Akademi Lampung Gelar Pidato Kebudayaan dan Beri Penghargaan Anugerah Seni 2024
Berita Warga

Akademi Lampung (AL) menggelar acara Pemberian Anugerah Seni 2024 dan Pidato Kebudayaan. Helat acara Pemberian Anugerah Seni 2024 dan Pidato Kebudayaan dilaksanakan di Gedung Pertunjukan Dewan Kesenian Lampung, PKOR Way Halim, Bandar Lampung, Sabtu (23/11/2024).
Seniman Lampung berprestasi yang menerima Anugerah Seni tahun 2024 adalah Supriyanto ( Wayang Sekelik), Sarpuli (reringget Lampung berbahasa Jawa) dan Agung Hero Hernanda (musik nusantara yang memadukan musik Lampung, Minang, dan Melayu).
Berkaitan dengan Anugerah Seni ini Sekretaris Akademi Lampung Iwan Nurdaya-Djafar menjelaskan dasar pemikiran pemberian Anugerah Seni Akademi Lampung, yaitu seni yang mendorong interaksi kebudayaan.
“Pada tahun 2024 AL baru melaksanakan kegiatan pemberian penghargaan berupa Anugerah Seni kepada seniman yang berprestasi. ,” terangnya..
Iwan menambahkan setelah melakukan pengamatan dan penilaian terhadap seniman Lampung yang menciptakan karya seni berbasis warisan budaya maupun berbasis kreativitas penciptaan baru, dan kewajiban setiap orang untuk memelihara kebinekaan dan mendorong lahirnya interaksi kebudayaan.
“Maka Akademi Lampung memberikan Anugerah Seni Akademi Lampung Tahun 2024 kepada sejumlah seniman berprestasi yang mendorong lahirnya interaksi kebudayaan di Provinsi Lampung,”tegas Iwan Optimistis.
Masa Depan Budaya Lampung
Sementara itu, Dr. Riyan Hidayatullah, M.Pd dalam pidato kebudayaannya bertajuk: Anak Muda, Intelektualitas dan Masa Depan Budaya Lampung. Doktor terbaik lulusan Universitas Negeri Semarang Tahun 2022 ini mengawali pidatonya mengajak untuk kembali menyamakan persepsi kita tentang perbedaan istilah-istilah atau miskonsepsi, misalnya perbedaan antara istilah tradisi dan kebudayaan.
Banyak masyarakat menganggap kedua istilah ini sama, padahal sangat jelas bedanya. Tradisi adalah kebiasaan yang diturunkan secara vertikal, dari satu generasi ke generasi lain, sementara kebudayaan bersifat horizontal.
“Kebudayaan mencakup keseluruhan cara hidup dari suatu kelompok atau masyarakat, termasuk nilai, norma, bahasa, seni, kepercayaan, serta bentuk ekspresi sosial lainnya. Tradisi merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi tidak seluruh kebudayaan merupakan tradisi,” beber Dosen Universitas Lampung ini.
Lebih lanjut, Sekretaris Jurusan Bahasa dan Seni FKIP Unila menegaskan kebudayaan mencakup lebih dari sekadar tradisi karena kerap melibatkan inovasi, kreativitas, adaptasi, dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
Tradisi sering dianggap sebagai bagian yang statis dari kebudayaan, sementara kebudayaan secara keseluruhan bersifat lebih dinamis dan dapat berubah seiring berjalannya waktu. Keduanya tentu tidak bisa dipisahkan, harus berjalan beriringan dan saling melengkapi.
“Dengan demikian, budaya atau kebudayaan harus dipahami bukan hanya sebagai elemen pelengkap, tetapi sebagai inti dari setiap pemikiran dan praktik lintas disiplin,” ujar Riyan mengingatkan.
Melalui penyampaian tentang miskonsepsi itu, lanjutnya, kita ingin menekankan pentingnya sebuah pemahaman yang lebih mendalam tentang cara berpikir, berperilaku, dan membangun sebuah identitas di dalam masyarakat. Pemahaman ini merupakan manifestasi dari sebuah proses intelektual, sekaligus modal penting dalam sebuah kerja kebudayaan.
Menurut Riyan miskonsepsi tentang kebudayaan memiliki dampak yang sangat serius bagi keberlangsungan hidup masyarakat lokal di masa depan, terutama generasi muda yang menjadi penerus estafet peradaban.
“Kesalahpahaman ini tidak hanya melemahkan identitas budaya lokal, tetapi juga dapat menyebabkan disorientasi nilai, ketidakseimbangan sosial, dan bahkan hilangnya tradisi,” jelasnya.
Generasi muda berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa depan, memastikan bahwa identitas budaya tetap hidup dan berkembang.
“Generasi muda adalah garda terdepan dalam melindungi identitas ini. Tanpa peran generasi muda, identitas budaya lokal berisiko tergeser oleh homogenisasi budaya global,” ungkap Riyan.
Seniman Lampung berprestasi yang menerima Anugerah Seni tahun 2024 adalah Supriyanto ( Wayang Sekelik), Sarpuli (reringget Lampung berbahasa Jawa) dan Agung Hero Hernanda (musik nusantara yang memadukan musik Lampung, Minang, dan Melayu).
Berkaitan dengan Anugerah Seni ini Sekretaris Akademi Lampung Iwan Nurdaya-Djafar menjelaskan dasar pemikiran pemberian Anugerah Seni Akademi Lampung, yaitu seni yang mendorong interaksi kebudayaan.
“Pada tahun 2024 AL baru melaksanakan kegiatan pemberian penghargaan berupa Anugerah Seni kepada seniman yang berprestasi. ,” terangnya..
Iwan menambahkan setelah melakukan pengamatan dan penilaian terhadap seniman Lampung yang menciptakan karya seni berbasis warisan budaya maupun berbasis kreativitas penciptaan baru, dan kewajiban setiap orang untuk memelihara kebinekaan dan mendorong lahirnya interaksi kebudayaan.
“Maka Akademi Lampung memberikan Anugerah Seni Akademi Lampung Tahun 2024 kepada sejumlah seniman berprestasi yang mendorong lahirnya interaksi kebudayaan di Provinsi Lampung,”tegas Iwan Optimistis.
Masa Depan Budaya Lampung
Sementara itu, Dr. Riyan Hidayatullah, M.Pd dalam pidato kebudayaannya bertajuk: Anak Muda, Intelektualitas dan Masa Depan Budaya Lampung. Doktor terbaik lulusan Universitas Negeri Semarang Tahun 2022 ini mengawali pidatonya mengajak untuk kembali menyamakan persepsi kita tentang perbedaan istilah-istilah atau miskonsepsi, misalnya perbedaan antara istilah tradisi dan kebudayaan.
Banyak masyarakat menganggap kedua istilah ini sama, padahal sangat jelas bedanya. Tradisi adalah kebiasaan yang diturunkan secara vertikal, dari satu generasi ke generasi lain, sementara kebudayaan bersifat horizontal.
“Kebudayaan mencakup keseluruhan cara hidup dari suatu kelompok atau masyarakat, termasuk nilai, norma, bahasa, seni, kepercayaan, serta bentuk ekspresi sosial lainnya. Tradisi merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi tidak seluruh kebudayaan merupakan tradisi,” beber Dosen Universitas Lampung ini.
Lebih lanjut, Sekretaris Jurusan Bahasa dan Seni FKIP Unila menegaskan kebudayaan mencakup lebih dari sekadar tradisi karena kerap melibatkan inovasi, kreativitas, adaptasi, dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
Tradisi sering dianggap sebagai bagian yang statis dari kebudayaan, sementara kebudayaan secara keseluruhan bersifat lebih dinamis dan dapat berubah seiring berjalannya waktu. Keduanya tentu tidak bisa dipisahkan, harus berjalan beriringan dan saling melengkapi.
“Dengan demikian, budaya atau kebudayaan harus dipahami bukan hanya sebagai elemen pelengkap, tetapi sebagai inti dari setiap pemikiran dan praktik lintas disiplin,” ujar Riyan mengingatkan.
Melalui penyampaian tentang miskonsepsi itu, lanjutnya, kita ingin menekankan pentingnya sebuah pemahaman yang lebih mendalam tentang cara berpikir, berperilaku, dan membangun sebuah identitas di dalam masyarakat. Pemahaman ini merupakan manifestasi dari sebuah proses intelektual, sekaligus modal penting dalam sebuah kerja kebudayaan.
Menurut Riyan miskonsepsi tentang kebudayaan memiliki dampak yang sangat serius bagi keberlangsungan hidup masyarakat lokal di masa depan, terutama generasi muda yang menjadi penerus estafet peradaban.
“Kesalahpahaman ini tidak hanya melemahkan identitas budaya lokal, tetapi juga dapat menyebabkan disorientasi nilai, ketidakseimbangan sosial, dan bahkan hilangnya tradisi,” jelasnya.
Generasi muda berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa depan, memastikan bahwa identitas budaya tetap hidup dan berkembang.
“Generasi muda adalah garda terdepan dalam melindungi identitas ini. Tanpa peran generasi muda, identitas budaya lokal berisiko tergeser oleh homogenisasi budaya global,” ungkap Riyan.