ini karena maskapai penerbangan tidak beroperasi setiap hari, yang kemungkinan disebabkan oleh keterbatasan penumpang.
Jika melihat media informasi bandara tampak jalur lalu lintas udara hanya melayani penerbangan domestik ke Jakarta dan Surabaya, serta antar daerah seperti ke Sumbawa dan Bima. Itu pun dengan jumlah penumpang dan frekwensi terbang sangat minim. Bahkan tidak jarang karena penumpang terbatas schedulle penerbangan delay 2-3 hari tanpa konpensasi. Situasi seperti ini tentu sangat tidak kondusif bagi mereka yang bepergian untuk tugas kedinasan seperti mengikuti seminar, workshop, atau lokakarya yang waktunya sudah ditentukan panitia.
Dalam dua bulan terakhir, sepertinya jalur udara sudah mulai dibuka dengan protokol ketat. Selain diminta melakukan Rapid Test dan membawa surat keterangan bebas influenza dari Puskesmas terdekat, calon penumpang juga harus mempersiapkan tiket penerbangan jauh-jauh hari sebelum keberangkatan. Hal ini karena maskapai penerbangan tidak beroperasi setiap hari, yang kemungkinan disebabkan oleh keterbatasan penumpang.
Jika melihat media informasi bandara tampak jalur lalu lintas udara hanya melayani penerbangan domestik ke Jakarta dan Surabaya, serta antar daerah seperti ke Sumbawa dan Bima. Itu pun dengan jumlah penumpang dan frekwensi terbang sangat minim. Bahkan tidak jarang karena penumpang terbatas schedulle penerbangan delay 2-3 hari tanpa konpensasi. Situasi seperti ini tentu sangat tidak kondusif bagi mereka yang bepergian untuk tugas kedinasan seperti mengikuti seminar, workshop, atau lokakarya yang waktunya sudah ditentukan panitia.